Hal itu diungkapkan Rudiantara saat menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi satelit di Kemenhan, untuk terdakwa eks Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan Laksamanan Muda (Purn) Agus Purwoto; Komisaris Utama PT DNK, Arifin Wiguna; Direktur Utama PT DKN, Surya Cipta Witoelar; dan Senior Advisor PT DNK, Thomas Anthony Van Der Heyden.
Rudiantara mengatakan, saat itu pengelolaan satelit di slot orbit 123 derajat BT dilaksanakan oleh PT Pasifik Satelit Nusantara (PSN). Tetapi, ada persoalan teknis yang menyebabkan satelit keluar dari slot orbit 123.
Pemerintah, menurutnya, lalu melakukan evaluasi untuk dapat menyelesaikan persoalan pengisian satelit di slot orbit 123 BT. Kemenkominfo pun membuka peluang ke beberapa pihak yang ingin mengelola satelit di slot orbit tersebut.
“PSN sendiri sebetulnya mau meneruskan, tetapi PSN meminta subsidi yang tentu di luar kewenangan Kemenkominfo. Subsidi itu ada biaya-biaya yang harus ditanggung pemerintah,” kata Rudiantara dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (6/4/2023).
Rudiantara mengungkapkan, Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (SDPPI) Kemenkominfo kemudian mengundang calon operator yang bersedia mengelola satelit tersebut.
Mereka adalah PT PSN, PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK), dan PT Sarana Mukti Adijaya (PT SMA).
Menurut eks Menkominfo itu, PT DNK dan PT SMA tidak berpengalaman dalam pengelolaan satelit. Sementara PT PSN mau mengelola dengan syarat diberikan subsidi yang membebani pemerintah.
Dari beberapa pihak swasta yang mengajukan diri, ternyata Kementerian Pertahanan telah sejak lama menyatakan keinginannya mengelola satelit di orbit 123 tersebut.
"Kami dapat info sebetulnya pemerintah Indonesia dari 2013 sudah bicarakan slot 123 ditujukan surat Menkopolhukam ke Presiden ditembuskan ke Menkominfo. Saat itu ada keinginan di slot 123 derajat oleh Kemenhan,” ujar Rudiantara.
“2014, Menhan kirim surat ke Presiden tembuskan ke Menkominfo spesifik harapkan bisa peroleh hak pengelolaan di 123 untuk sistem pertahanan. Saat itu Menhannya Purnomo Yusgiantoro,” katanya lagi.
“Jadi pilihan dari Kominfo operator yang lebih cocok itu Kemenhan?” tanya Ketua Majelis Hakim Fahzal Henri.
“Betul yang mulia. Saya lebih percaya kepada pemerintah yang mulia,” kata Rudiantara yang kini menjabat Komisaris PT Indosat Ooredoo Tbk itu.
"Keputusan Menkominfo di Mei 2016 tentang hak pengelolaan diberikan ke Kemenhan. Setelah November 2015, Kemenhan ajukan surat meminta dia sebagai operator di 123," kata Rudiantara.
Dalam kasus ini, empat terdakwa diduga telah menimbulkan kerugian kerugian negara sebesar Rp 453.094.059.540,68 dalam kasus dugaan korupsi pengadaan satelit slot orbit 123 derajat BT kontrak sewa satelit Artemis Avanti di Kemenhan.
Dugaan kerugian negara tersebut didapatkan dari laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara atas perkara dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan satelit slot orbit 123° BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.
Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto disebut jaksa diminta oleh Thomas Anthony Van Der Heyden, Arifin Wiguna dan Surya Cipta Witoelar untuk menandatangani kontrak sewa Satelit Floater, yaitu Satelit Artemis antara Kementerian Pertahanan RI dengan Avanti Communication Limited meskipun sewa satelit itu tidak diperlukan.
Atas tindakannya, empat terdakwa dalam kasus ini dinilai telah melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2023/04/06/18042071/rudiantara-ungkap-alasan-kemenhan-jadi-operator-satelit-slot-orbit-123