Salin Artikel

Mochtar Pabottingi, Antara Politik dan Deretan Karya Sastra

JAKARTA, KOMPAS.com - Bangsa Indonesia kehilangan sosok seorang ilmuwan politik nasional, Mochtar Pabottingi. Dia wafat pada Minggu (4/6/2023) sekitar pukul 00.30 WIB.

Jenazah Mochtar bakal disemayamkan di rumah duka di Jalan Plafon, Kayu Putih, Pulo Gadung, Jakarta Timur.

Kabar wafatnya sang ilmuwan disampaikan oleh Kepala Biro Komunikasi Publik, Umum, dan Kesekretariatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Driszal Fryantoni.

"Benar mas, seperti berita yang kami terima," kata Driszal kepada Kompas.com.

Mendiang dikenal sebagai pemerhati politik sekaligus penulis.

Mochtar lahir di Bulukumba, Sulawesi Selatan, pada 17 Juli 1945. Dia lantas bersekolah hingga lulus dari SMEA Negeri 1 Makassar pada 1963.

Setelah itu Mochtar melanjutkan pendidikan ke Fakultas Sosial Politik di Universitas Hasanuddin, Makassar.

Akan tetapi, setahun setelahnya Mochtar memilih pindah ke Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Universitas Hasanuddin. Dia kemudian lulus sebagai sarjana muda pada 1968.

Setahun usai lulus dari Universitas Hasanuddin, Mochtar kemudian memperoleh beasiswa selama 3 tahun dari Caltex Pacific Indonesia (CPI). Dia kemudian melanjutkan studi Sastra Inggris di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, sampai lulus pada 1972.

Pada 1974, Mochtar memutuskan pindah ke Jakarta. Dia sempat bekerja selama 6 bulan sebagai press assistant di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta.

Setahun kemudian Mochtar bekerja sebagai co-editor majalah Titian yang dikelola Kedutaan Besar Amerika Serikat.

Pada 1977, Mochtar lolos seleksi sebagai peneliti Lembaga Kemasyarakatan dan Ekonomi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LEKNAS-LIPI), kin bernama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Mochtar lantas melanjutkan pendidikan setelah memperoleh beasiswa Fulbright Hayes tingkat Master di Fakultas Sosiologi, University of Massachusetts di Ammherst, Massachusetts, Amerika Serikat.

Setelah itu Mochtar kembali meraih beasiswa doktoral dari East-West Center dan menempuh studi di Fakultas Ilmu Politik, Universitas Hawaii, Manoa, Amerika Serikat.

Mochtar kemudian mendapat beasiswa dari Ford Foundation pada 1987 sampai 1989 untuk penulisan disertasi yang berjudul "Nationalism and Egalitarianism in Indonesia, 1908-1980: Probing the Problem of Discontinuity in Indonesian Political Discourses and Practices."

Setelah itu Mochtar melanjutkan karier sebagai peneliti di Pusat Penelitian dan Pengembangan Politik dan Kewilayahan LIPI. Dia kemudian diangkat sebagai kepala balai bidang politik.

Mochtar kemudian meraih gelar Ahli Peneliti Utama pada 22 Juni 2000. Dua tahun kemudian dia diangkat sebagai anggota Akademi Jakarta.

Karier Mochtar pada bidang akademis terus menanjak dan dia diangkat sebagai Kepala Puslitbang Politik dan Kewilayahan LIPI. Dia menduduki jabatan itu dalam kurun 1994 sampai 2001.

Mochtar juga pernah menjadi salah satu anggota Panitia Seleksi (Pansel) Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2013.

Dia juga pernah menjadi salah satu guru besar LIPI yang tergabung dalam Wadah Guru Besar Antikorupsi.

Mereka sempat mengirim surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2019 silam yang berisi dorongan supaya lebih selektif dan mengutamakan integritas serta rekam jejak para calon komisioner KPK yang diajukan oleh panitia seleksi.

Mochtar sempat mengambil sikap politik dengan mendukung pasangan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) dalam Pilpres 2014 silam.

Di sisi lain, dia juga pernah menuliskan opini yang diunggah Kompas.com pada 22 September 2011 tentang mendiang aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib.

Menurut dia, rakyat Indonesia harus terus menuntut keadilan bagi Munir yang dinyatakan meninggal diracun dalam penerbangan dari Indonesia ke Belanda pada 7 September 2004.

Menurut Mochtar, Munir adalah seorang warga Indonesia yang sikapnya patut diteladani lantaran dianggap sebagai penantang paling berani dari privilese-privilese kekuasaan yang korup dan biadab.

"Pasti kita bisa menarik benang merah antara sosok perjuangan Munir dan falsafah bangsa kita. Seingat saya, Munir tak pernah menghiasi wicara ataupun pernyataan-pernyataannya dengan menyitir Pancasila. Toh, siapa pun yang bisa menyimak dengan jernih akan sulit membantah kenyataan bahwa dia adalah salah seorang pengejawantah paling setia dan paling kukuh dari sebagian besar sila di dalamnya," demikian tulis Mochtar.

Mochtar mulai rajin menulis sejak kuliah di Universitas Hasanuddin. Cerita pendek karyanya kerap muncul di surat kabar mingguan di Makassar.

Selain menulis cerpen, Mochtar juga gemar menulis puisi. Karyanya bisa disimak di majalah Basis dan Horison antar 1971 sampai 1972.

Selain itu karya Mochtar juga pernah muncul di surat kabar Kompas pada 1974, majalah Tempo pada 1976, dan majalah Prisma pada 1977.

Puisi karya Mochtar dimuat dalam antologi bertajuk Tonggak 3 yang terbit pada 1987.

Kumpulan puisi Mochtar juga bisa disimak dalam buku Suara Waktu (1999), Rimba Bayang-Bayang (2003). Dia juga menerbitkan sebuah novel bertajuk Burung-Burung Cakrawala (2013).

https://nasional.kompas.com/read/2023/06/04/11043791/mochtar-pabottingi-antara-politik-dan-deretan-karya-sastra

Terkini Lainnya

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Risma Relokasi 2 Posko Pengungsian Banjir Lahar Dingin di Sumbar yang Berada di Zona Merah

Nasional
Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Ahok Masuk Bursa Bacagub Sumut, PDI-P: Prosesnya Masih Panjang

Nasional
Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Bantah PDI-P soal Jokowi Menyibukkan Diri, Ali Ngabalin: Jadwal Padat, Jangan Gitu Cara Ngomongnya...

Nasional
Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Pimpin Langsung ‘Tactical Floor Game’ WWF di Bali, Luhut: Pastikan Prajurit dan Komandan Lapangan Paham yang Dilakukan

Nasional
Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Setara Institute: RUU Penyiaran Berpotensi Perburuk Kebebasan Berekspresi melalui Pemasungan Pers

Nasional
Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Masuk Daftar Cagub DKI dari PDI-P, Risma: Belum Tahu, Wong Masih di Kantong...

Nasional
KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

KPK Geledah Lagi Rumah di Makassar Terkait TPPU SYL

Nasional
Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Puan Minta DPR dan IPU Fokus Sukseskan Pertemuan Parlemen pada Forum Air Dunia Ke-10

Nasional
Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Yusril: Serahkan kepada Presiden untuk Bentuk Kabinet Tanpa Dibatasi Jumlah Kementeriannya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke