Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mengatakan, rekomendasi tersebut diambil untuk memenuhi hak kesehatan Lukas Enembe dan setelah memeriksa berbagai dokumen pengaduan yang diserahkan pihak Lukas Enembe kepada Komnas HAM.
"Adapun salah satu poin rekomendasi Komnas HAM RI kepada Ketua KPK adalah memastikan agar Lukas Enembe dapat melanjutkan program perawatan medis yang dibutuhkan yang diperoleh sejak sebelum penahanan untuk tetap dilanjutkan oleh dokter KPK maupun rumah sakit lain yang ditunjukan oleh KPK," ujar Uli dalam keterangan tertulis, Selasa (13/6/2023).
Uli mengatakan, selain meminta kepada KPK agar Lukas dapat perawatan, rekomendasi tersebut juga mengikat kepada Lukas Enembe.
Poin selanjutnya rekomendasi Komnas HAM ditunjukan kepada Lukas Enembe agar bersikap kooperatif menjalani pelayanan kesehatan yang diberikan KPK.
"Dan tidak melakukan tindakan yang justru dapat memperburuk kondisi kesehatannya. Hal ini dimaksudkan agar proses hukum berjalan dengan bebas, cepat dan sederhana," ujar Uli.
Sebelumnya, Komnas HAM disebut telah mengeluarkan rekomendasi, atas pengaduan keluarga Gubernur nonaktif Papua Lukas Enembe pada Jumat (9/6/2023).
Rekomendasi itu dikeluarkan setelah keluarga mengeluhkan kondisi kesehatan Lukas Enembe selama menjalani penahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
"Komnas HAM menyebut Bapak Lukas Enembe dapat melanjutkan program perawatan medis yang dibutuhkan, yang diperoleh sejak sebelum penahanan," ujar Ketua Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP), Petrus Bala Pattyona, kepada Kompas.com, Minggu (11/6/2023).
Menurut Petrus, dalam rekomendasinya, Komnas HAM meminta KPK memastikan Lukas Enembe dapat melanjutkan program perawatan medis seperti yang dijalani sebelum ditahan.
Surat yang ditandatangani Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI Uli Parulian Sihombing itu disampaikan kepada Ketua KPK RI Firli Bahuri.
Menurut dia, sebelum ditahan, Lukas Enembe dalam kondisi dirawat dan diawasi secara ketat kesahatannya oleh dokter pribadi dan dokter dari RS Mount Elizabeth, Singapura.
Selama dirawat, kata dia, Lukas Enembe diawasi pola makan dan perkembangan kesehatannya dari waktu ke waktu oleh perawat, dokter jaga, dan dokter pribadinya.
Dengan keluarnya rekomendasi dari Komnas HAM RI tersebut, Petrus berharap, pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dapat mengizinkan Lukas Enembe berobat dan mengalihkan penahanan dari tahanan rutan ke tahanan rumah atau tahanan kota.
“Karena memang Bapak Lukas harus segera dirawat karena ginjalnya telah tidak berfungsi dan menunggu waktu untuk cuci darah," kata Petrus.
"Tidak hanya itu, sekarang diketahui Bapak Lukas juga mengidap Hepatitis B yang dapat menulari tahanan lain dan pegawai rutan,” kata dia.
Awalnya, KPK hanya menemukan bukti aliran suap Rp 1 miliar dari Direktur PT Tabi Bangun Papua, Rijatono Lakka.
Namun, dalam persidangan Rijatono Lakka yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, terungkap jumlah suap yang diberikan kepada Lukas Enembe mencapai Rp 35.429.555.850 atau Rp 35,4 miliar.
“Terdakwa sebagai tim sukses Lukas Enembe kemudian meminta pekerjaan atau proyek kepada Lukas Enembe sebagai kompensasinya,” ujar Jaksa KPK Ariawan Agustiartono dalam sidang di Pengadilan Tipiko pada 5 April 2023.
Belakangan, KPK menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Status ini naik ke tahap sidik setelah KPK menemukan bukti permulaan yang cukup.
Sejauh ini, KPK telah menyita sejumlah aset terkait perkara Lukas Enembe dalam berbagai bentuk dengan nilai total lebih dari Rp 200 miliar.
Pada April, KPK menyita aset Lukas maupun pihak yang diduga terkait dengan kasusnya dengan nilai Rp 60,3 miliar.
Aset tersebut berupa sejumlah bidang lahan, rumah hingga apartemen yang tersebar di Jayapura, Papua; Bogor, Jawa Barat; hingga DKI Jakarta.
https://nasional.kompas.com/read/2023/06/13/17471981/keluarkan-rekomendasi-komnas-ham-minta-kpk-lanjutkan-perawatan-medis-lukas