JAKARTA, KOMPAS.com - Pendaftaran calon anggota legislatif (caleg) Pemilu 2024 sudah dibuka. Masa pendaftaran berlangsung selama 14 hari, terhitung sejak 1 Mei hingga 14 Mei 2023.
Bakal caleg pun ramai-ramai mendatangi Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk mendaftarkan diri sebagai caleg Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, maupun DPRD Kabupaten/Kota.
Bagi sebagian kalangan, menjadi caleg berarti harus melepaskan jabatan yang tengah diemban. Undang-undang mensyaratkan sejumlah pejabat dan profesi mundur dari jabatannya sebelum berkontestasi di panggung pemilu legislatif. Siapa saja mereka?
Syarat menjadi caleg
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur syarat bakal calon anggota legislatif yang hendak berlaga pemilu.
Warga Negara Indonesia (WNI) yang dapat mendaftar sebagai calon anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota harus memenuhi sejumlah persyaratan di antaranya:
Menurut Pasal 240 Ayat (1) huruf k UU Pemilu, sejumlah kalangan wajib mundur dari jabatannya jika hendak maju caleg. Mereka yakni:
Lalu, Pasal 240 Ayat (1) huruf l UU yang sama mengatur bahwa bakal caleg harus bersedia untuk tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah, atau tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang berhubungan dengan keuangan negara serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara, Pasal 240 Ayat (1) hutuf m menyebutkan, bakal caleg mesti bersedia untuk tidak rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas dan pada badan usaha milik negara dan/atau badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari keuangan negara.
Selain jabatan-jabatan di atas, kepala desa yang hendak maju sebagai caleg juga wajib untuk mundur dari jabatannya. Aturan ini tertuang dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.
“Mengundurkan diri sebagai kepala desa, perangkat desa, atau anggota badan permusyawaratan desa yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali,” demikian bunyi Pasal 11 Ayat (2) huruf b PKPU Nomor 10 Tahun 2023.
Aturan kades mundur tersebut merujuk pada Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Pasal 29 huruf i UU tersebut melarang kepala desa rangkap jabatan sebagai anggota legislatif.
Menteri jadi caleg
Namun, syarat tersebut tidak berlaku buat menteri kabinet. Tak ada aturan yang mengharuskan menteri mundur jika menjadi calon anggota legislatif.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 57/PUU-XI/2013 menegaskan bahwa menteri tak harus mundur untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPD, atau DPRD.
Putusan ini diketok oleh Ketua MK kala itu, Hamdan Zoelva, yang memimpin sidang pembacaan uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Jabatan menteri berbeda dengan jabatan lain seperti bupati yang dipilih secara demokratis sehingga eksistensinya bergantung pada yang bersangkutan. Berbeda pula dengan pejabat BUMN yang terikat pada aturan disiplin di lingkungan BUMN dan pemegang saham.
Memang, menurut Mahkamah, menteri yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif berpotensi menyalahgunakan kekuasaan dan memanfaatkan fasilitas pemerintah untuk kepentingan pencalonannya.
Namun, Mahkamah menilai, hal itu dapat ditekan karena ada mekanisme kontrol dari Presiden, DPR, maupun oleh masyarakat.
“Betapa pun besarnya kewenangan menteri, namun segala kebijakan yang dibuat menteri, tidak terlepas dari kontrol Presiden, karena menteri adalah pembantu Presiden sebagaimana dimaksud Pasal 17 UUD 1945,” demikian argumen MK.
https://nasional.kompas.com/read/2023/05/12/16492331/selain-kepala-desa-sederet-pejabat-ini-harus-mundur-dari-jabatan-jika-jadi