Salin Artikel

Merri Utami Dapat Grasi, Kuasa Hukum Minta Jokowi Ringankan Lagi Pidananya

Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat yang juga kuasa hukum Merri Utami, Aisyah Humaida mengatakan, setidaknya ada empat alasan agar hukuman kliennya kembali diringankan setelah mendapat grasi dari pidana mati menjadi seumur hidup.

Pertama, keputusan presiden terkait grasi Merri Utami dinilai tidak mempertimbangkan durasi pemenjaraan Merri yang sudah mencapai 22 tahun dan pernah menjalani rangkaian pelaksanaan eksekusi mati 2016.

"Meski eksekusi mati tersebut ditunda sampai batas waktu yang tidak ditentukan, MU (Merri Utami) menghadapi beban psikologis dan mental yang bertubi-tubi," kata Aisyah saat konferensi pers di Kantor LBH Masyarakat, Tebet, Kamis (13/4/2023).

Alasan kedua, keppres grasi itu dikeluarkan melebihi jangka waktu yang diatur dalam Pasal 11 Ayat (3) Undang-Undang Grasi.

Dalam Undang-Undang disebutkan, Presiden semestinya memberikan atau menolak grasi paling lama tiga bulan sejak diterima pertimbangan MA.

"Sementara keppres ini dikeluarkan hampir enam tahun lebih. Durasi putusan grasi yang lewat dari ketentuan mendorong terjadinya fenomena death row phenomenon," ujar Aisyah.

Alasan ketiga, terjadinya fenomena gangguan psikologis akibat pidana mati yang dialami Merri ini harus jadi pertimbangan untuk membebaskan Merri dari pemenjaraan yang sudah puluhan tahun dijalani.

Karena dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kata Aisyah, batas durasi maksimal penjara adalah 20 tahun.

Alasan terakhir, selama Merri menjalani proses pemidanaan, ia tidak pernah melanggar tata tertib yang dibuat di internal lapas.

Merri juga disebut memberikan manfaat bagi warga binaan dan petugas yang dibuktikan dari penghargaan dan karya.

"Oleh karena itu, kami meminta Presiden dan Menteri Hukum dan HAM untuk menindaklanjuti kembali putusan seumur hidup yang telah diputuskan kepada MU menjadi pidana penjara dengan waktu tertentu yang nantinya dapat membebaskan MU dari proses pemenjaraan yang selama ini telah dijalani dan telah melebihi durasi maksimal pemenjaraan," ujar Aisyah.

Adapun grasi yang diberikan Jokowi pada Merri Utami diterbitkan pada 27 Februari 2023.

Namun, Merry baru mengabarkan kepada kuasa hukumnya pada 24 Maret 2023 melalui sambungan telepon.

Saat mendapat kabar tersebut, Aisyah tidak langsung percaya. LBH Masyarakat mencoba melakukan konfirmasi melalui Kementerian Hukum dan HAM.

Pada 6 April 2023, LBH Masyarakat kemudian datang ke lapas, memastikan hukuman dari Merri sudah berubah dari hukuman mati menjadi penjara seumur hidup setelah mendapat grasi dari Jokowi.

Merri merupakan terpidana mati dalam kasus 1,1 kologram heroin yang diungkap di Bandara Soekarno-Hatta pada 2001.

Ia dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri Tangerang karena kedapatan membawa heroin saat pulang dari Taiwan.

Namun, Komnas Perempuan saat itu menyebut Merri sebagai korban perdagangan orang. Merri hanya tahu dititipkan tas di Nepal oleh kekasihnya Jerry, melalui Muhammad dan Badru.

Merry sempat curiga karena tas tersebut lebih berat dari biasanya. Namun, pemberi tas menampik dengan menyebut tas yang ia bawa berat karena kualitas kulit yang bagus.

Merri membawa tas itu ke Jakarta pada 31 Oktober 2001 seorang diri melalui bandara Soekarno-Hatta.

Merri pun ditangkap di Bandara Soekarno Hatta karena membawa 1,1 kilogram heroin yang terdapat di dinding tas.

https://nasional.kompas.com/read/2023/04/13/21012651/merri-utami-dapat-grasi-kuasa-hukum-minta-jokowi-ringankan-lagi-pidananya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke