Sebab, bakteri resisten antibiotik ini bisa diangkut melalui polutan PM 2.5 yang dibawa melalui udara.
Adapun riset tersebut dipublikasikan Jurnal The Lancet Planentary Health, dengan judul "Association between particulate matter (PM) 2.5 air pollution and clinical antibiotic resistance: a global analysis" pada tahun 2023.
"Karena orang yang terinfeksi ternyata kumannya sudah kebal terhadap antibiotik, sehingga diberikan antibiotik jenis apa pun tetap tidak bisa mengatasi infeksinya dan bisa menyebabkan kematian," kata Feni dalam konferensi pers secara daring di Jakarta, Rabu (23/8/2023).
Feni menjelaskan, penelitian tersebut mengandalkan analisis univariat dan multivariat terhadap 11,5 juta kuman yang diisolasi, terdapat sembilan jenis kuman bersifat patogen menggunakan 43 jenis antibiotik.
Hasilnya, terdapat hubungan antara PM 2.5 dengan resistensi antibiotik, dengan perkiraan 0,48 juta kematian dini.
Jika target PM 2.5 diturunkan menjadi 5 mikrogram/m3 pada tahun 2050 sebagaimana standar Badan Kesehatan Dunia (WHO), resistensi antibiotik akan berkurang sebesar 16,8 persen dan mencegah 23,4 persen kematian dini akibat resistensi tersebut.
"Untuk biayanya bisa dikurangi sebesar 640 miliar dollar AS. Jadi, ternyata PM 2.5 ini juga berhubungan dengan terjadinya resistensi antibiotik di sekitar kita," ujar Feni.
Penelitian di Hong Kong pada Januari 2011 hingga Desember 2012 pun menemukan, setiap peningkatan kadar PM 2.5 sebesar 10 mikrogram/m3, maka berkorelasi dengan peningkatan rawat inap karena pneumonia sebesar 3,3 persen.
"Pada penelitian lain, peningkatan kadar PM 2.5 sebesar 10 mikrogram/m3 berhubungan dengan makin besarnya rasio untuk mengidap infeksi pernapasan akut. Infeksi saluran pernapasan juga meningkat dalam satu minggu dengan peningkatan PM 2.5," kata Feni.
Sebagai informasi, polusi udara di Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat. Demikian pula di kota lainnya, seperti Tangerang Selatan, Mempawah di Kalimantan Barat, Serang di Banten, dan Banjar Baru di Kalimantan Selatan.
Kondisi ini dapat menimbulkan dampak kesehatan pada masyarakat. WHO mencatat saat ini, 90 persen penduduk dunia menghirup udara dengan kualitas udara yang kumuh.
Polusi udara berkaitan erat dengan penyakit paru dan pernapasan, serta infeksi saluran pernapasan akut atau ISPA, asma, bronkitis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), kanker paru, serta penyakit jantung dan stroke.
Menurut data WHO juga, polusi udara di seluruh dunia berkontribusi 25 persen pada seluruh penyakit dan kematian akibat kanker paru; 17 persen seluruh penyakit dan kematian akibat ISPA; 16 persen seluruh kematian akibat stroke; 15 persen seluruh kematian akibat penyakit jantung sistemik; dan delapan persen seluruh penyakit dan kematian PPOK.
https://nasional.kompas.com/read/2023/08/23/14533911/terpapar-polusi-udara-terus-menerus-berpotensi-sebabkan-resistensi