Salin Artikel

[GELITIK NASIONAL] Gaduh Pemilu 2024: Isu Bocornya Putusan MK hingga Cawe-cawe Jokowi

JAKARTA, KOMPAS.com - Selamat pagi pembaca setia Kompas.com, semangat pagi. Sebelum memulai hari kembali, yuk simak ulasan peristiwa politik sepekan kemarin. Sebab sejumlah peristiwa politik terlalu menarik untuk dilewatkan begitu saja oleh para pembaca setia.

Sedikitnya, ada dua topik yang masih hangat hingga saat ini, nih. Di antaranya, desas-desus bocornya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 yang menyoal sistem pemilu. Topik lainnya, soal Presiden Joko Widodo yang mengaku cawe-cawe dalam gelaran Pemilu 2024.

Geliat peristiwa politik ini kami ulas dalam Gelitik Nasional, Gerakan Sepekan Politik Nasional. Ini dia rangkumannya.

Putusan MK bocor?

Sebenarnya, dari mana, sih, awal mula ramai isu putusan MK bocor? Jadi, kegaduhan ini berawal dari kabar yang diungkap oleh mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana.

Lewat kicauan di akun Twitter pribadinya, @dennyindrayana, Minggu (28/5/2023), Denny menuliskan bahwa dirinya mendapat informasi MK akan mengabulkan gugatan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Katanya, uji materi itu bakal mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Denny sendiri enggan mengungkap sumber informasi tersebut. Pakar hukum tata negara itu hanya memastikan, kabar tersebut dia dapat dari informan yang kredibel, patut dipercaya, dan bukan dari hakim MK.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi," tulis Denny di akun media sosialnya, sebagaimana dikutip setelah dikonfirmasi Kompas.com, Senin (29/5/2023).

Berdasarkan informasi yang ia dapat, kata Denny, enam dari sembilan hakim MK mengabulkan gugatan. Sementara, tiga lainnya menyatakan pendapat yang berbeda atau dissenting opinion.

Denny juga menyatakan enggak setuju jika pemilu kembali menerapkan sistem proporsional tertutup, nih. Sebab, menurut dia, dengan sistem tersebut, pemilih dalam pemilu hanya akan memilih tanda gambar partai tanpa mengetahui orang-orang yang akan menjadi wakil mereka di legislatif.

“Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif,” ujarnya.

Imbas pernyataan Denny, publik pun gaduh. Delapan dari sembilan fraksi di DPR RI menyatakan sikap tidak setuju atas sistem pemilu proporsional tertutup.

Siapa saja delapan fraksi itu? Rinciannya, Fraksi Gerindra, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Nasdem, Demokrat Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Yap, hanya PDI Perjuangan yang tak menyatakan ketidaksetujuan akan sistem pemilu proporsional tertutup.

Nggak cuma delapan fraksi DPR, Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sampai-sampai “turun gunung” karena perkara ini. Menurut SBY, mengubah sistem pemilu ketika tahapan tengah berlangsung bakal mengacaukan situasi.

“Apakah ada kegentingan & kedaruratan sehingga sistem pemilu diganti ketika proses pemilu sudah dimulai,” tulis SBY di Twitter, Minggu (28/5/2023).

“Ingat, DCS (Daftar Caleg Sementara) baru saja diserahkan kpd KPU. Pergantian sistem pemilu di tengah jalan bisa menimbulkan ‘chaos’ politik,” sambungnya.

Eits, tapi, tunggu dulu. Meski gaduh, sejak awal MK menyatakan bahwa tak ada putusan uji materi yang bocor. Ketua MK Anwar Usman menyatakan, judicial review terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 masih diproses oleh MK dan belum diputuskan.

"Apa yang bocor kalau belum diputus?" tanya Anwar Usman saat ditemui di Lapangan Selatan Monas, Jakarta, Kamis (1/6/2023).

Anwar bilang, rapat permusyawaratan hakim atas perkara ini belum digelar. Terbaru, pada 31 Mei 2023 kemarin, para pihak yang berperkara mulai dari pemohon, termohon, hingga pihak terkait baru menyerahkan kesimpulan atas perkara tersebut.

"Setelah itu baru ada rapat permusyawaratan hakim untuk tentukan apa putusannya. Tunggu saja," kata adik ipar Presiden Joko Widodo itu.

Mahfud bilang, putusan MK yang belum dibacakan sedianya masih berstatus rahasia negara. Sehingga, menurutnya, unggahan Denny bisa disebut pembocoran rahasia negara.

"Terlepas dari apa pun, putusan MK tak boleh dibocorkan sebelum dibacakan. Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah," kata Mahfud lewat akun Twitter resminya @mohmahfudmd yang dipantau Antara di Jakarta, Minggu (28/5/2023).

Terbaru, Deny dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri buntut cuitannya soal putusan MK sistem pemilu tertutup itu. Laporan tersebut teregister dalam Laporan Polisi (LP) bernomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tanggal 31 Mei 2023. Pelapor kasus ini berinisial AWW.

"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho dalam keterangannya, Jumat (2/6/2023).

Pelapor menuding bahwa lewat akun media sosialnya Denny mengunggah tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian terkait suku, agama, ras, antargolongan (SARA). Kemudian, berita bohong (hoaks), serta penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara.

"Dengan tindak pidana, yakni ujaran kebencian (SARA), berita bohong (hoaks), penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP," kata Sandi.

Tampaknya, perkara ini masih akan bergulir panjang, nih. Sebab, Bareskrim menyatakan akan segera memanggil Denny Indrayana untuk menindaklanjuti laporan tersebut. Jadi, kita tunggu saja kelanjutannya, ya!

Cawe-cawe Jokowi

Topik lain yang tak kalah heboh sepanjang pekan kemarin yakni soal cawe-cawe Presiden Joko Widodo terhadap Pemilu 2024. Sikap cawe-cawe Jokowi diungkap ketika presiden bertemu dengan para pimpinan media nasional dan sejumlah podcaster di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (29/5/2023).

Di hadapan para pimpinan media yang hadir, Jokowi mengakui bahwa dirinya cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024. Presiden mengeklaim, sikap itu demi kepentingan bangsa dan negara.

Tak lama, pihak Istana memberikan penjelasan atas pengakuan Jokowi tersebut. Deputi Bidang Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Presiden Bey Machmudin bilang, cawe-cawe yang dimaksud Jokowi adalah dalam rangka mengawal Pemilu Serentak 2024 berlangsung jujur, adil, dan demokratis.

"Terkait penjelasan tentang cawe-cawe untuk negara dalam pemilu, konteksnya adalah, presiden ingin memastikan Pemilu serentak 2024 dapat berlangsung secara demokratis, jujur dan adil," ujar Bey saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (29/5/2023).

Selain itu, kata dia, presiden berkepentingan agar pemilu berjalan dengan baik dan aman, tanpa meninggalkan polarisasi atau konflik sosial di masyarakat. Selanjutnya, kepala negara ingin pemimpin nasional ke depan dapat mengawal dan melanjutkan kebijakan-kebijakan strategis, seperti pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), serta hilirisasi dan transisi energi bersih.

Tak hanya itu, Jokowi juga berharap seluruh peserta Pemilu 2024 dapat berkompetisi secara bebas dan adil.

“Karenanya presiden akan menjaga netralitas TNI, Polri, dan ASN," kata Bey.

Lebih lanjut, Bey menyebut, presiden ingin pemilih mendapat informasi dan berita yang berkualitas tentang peserta pemilu dan proses pemilu. Dengan demikian, upaya pencegahan berita bohong/hoaks, dampak negatif artificial intelligence atau kecerdasan buatan, hingga black campaign atau kampanye hitam melalui media sosial dapat maksimal.

"Presiden akan menghormati dan menerima pilihan rakyat. Presiden juga akan membantu transisi kepemimpinan nasional dengan sebaik-baiknya," tutur Bey.

Pengakuan Jokowi soal cawe-cawe dalam urusan Pemilu 2024 itu pun menuai kritik, salah satunya dari Partai Demokrat. Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Benny K Harman menilai, sebagai seorang Kepala Negara, Jokowi tidak sepatutnya ikut campur dalam urusan politik

"Loh, presiden itu kan kepala negara, bukan ketua umum partai juga. Kepala negara menurut kami sih harus netral ya, tidak boleh cawe-cawe," kata Benny di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Jika kepala negara ikut cawe-cawe, kata Benny, terbuka peluang pemimpin lembaga negara lainnya juga turut mencampuri urusan pemilu. Padahal, itu tak semestinya terjadi.

Menurut Benny, presiden sangat mungkin menggunakan aparatur negara untuk mewujudkan kepentingannya jika ikut campur dalam urusan pemilu. Oleh karenanya, dia berharap presiden lebih bersikap bijak.

"(Sebaliknya) dia (Jokowi) harus menjaga iklim demokrasi, menjaga iklim persaingan sehat dalam politik sebab dia adalah Kepala Negara, dia bukan kepala petugas partai," tutur anggota Komisi III DPR RI tersebut.

Demokrat juga meminta Jokowi fokus bekerja untuk rakyat ketimbang cawe-cawe urusan Pemilu 2024. Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai, cawe-cawe berarti melakukan sesuatu di luar wewenang dan tanggung jawabnya.

“Seharusnya beliau menyampaikan, saya akan fokus dengan tugas dan tanggung jawab utama saya. Bukan malah menyampaikan saya akan cawe-cawe demi kepentingan negara,” kata Herzaky dalam keterangannya, Selasa (30/5/2023).

Menurut Herzaky, saat ini masyarakat lebih ingin Jokowi menyelesaikan berbagai pekerjaan rumah sebelum lengser pada akhir 2024. Salah satu yang masih belum terselesaikan yakni tingginya angka kemiskinan dan tingkat pengangguran.

“Fokus saja bekerja untuk rakyat di sisa masa kepemimpinannya, agar bisa meninggalkan hal baik untuk penerusnya,” tutur dia.

Namun begitu, Jokowi tetap mendapat pembelaan, terutama oleh partai politik koalisi pemerintah. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPP PDI-P Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul misalnya, meyakini bahwa Jokowi akan cawe-cawe sesuai adab dan tidak akan mengintervensi hasil Pemilu 2024.

"Cawe-cawe ini bahasa kosakata diksi Jawa, diksi Jawa Tengah kalau orang Jawa Tengah tahu. Cawe-cawe itu artinya adalah akan ikut campur, ikut mewarnai," kata Pacul di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Pacul pun setuju presiden tak boleh ikut campur dalam penetapan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Sebab, menurutnya, hal itu merupakan urusan partai politik.

Dia menegaskan bahwa Jokowi tidak punya keinginan untuk melakukan intervensi hasil pemilu.

"Enggak dong, itu maka saya katakan kepatutannya cawe-cawe dalam bahasa Jawa ada kepatutannya. Enggak boleh cawe-cawe mengintervensi itu, enggak boleh," kata Pacul lagi.

Nggak cuma Pacul, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman juga mengaku tak mempersoalkan jika presiden cawe-cawe dalam urusan politik. Menurutnya, sikap tersebut menandakan bahwa Jokowi ingin capaiannya selama 10 tahun menjabat sebagai Kepala Negara dilanjutkan oleh pemimpin sesudahnya.

"Saya memang berpendapat apa yang disampaikan Pak Jokowi sangat tepat, sangat benar. Jangan dianggap salah. Karena sebagai warga punya kepentingan Indonesia ke depan," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (30/5/2023).

Menurut Habiburokhman, cawe-cawe Jokowi merupakan hak politik dan aspirasi pribadi. Namun, ia menilai Jokowi harus menyampaikan sekali lagi pada publik terkait cawe-cawe yang tak melanggar aturan dan ketentuan Pemilu 2024.

Sampai saat ini pun, pernyataan Jokowi soal cawe-cawe Pemilu 2024 masih menuai pro dan kontra nih. Lantas, bagaimana menurut Anda, pembaca setia Kompas.com?

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/05/05300081/-gelitik-nasional-gaduh-pemilu-2024--isu-bocornya-putusan-mk-hingga-cawe

Terkini Lainnya

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke