Salin Artikel

Perkecil Tingkat Kematian saat Haji, Pengamat Minta Seleksi Jemaah Sebelum Berangkat

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat haji dan umrah, Ade Marfuddin meminta pemerintah menyeleksi secara ketat jemaah yang layak menjalankan ibadah haji tahun depan.

Hal ini berkaca pada kasus kematian haji pada tahun ini yang mencapai 773 orang berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat). Tingkat kematian ini menjadi yang tertinggi sejak 2015.

Karena itu, dia menilai, penyelenggaraan ibadah haji pada 2023 perlu dievaluasi besar-besaran.

"Saya melihat ini perlu dievaluasi besar-besaran, walaupun meninggal itu sebuah takdir Allah. Cuma permasalahannya perlu upaya-upaya yang preventif, upaya-upaya yang dilakukan sebelum berangkat, ini menjadi sebuah catatan," kata Ade saat dihubungi Kompas.com, Senin (7/8/2023).

Ade menyampaikan, tolok ukur layak atau tidaknya jemaah berangkat, mengacu pada hasil pemeriksaan kesehatan (medical check up). Dari hasil tersebut, pemerintah bisa menentukan siapa saja yang layak berangkat, sesuai dengan kriteria yang telah dibuat.

Kriteria ini, kata Ade, tidak pula bergantung pada umur. Pasalnya, ada derajat kesehatan seseorang tak bisa ditentukan dari situ.

"Saya terus terang tidak mempermasalahkan umur, mau 200 tahun, 150 tahun, enggak ada masalah. Karena ada orang yang sudah 85 tahun tapi masih sehat bugar," ucap Ade.

"Ada juga orang yang 45 tahun tapi dalam diagnosa dokter tidak memungkinkan untuk berangkat, bepergian, maka divonis jangan berangkat. Nah, ini yang harus dari awal diperketat," imbuhnya.

Menurut Ade, pengaturan kelayakan jemaah perlu diimplementasi, mengingat temperatur, cuaca, dan iklim di Arab Saudi berbeda dengan Indonesia. Jemaah harus bisa beradaptasi cepat dengan perubahan yang tiba-tiba tersebut.

Di sisi lain, ada prinsip istitha'ah (kemampuan) bagi jemaah, baik kemampuan fisik maupun kemampuan finansial.

Pemerintah perlu meyakinkan bahwa berhaji adalah ibadah yang sangat menguras tenaga sehingga perlu ketahanan fisik. Tolok ukur kelayakan jemaah, kata dia, bisa dipertegas dengan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).

"Orang itu ternyata dari sisi medis ini tidak layak berangkat. Ada istitha'ah dalam ketentuan hukum, nanti diperkuat pakai fatwa MUI yang mengikat dari sisi agama. Bahwa orang ini tidak layak berangkat, misalnya karena sudah cuci darah, dan sebagainya, dan itu bisa dikuatkan lewat fatwa," jelas Ade.

Lebih lanjut Ade menjelaskan, menyeleksi jemaah yang berangkat juga memperkecil biaya (cost) yang dikeluarkan.

Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini lantas mencontohkan, seorang manula perlu dirawat oleh dua orang petugas. Biaya untuk memberangkatkan petugas masing-masing Rp 150 juta. Dengan menyeleksi jemaah, pemerintah bisa memberangkatkan petugas sesuai kebutuhan saja.

"Jadi enggak mungkin (lansia) ke sana hanya datang berangkat naik pesawat, turun digotong, masuk kamar digotong, di sana didorong-dorong. Apa yang terjadi? Adalah beban petugas sangat tinggi di situ. Dan itu cost-nya besar, dua orang (petugas) Rp 300 juta," jelas Ade.

Sebagai informasi, jumlah jemaah haji yang wafat pada tahun ini membumbung tinggi mencapai 773 orang. Selain itu, masih ada 77 jemaah yang dirawat di RS Arab Saudi, dan 1 orang jemaah masih hilang.

https://nasional.kompas.com/read/2023/08/07/21560541/perkecil-tingkat-kematian-saat-haji-pengamat-minta-seleksi-jemaah-sebelum

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

[POPULER NASIONAL] Korps Marinir Tak Jujur demi Jaga Marwah Keluarga Lettu Eko | Nadiem Sebut Kenaikan UKT untuk Mahasiswa Baru

Nasional
Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Poin-poin Klarifikasi Mendikbud Nadiem di DPR soal Kenaikan UKT

Nasional
Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Melonjak, Menkes: Pasti Akan Masuk ke Indonesia

Nasional
Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Sidang Perdana Kasus Ketua KPU Diduga Rayu PPLN Digelar Tertutup Hari Ini

Nasional
Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies 'Ban Serep' di Pilkada Jakarta

Saat PKB dan PKS Hanya Jadikan Anies "Ban Serep" di Pilkada Jakarta

Nasional
Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 25 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Dukung Pengelolaan Sumber Daya Alam, PHE Aktif dalam World Water Forum 2024

Nasional
Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Nasional
Jemaah Haji Dapat 'Smart' Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Jemaah Haji Dapat "Smart" Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Nasional
Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Nasional
Soal Anies Maju Pilkada, PAN: Jangan-jangan Enggak Daftar Lewat Kami

Soal Anies Maju Pilkada, PAN: Jangan-jangan Enggak Daftar Lewat Kami

Nasional
Kontras: 26 Tahun Reformasi, Orde Baru Tak Malu Menampakkan Diri

Kontras: 26 Tahun Reformasi, Orde Baru Tak Malu Menampakkan Diri

Nasional
Dilaporkan Ke Polisi, Dewas KPK: Apakah Kami Berbuat Kriminal?

Dilaporkan Ke Polisi, Dewas KPK: Apakah Kami Berbuat Kriminal?

Nasional
KPK Sita Mobil Mercy di Makassar, Diduga Disembunyikan SYL

KPK Sita Mobil Mercy di Makassar, Diduga Disembunyikan SYL

Nasional
Anggota Komisi X Usul UKT Bisa Dicicil, Kemendikbud Janji Sampaikan ke Para Rektor

Anggota Komisi X Usul UKT Bisa Dicicil, Kemendikbud Janji Sampaikan ke Para Rektor

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke