Salin Artikel

Hubungan dengan PDI-P Tak Harmonis 20 Tahun, Demokrat: Hanya karena Tak Ada Komunikasi Bagus

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat, Syarief Hasan mengatakan, renggangnya hubungan Partai Demokrat dengan PDI-P beberapa tahun terakhir terjadi hanya karena tidak ada komunikasi yang bagus.

Pernyataan ini menanggapi hubungan kedua partai yang tidak harmonis selama dua dekade Pilpres.

Keduanya memang kerap berada di kubu berbeda, yang terlihat pertama kali pada Pilpres 2004. Bahkan Partai Demokrat cenderung menjadi oposisi sejak PDI-P menjadi partai yang berkuasa pada tahun 2014.

"Kalau dari sisi Pak SBY enggak tahu, enggak ada apa-apa. Tapi kalau dari sisi Bu Mega, juga enggak tahu. Jadi mungkin lebih bagus tanyalah sama yang bersangkutan," kata Syarief dalam program GASPOL! Kompas.com, yang ditayangkan pada Jumat (16/6/2023) malam.

"Lagi-lagi kita berasumsi bahwa ini hanya karena tidak ada komunikasi yang bagus," imbuh Syarief.

Adapun saat ini, elite dari kedua partai berencana melangsungkan pertemuan, usai nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) masuk dalam radar PDI-P sebagai salah satu pendamping bakal calon presiden Ganjar Pranowo.

Syarief menyambut baik adanya rencana tersebut. Ia tidak memungkiri, komunikasi akan memperbaiki hubungan kedua partai.

Komunikasi kata dia, akan membuat sesuatu yang belum terang menjadi terang dan yang belum lancar menjadi lancar.

"Komunikasi bisa menciptakan yang tadinya agak keruh, bisa jadi bening. Jadi saya pikir apa yang digagas Mbak Puan tentunya sudah sepengetahuan Bu Mega, kemudian AHY sudah direstui Pak SBY, komunikasi ini kita bersyukur ini bisa tercipta," tutur Syarief.

Lebih lanjut dia berharap agar pertemuan antara AHY dan Puan dapat segera terlaksana. Ia ingin pertemuan tersebut memiliki manfaat untuk kedua belah pihak.

Ia bahkan mengasumsikan bahwa pertemuan akan membahas seputar kepentingan bangsa dalam jangka panjang.

"Kami memiliki suatu asumsi yang dibicarakan itu prioritasnya adalah bagaimana membangun kebersamaan untuk kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia dalam waktu jangka panjang," jelas Syarief

Sebelumnya diberitakan, Ketua DPP PDI-P Puan Maharani mengatakan akan segera berkomunikasi dengan AHY. Namun dia belum menjelaskan secara detail kapan akan bertemu dengan AHY.

"Segera, segera ketemu," kata Puan saat ditemui di kantor DPD PDI-P Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Minggu (11/6/2023).

Kemesraan keduanya berawal dari pernyataan Puan yang menyebut bahwa AHY masuk dalam radar calon wakil presiden (cawapres) pendamping bakal calon presiden (capres) PDI-P untuk Pemilu 2024, Ganjar Pranowo.

Memang, awalnya, Demokrat secara tersirat menyampaikan penolakan. Namun, bermula dari gagasan tersebut, suhu politik antara partai banteng dan partai bintang mercy yang selama ini panas tampak mulai mencair.

Puan mengungkap bahwa ada sepuluh nama yang masuk bursa cawapres pendamping Ganjar. Nama-nama itu, mulai dari menteri Kabinet Indonesia Maju, kepala daerah, hingga petinggi partai politik. Salah satu nama yang mencuat di luar prediksi yakni AHY.

“Kalau boleh saya sebut yang ada di media, Pak Mahfud (Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD) sudah masuk namanya,” kata Puan usai Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PDI-P di Sekolah Partai DPP PDI-P, Jakarta Selatan, Selasa (6/6/2023).

“Pak Erick Thohir (Menteri BUMN), Pak Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Pak Sandiaga Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), kemudian ada Pak AHY (Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono), Pak Airlangga (Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto). Nama-nama itu masuk dalam peta yang ada di PDI Perjuangan,” tuturnya.

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/17/09000931/hubungan-dengan-pdi-p-tak-harmonis-20-tahun-demokrat-hanya-karena-tak-ada

Terkini Lainnya

Putusan Sela Kasus Hakim Agung Gazalba Dinilai Bentuk Pelemahan KPK

Putusan Sela Kasus Hakim Agung Gazalba Dinilai Bentuk Pelemahan KPK

Nasional
KPK Sita 13 Lahan Milik Terpidana Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

KPK Sita 13 Lahan Milik Terpidana Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

Nasional
Baleg Bantah Kebut Revisi UU Kementerian Negara hingga UU TNI untuk Kepentingan Pemerintahan Prabowo

Baleg Bantah Kebut Revisi UU Kementerian Negara hingga UU TNI untuk Kepentingan Pemerintahan Prabowo

Nasional
Gerindra Siapkan Keponakan Prabowo Maju Pilkada Jakarta

Gerindra Siapkan Keponakan Prabowo Maju Pilkada Jakarta

Nasional
Demokrat Beri 3 Catatan ke Pemerintah Terkait Program Tapera

Demokrat Beri 3 Catatan ke Pemerintah Terkait Program Tapera

Nasional
PKB Keluarkan Rekomendasi Nama Bakal Calon Gubernur pada Akhir Juli

PKB Keluarkan Rekomendasi Nama Bakal Calon Gubernur pada Akhir Juli

Nasional
PDI-P Hadapi Masa Sulit Dianggap Momen Puan dan Prananda Asah Diri buat Regenerasi

PDI-P Hadapi Masa Sulit Dianggap Momen Puan dan Prananda Asah Diri buat Regenerasi

Nasional
Risma Minta Lansia Penerima Bantuan Renovasi Rumah Tak Ditagih Biaya Listrik

Risma Minta Lansia Penerima Bantuan Renovasi Rumah Tak Ditagih Biaya Listrik

Nasional
Tak Bisa Selamanya Bergantung ke Megawati, PDI-P Mesti Mulai Proses Regenerasi

Tak Bisa Selamanya Bergantung ke Megawati, PDI-P Mesti Mulai Proses Regenerasi

Nasional
Fraksi PDI-P Bakal Komunikasi dengan Fraksi Lain untuk Tolak Revisi UU MK

Fraksi PDI-P Bakal Komunikasi dengan Fraksi Lain untuk Tolak Revisi UU MK

Nasional
Jaksa KPK Hadirkan Sahroni dan Indira Chunda Thita dalam Sidang SYL Pekan Depan

Jaksa KPK Hadirkan Sahroni dan Indira Chunda Thita dalam Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Ketua MPR Setuju Kementerian PUPR Dipisah di Kabinet Prabowo

Ketua MPR Setuju Kementerian PUPR Dipisah di Kabinet Prabowo

Nasional
Baznas Tegas Tolak Donasi Terkoneksi Israel, Dukung Boikot Global

Baznas Tegas Tolak Donasi Terkoneksi Israel, Dukung Boikot Global

Nasional
Kejagung Tegaskan Tak Ada Peningkatan Pengamanan Pasca Kasus Penguntitan Jampidsus

Kejagung Tegaskan Tak Ada Peningkatan Pengamanan Pasca Kasus Penguntitan Jampidsus

Nasional
Ahli Sebut Jaksa Agung Bukan 'Single Persecution' dalam Kasus Korupsi

Ahli Sebut Jaksa Agung Bukan "Single Persecution" dalam Kasus Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke