Salin Artikel

Bola Liar Lobi-lobi Koalisi Menuju Pemilu Presiden 2024

SEPEKAN terakhir, pemberitaan media massa masih tak jauh-jauh dari tarik ulur koalisi pengusung bakal calon presiden. Namun, gelagatnya perjalanan masih panjang. Bahkan, bisa jadi gulirannya pun mungkin saja bak bola liar, tak seperti bayangan awal.

"Kalau dalam sebulan ini tak ada deklarasi (pengusungan pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden) Anies (Baswedan) dan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono), besar kemungkinan peta koalisi akan berubah banyak, seperti bola liar," kata peneliti Institut Riset Indonesia (Insis) dan founder Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD), Dian Permata, Kamis (4/5/2023).

Pernyataan Dian hanya satu kalimat. Namun, implikasinya luas. Terlebih lagi, hingga tulisan ini tayang, laju pembentukan koalisi pengusung pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden masih belum juga ada letupan besar.

Pengusungan Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Jumat (21/4/2023), semula diyakini akan mengubah proyeksi peta koalisi pengusung pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden untuk Pemilu Presiden 2024. 

Kepastian rencana PDI-P mengusung Ganjar disebut akan memunculkan skenario realistis untuk Pemilu Presiden 2024, yaitu diikuti tiga koalisi pengusung pasangan calon, yang itu adalah poros Ganjar, poros Prabowo Subianto, dan poros Anies.

Kemungkinan kejutan

Namun, Dian memperkirakan bisa saja skenario yang nanti terjadi justru di luar dugaan. Misal, kata dia memberi contoh, Prabowo berpasangan dengan Anies. Dalam hal skenario ini terjadi, Dian berkeyakinan Partai Golkar berpeluang menjadi salah satu partai yang akan turut merapat. 

"Bisa jadi Anies menjadi bakal calon wakil presiden untuk Prabowo, dengan pertimbangan dan mungkin deal tertentu bersama Partai Demokrat. Misal, AHY nantinya di-plot untuk DPR," papar Dian memberi contoh. 

Sejumlah sudut pandang melatari kemungkinan skenario ini, termasuk sejumlah kasus hukum yang masih bergulir. Contoh, Partai Demokrat masih harus menghadapi upaya peninjauan kembali (PK) terkait kepengurusan partai. Belum lagi kasus pidana yang membayangi kader partai dari wacana Koalisi Perubahan.

Adapun kemungkinan Partai Golkar bisa merapat ke skenario Prabowo-Anies ini, menurut Dian karena punya kedekatan tersendiri secara emosi. "Deal-deal bisa lebih enak dengan Prabowo," ujar dia.

Belum lagi, lanjut Dian, Partai Golkar juga punya pengalaman bahwa bergabung ke koalisi pengusung Jokowi pun ternyata tak memberikan banyak kursi kabinet bagi partai peraih suara ketiga terbanyak di Pemilu Legislatif 2019 ini. Lalu, belajar dari kabinet periode kedua Jokowi, partai di luar koalisi pengusung nyatanya bisa masuk pula ke jajaran para pembantu presiden. 

"DNA Golkar tidak pernah di luar kekuasaan. Mau masuk koalisi yang mana pun, Golkar akan menemukan cara mendapatkan bagian di kekuasaan. Namun, probabilitas sekarang, Golkar akan lebih diuntungkan bila merapat ke (skenario) Prabowo-Anies," ujar Dian. 

Kalaupun Golkar tetap berkehendak mengusung pasangan bakal calon presiden dan bakal calon wakil presiden pada Pemilu Presiden 2024 dan ada lebih dari dua pasangan kandidat berkontestasi, Dian memperkirakan partai ini cenderung tidak merapat ke poros Ganjar dan siapa pun pasangannya nanti pada putaran kedua.

Peran Jokowi dalam lobi-lobi koalisi

Yang cukup membetot perhatian publik juga adalah pertemuan para pimpinan partai politik dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sejak sebelum Ganjar Pranowo—koleganya di Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)—dinyatakan akan menjadi bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024, Jokowi sudah kedapatan aktif menginisiasi wacana yang dibanderol sebagai Koalisi Besar.

Prabowo dan Partai Gerindra yang hingga tulisan ini tayang menyatakan masih tetap akan menjalankan kesepakatan internal mereka pada Agustus 2022 untuk mengusung lagi Prabowo menjadi bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024 adalah salah satu yang terus terlibat dalam pertemuan dengan Jokowi.

Sebaliknya, Partai Nasdem yang adalah salah satu partai pengusung Jokowi di pemilu sebelumnya, malah tak tampak dalam sejumlah pertemuan para tokoh wacana Koalisi Besar. 

Menjadi semakin menarik bila dikulik lebih jauh bahwa Jokowi dalam sejumlah kesempatan sempat meng-endorse Prabowo dan Ganjar sekaligus sebagai sosok-sosok yang layak menjadi pemimpin nasional di periode berikutnya. 

Bagi sejumlah kalangan, penempatan diri Jokowi dalam lobi-lobi koalisi untuk suksesi mendatang punya banyak penafsiran. Namun, penafsiran yang paling jamak adalah soal legacy, walaupun ini juga punya aneka penerjemahan.

"Kalau (legacy) program kerja, terlalu absurd. Ganti pejabat saja biasa ganti program," ujar Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Ahmad Khoirul Umam, Senin (24/4/2023), tentang tafsir orkestrasi Jokowi dalam wacana koalisi ini.

Menurut Umam, yang paling masuk akal adalah kepentingan untuk proteksi ketika Jokowi telah lengser keprabon alias tidak lagi menjadi Presiden Indonesia. 

"Mungkin saja Pak Jokowi takut dikuya-kuya (diperlakukan buruk, red) jika tak ada episentrum kekuasaan yang memproteksi," kata Umam. 

Umam melihat ini lebih ke persoalan martabat dan nama baik keluarga Jokowi pada masa mendatang. 

Perguliran wacana koalisi sejauh ini

Di luar wacana Koalisi Besar dan pengusungan Ganjar sebagai bakal calon presiden dari PDI-P, sudah lebih dulu ada tiga wacana lain koalisi. Dalam ketiga koalisi itu tak ada klaim dukungan dari PDI-P.

Yang pertama adalah Koalisi Perubahan, berisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrat, dan Partai Nasional Demokrat (Nasdem). Bermodal 163 kursi DPR (28,4 persen) dan 31,05 perolehan suara Pemilu Legislatif 2019, mereka berencana mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024.

Lalu, ada Koalisi Indonesia Bersatu (KIB). Motornya adalah Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dengan modal 148 kursi di DPR (25,7 persen) dan 28,9 persen perolehan suara Pemilu Legislatif 2019, ada sederet nama yang konon siap dipinang, baik untuk bakal calon presiden maupun bakal calon wakil presiden.

Di KIB antara lain ada Airlangga Hartarto dari Partai Golkar, Zulkifli Hasan dari PAN, dan belakangan Sandiaga Uno yang hengkang dari Partai Gerindra untuk bergabung ke PPP.

Wacana ketiga adalah Koalisi Indonesia Raya (KIR), dengan Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai motornya. Berbekal 136 kursi di DPR (23,7 persen) dan 25,91 persen perolehan suara di Pemilu Legislatif 2019, mereka berencana mengusung Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden di Pemilu Presiden 2024.

Di luar tiga wacana itu, muncul pula orkestrasi wacana Koalisi Besar. Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut sebagai orang di balik orkestrasi ini. Dalam wacana Koalisi Besar, partai yang dilibatkan adalah Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, PAN, dan PPP.

Dengan komposisi itu, mereka memiliki bekal 284 kursi di DPR (49,4 persen) dan 54,1 persen perolehan suara di Pemilu Legislatif 2019. Penunjukan Ganjar menjadi bakal calon presiden dari PDI-P pun disebut menjadi bagian untuk mendorong partai ini bergabung dalam wacana Koalisi Besar.

Bila skenario ini benar terjadi maka modal Koalisi Besar pun melejit menjadi 412 kursi di DPR (71,7 persen) dan 78,48 persen perolehan suara di Pemilu Legislatif 2019.

Sejauh ini, deklarasi pengusungan Ganjar sebagai bakal calon presiden dari PDI-P di Pemilu Presiden 2024 baru mendatangkan kepastian dukungan dari PPP di antara partai pemilik kursi DPR. Dukungan lain yang sudah dideklarasikan barulah dari Partai Hanura dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang tak punya kursi di DPR. 

Dari pemetaan awal berdasarkan wacana-wacana koalisi yang sudah ada, KIB hampir pasti terkoyak, meski masih punya cukup dukungan seandainya tetap hendak menjadi poros tersendiri, untuk sementara ini. Adapun posisi wacana Koalisi Perubahan dan KIR relatif tidak banyak riak hingga tulisan ini tayang. 

Terus ikuti perkembangan lobi-lobi politik menjelang Pemilu 2024 ini, antara lain lewat tautan liputan khusus Menuju Pemilu 2024 di Kompas.com.


Naskah: KOMPAS.com/PALUPI ANNISA AULIANI

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/04/12151441/bola-liar-lobi-lobi-koalisi-menuju-pemilu-presiden-2024

Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke