Penetapan ini seiring dengan meletusnya peristiwa penyerangan yang dilancarkan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) terhadap Satuan Tugas (Satgas) Batalion Infanteri (Yonif) Raider 321/Galuh Taruna, Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Akibat serangan ini, empat prajurit gugur. Mereka yakni Pratu Kurniawan, Pratu Ibrahim, Prada Sukra, Pratu Miftahul Arifin.
Mereka gugur ketika berupaya membebaskan pilot Susi Air, Philip Marks Methrtens yang disandera KKB.
Keempat jenazah kusuma bangsa kini telah diterbangkan menuju daerah asal pada Kamis (20/4/2023).
Lantas, apa maksud status operasi siaga tempur yang ditetapkan oleh TNI. Begini penjelasannya:
Tak ubah bentuk operasi
Pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menjelaskan, operasi siaga tempur TNI di Papua pada dasarnya tak mengubah bentuk operasi di lapangan, khususnya untuk wilayah yang masuk kategori rawan.
Sebaliknya, operasi siaga tempur hanya meningkatkan status kesiapsiagaan prajurit di lapangan.
Adapun skema operasi ini, misalnya, penetapan status siaga 3. Status pada level ini mengharuskan setiap personel tidak boleh keluar kota tempat mereka bertugas.
Selanjutnya, ada siaga 2 yang mewajibkan prajurit untuk siap siaga di markas mereka bertugas.
Lalu ada pula siaga 1. Pada level ini, pusat komando menempatkan personel-personel TNI di pos-pos yang sudah ditentukan sebelumnya.
"Siaga tempur ini kira-kira artinya adalah personel sudah ditempatkan di pos dan senjata harus dibawa kemana-mana dan siap tembak," ujar Fahmi kepada Kompas.com, Kamis (20/4/2023).
Artinya, semua bentuk persenjataan yang digunakan sudah siap tembak jika sewaktu-waktu ancaman hadir.
Dalam kondisi ini pula, Fahmi mengatakan, pasukan tidak perlu ragu-ragu untuk melepaskan tembakan ketika terjadi penghadangan atau penyerangan, dalam hal ini oleh KKB.
Selain itu, Fahmi menuturkan, kehadiran TNI di Papua dengan membantu tugas Polri masih dalam koridor Operasi Militer Selain Perang (OMSP).
Hal itu sebagaimana diatur dalam Pasal 7 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.
"Karena tidak ada yang berubah secara signifikan, operasi di Papua masih merupakan operasi penegakkan hukum yang dikendalikan oleh Polri, ya semuanya masih legal dan tidak berada di luar hukum," tegas Fahmi.
Fahmi menambahkan, penetapan status siaga tempur sebagaimana pernyataan Panglima TNI tidak membutuhkan kebijakan dan keputusan politik negara.
Kebijakan dan keputusan politik negara baru dibutuhkan jika pemerintah berencana mengubah tugas TNI di Papua.
Dari yang semula OMSP untuk membantu Polri menjadi OMSP untuk mengatasi gerakan separatis bersenjata atau pemberontakan bersenjata.
"Sampai saat ini kita belum mendengar ada rencana pemerintah untuk pertama-tama menetapkan kelompok bersenjata di Papua itu sebagai gerakan separatis atau pemberontak, kemudian dengan persetujuan DPR, Presiden memerintahkan TNI untuk mengatasinya," imbuh dia.
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/21/05300021/tni-siaga-tempur-di-papua-apa-maksudnya-begini-penjelasannya