Empat terdakwa itu adalah mantan Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan (Dirjen Kuathan) Kementerian Pertahanan (Kemenhan) RI Laksamana Muda (Purn) Agus Purwoto. Kemudian, Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DKN), Arifin Wiguna, Direktur Utama PT DNK, Surya Cipta Witoelar dan Senior Advisor PT DNK, Thomas Anthony van der Heyden.
Mereka dituntut 18 tahun dan 6 bulan penjara setelah dinilai terbukti telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 453.094.059.540,68 dalam proyek tersebut.
"Terhadap tuntutan pidana ini masing-masing terdakwa dan penasihat hukumnya berhak melakukan pembelaan atau pleidoi ya," ujar Ketua Majelis Hakim Fahzal Henri dalam sidang di ruang Prof M Hatta Ali, PN Tipikor Jakarta, Jumat (7/7/2023).
"Kami berikan waktu sampai tanggal 12 Juli, hari Rabu, sesuai dengan jadwal yang telah kita susun," kata Hakim Fahzal.
Terkait agenda tersebut, Hakim Fahzal juga mempersilakan para terdakwa untuk dapat menuliskan sendiri nota pembelaannya. "Masing-masing terdakwa juga boleh mengajukan pembelaan, bikin sendiri, silakan Pak Jenderal, Pak Arifin, Pak Surya dan Pak Thomas, tulis sendiri," imbuhnya.
Adapun Jaksa koneksitas yang terdiri dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat dan Oditur dari pihak militer ini menilai, para terdakwa telah melanggar Pasal 2 Ayat 1 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Salain pidana badan, empat terdakwa itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 1 miliar subsider 6 bulan penjara. Mereka pun dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti.
Laksda Purn TNI Agus Purwoto dijatuhi pidana pengganti sebesar Rp 135.928.217.862,204. Sementara, Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar dijatuhi pidana uang pengganti sebesar Rp 113.273.514.885,17.
Kemudian, terhadap terdakwa Thomas Anthony van der Hayden Jaksa Koneksitas menjatuhi pidana uang pengganti sebesar Rp 90.618.811.908.135.
"Jika tidak dibayar paling lama satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa untuk menutupi uang pengganti tersebut," kata Jaksa.
"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana selama 9 tahun dan 3 bulan penjara," imbuhnya.
Saat itu, Eks Dirjen Kuathan itu tidak berkedudukan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan satelit tersebut. Sehingga tindakan Agus Purwoto tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak memiliki kewenangan untuk menandatangani kontrak tersebut.
Agus Purwoto juga tidak pernah mendapat penunjukan sebagai PPK dari Pengguna Anggaran (PA) dalam penandatanganan kontrak tersebut. Bahkan, anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) di Kemenhan tentang pengadaan satelit tersebut juga belum tersedia.
Lebih lanjut, pengadaan satelit ini juga belum dibuat Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa dan belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR) serta belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Kemudian, tidak ada proses pemilihan penyedia barang/jasa, dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit di Slot Orbit 123° BT.
https://nasional.kompas.com/read/2023/07/07/22324711/dituntut-185-tahun-penjara-di-kasus-satelit-kemenhan-eks-dirjen-kuathan-dkk