"Paling tidak terdapat 15 bentuk penyalahgunaan, eksploitasi, dan kekerasan terhadap anak yang terjadi selama masa kampanye hingga masa sesudah pengumuman hasil pemilu/pilkada," ujar komisioner KPAI, Sylvana Apituley, melalui keterangannya pada Rabu (23/8/2023).
Sylvana mengatakan, bentuk-bentuk pelanggaran hak anak itu terjadi sejak Pemilu dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2014, 2019, termasuk enam bulan terakhir ini.
Penyalahgunaan hingga eksploitasi anak ini terjadi pada masa sosialisasi dan kampanye peserta pemilu dengan berbagai modus yang bervariasi.
"Misalnya, penyalahgunaan tempat bermain anak, tempat penitipan anak, dan atau tempat pendidikan untuk kegiatan kampanye," kata Sylvana.
"Lalu, mobilisasi massa anak oleh partai politik atau calon kepala daerah," ujarnya lagi.
"Kemudian, memaksa, membujuk atau merayu anak untuk melakukan hal-hal yang dilarang selama kampanye, pemungutan suara, atau penghitungan suara," kata Sylvana.
"Serta memprovokasi anak untuk memusuhi atau membenci calon presiden, kepala daerah, anggota legislatif, atau parpol tertentu," ujarnya melanjutkan lagi.
Oleh karena itu, KPAI menyesalkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 65/PUU-XVI/2023 yang pada intinya memperbolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pendidikan dengan sejumlah syarat.
Sylvana mengungkapkan, konten kampanye bukan untuk konsumsi anak-anak dan berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi tumbuh kembang anak dan masa depan anak.
"Berbagai bentuk materi kampanye yang tidak sesuai dan dapat merusak perkembangan emosi dan mental anak, berupa agitasi, propaganda, stigma dan hoaks yang mengadu domba tentang lawan politik, ajakan untuk mencurigai dan membenci, serta politisasi identitas yang dapat memperuncing disharmoni, akan membentuk persepsi, sikap dan prilaku sosial anak yang negatif pula," katanya.
Ia mengatakan, anak dikhawatirkan bakal memberikan label negatif orang lain yang diidentifikasi sebagai lawan politik, membenci hingga melakukan kekerasan atas dasar perbedaan pilihan politik.
Sylvana juga mengatakan, putusan MK yang membolehkan peserta pemilu berkampanye di fasilitas pendidikan dikhawatirkan menambah runyam masalah.
Oleh sebab itu, KPAI meminta dilibatkan dalam revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu demi menjamin masuknya isu perlindungan dan pemenuhan hak anak yang optimal dalam aturan tersebut.
"Antara lain, dengan mendorong adanya pengaturan yang detil, jelas dan komprehensif terkait kampanye di sekolah, serta memastikan penetapan sanksi yang jelas dan tegas bagi pihak-pihak yang melanggar," ujar Sylvana.
Hal ini termuat dalam Putusan MK Nomor 65/PUU-XXI/2023 yang dibacakan pada Selasa (15/8/2023).
Dalam perkara itu, dua orang pemohon, Handrey Mantiri dan Ong Yenni, menilai ada inkonsistensi aturan terkait aturan itu dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Larangan kampanye di tempat ibadah, tempat pendidikan, dan fasilitas pemerintah tercantum tanpa syarat dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h.
Namun, pada bagian Penjelasan, tercantum kelonggaran yang berbunyi, “Fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye pemilu atas undangan dari pihak penanggung jawab fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.
Dalam amar putusannya, MK menyatakan, bagian Penjelasan itu tidak berkekuatan hukum mengikat karena menciptakan ambiguitas.
Apabila bagian pengecualian itu diperlukan, Mahkamah mengatakan, seharusnya tidak diletakkan di bagian penjelasan.
Sebagai gantinya, pengecualian itu dimasukkan ke norma pokok Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu, kecuali frasa "tempat ibadah".
"Sehingga Pasal 280 ayat (1) huruf h UU Pemilu selengkapnya berbunyi, '(peserta pemilu dilarang, red.) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan, kecuali untuk fasilitas pemerintah dan tempat pendidikan sepanjang mendapat izin dari penanggung jawab tempat dimaksud dan hadir tanpa atribut kampanye pemilu'," bunyi putusan itu.
Dalam pertimbangannya, Mahkamah menilai bahwa pengecualian tersebut sudah diatur sejak UU Pemilu terdahulu.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/23/16064151/kpai-sebut-terjadi-penyalahgunaan-hingga-eksploitasi-anak-setiap-pemilu