Jupriyadi mengatakan, Sambo sebelumnya merasa harga diri dan kehormatannya terluka perihal peristiwa yang menimpa istrinya, Putri Candrawathi.
Menurutnya, seandainya dalil tersebut ternyata benar, tindakan Sambo tetap tidak dapat dibenarkan oleh hukum.
Sebab, bagaimanapun juga Sambo merupakan seorang aparat penegak hukum yang menduduki jabatan tinggi di institusi Polri, yakni Kadiv Propam Polri.
"Terdakwa merupakan salah satu teladan bagi seluruh anggota Polri," demikian alasan Jupriyadi, dikutip dari salinan putusan, Senin (28/8/2023).
Jupriyadi mengatakan, seharusnya terdakwa dapat memerintahkan jajarannya untuk memeriksa korban, dalam hal ini Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Menurutnya, jajarannya bisa saja menjatuhkan sanksi kepada korban jika terbukti telah melakukan kesalahan atau pelanggaran kode etik.
"Dengan kata lain, alasan pembelaan terpaksa oleh karena harga diri dan kehormatannya terluka dalam kaitan dengan peristiwa yang menimpa istrinya Putri Candrawathi sebagaimana dalam memori kasasi terdakwa tidak beralasan hukum dan haruslah dikesampingkan," tegasnya.
Sementara itu, hakim MA lainnya yang menyatakan beda pendapat, Desnayeti menegaskan alasan kasasi Sambo tidak dapat dibenarkan.
Musababnya karena dalam peristiwa ini Sambo yang sangat emosi setelah mendengar laporan
dari istrinya tentang pelecehan seksual oleh Brigadir J di rumah mereka di Magelang, Jawa Tengah.
Menurut Desnayeti, sebagai seorang pejabat utama Polri, Sambo seharusnya melakukan cek dan ricek atas laporan tersebut.
"Bukan hanya percaya begitu saja menerima laporan/cerita dari istri terdakwa (Putri Candrawathi) secara sepihak," katanya.
"Karena saat itu korban Nofriansyah Yosua Hutabarat masih bergerak mengerang kesakitan," ujarnya.
Dalam proses persidangan di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, Sambo dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Majelis Hakim PN Jakarta Selatan menilai, Sambo terbukti melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Sambo juga terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J.
Sambo bersama anak buahnya, melakukan perusakan sejumlah bukti guna menguburkan peristiwa pembunuhan yang sebenarnya.
Tak terima dengan vonis ini, mantan polisi dengan pangkat inspektur jenderal (Irjen) itu mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Kemudian, PT DKI turut memperkuat putusan yang telah dijatuhkan oleh Majelis Hakim PN Jakarta Selatan. Namun, MA meringankan hukuman Sambo, dari vonis mati menjadi penjara seumur hidup.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/28/14210791/alasan-2-hakim-ma-beda-pendapat-atas-batalnya-vonis-mati-ferdy-sambo