Salin Artikel

Wamenkumham Sebut Asprinya Tidak Dibayar Negara, Sudah Melekat Sebelum Jadi Pejabat

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy mengatakan, asisten pribadinya (aspri) tidak dibayar oleh negara.

Eddy mengatakan, Yogi Ari Rukmana yang disebut menjadi perantara penerimaan gratifikasi Rp 7 miliar oleh Ketua Indonesia Police Watch (IPW), Sugeng Teguh Santoso bukan aparatur sipil negara (ASN).

“Ini adalah Yogi Ari Rukmana, dia adalah asisten pribadi yang melekat pada Eddy,” kata Eddy usai memberikan klarifikasi ke Bagian Pengaduan Masyarakat (Dumas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (20/3/2023).

Eddy menuturkan, Yogi juga bukan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) maupun Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN).

Ia menjelaskan, pegawai kontrak yang dibayar negara ada dua, yakni P3K dan PPNPN. Namun, asisten pribadinya itu tidak menyandang status pegawai negeri, P3K, maupun PPNPN.

Menurut Eddy, Yogi telah menjadi asisten pribadinya sejak ia belum menjabat sebagai Wamenkumham.

“Dia menjadi asisten pribadi saya, sebelum saya menjadi Wamenkumham,” ujar Eddy.

“Pegawai kontrak yang dibayar oleh negara itu ada 2, PPNPN dan P3K. Yogi ini bukan ASN, bukan P3K, bukan juga PPNPN,” tambahnya.

Pada kesempatan tersebut, Eddy juga meluruskan pernyataan Sugeng yang menyebut Yosi Andika Mulyadi sebagai asisten pribadinya.

Menurut Eddy, Yosi hanya bekerja sebagai pengacara. Karena itu, keterangan yang disampaikan Sugeng ke publik keliru.

“Ini sekaligus bisa klarifikasi kepada publik bahwa ocehan yang disampaikan bahwa dua aspri itu jelas salah,” tutur Eddy.

Eddy mengungkapkan, pihaknya mendatangi KPK untuk memberikan klarifikasi atas inisiatif sendiri.

Ia menilai, aduan IPW yang menyebut dirinya menerima gratifikasi Rp 7 miliar dan meminta pihak PT Citra Lampia Mandiri (CLM) menempatkan Yogi dan Yosi sebagai komisaris mengarah ke fitnah.

Meski demikian, ia menyatakan tidak bisa mengungkapkan materi klarifikasi itu ke publik. Sebab, sebagai Guru Besar Ilmu Hukum ia memahami materi pemeriksaan bersifat rahasia.

“Kami melakukan klarifikasi kepada KPK atas aduan IPW yang tendensius mengarah kepada fitnah,” tutur Eddy.

Sugeng sebelumnya melaporkan Eddy ke KPK atas dugaan penerimaan gratifikasi sebesar Rp 7 miliar.

Uang itu diberikan Hermawan yang meminta konsultasi hukum kepada Eddy. Ia disebut tengah bersengketa dengan Zainal Abidinsyah terkait kepemilikan saham PT CLM.

Eddy disebut mengarahkan Hermawan ke asisten pribadinya, Yogi Ari Rukman (YAR) dan Yosi Andika Mulyadi (YAM).

Hermawan kemudian mengirimkan uang Rp 4 miliar dalam dua kali transfer pada Mei 2022 ke rekening YAR.

Pada Agustus, ia menemui YAR di kantornya dan menyerahkan uang Rp 3 miliar dalam pecahan dolar Amerika Serikat. Pemberian kedua ini terkait permintaan bantuan pengesahan badan hukum PT CLM.

Selain itu, Eddy juga disebut meminta Hermawan menetapkan dua asisten pribadinya sebagai komisaris PT CLM.

Sementara itu, Eddy membantah tudingan Sugeng. Ia mengatakan tidak pernah menerima uang sedikit pun.

"Tidak ada satu sen pun yang saya terima," ujar Wamenkumham saat berbincang dengan Kompas.com, Selasa (14/3/2023).

Eddy mengaku tidak perlu menanggapi dengan serius laporan Sugeng ke KPK.

Sebab, persoalan itu merupakan persoalan profesional asisten pribadinya dengan klien Sugeng.

"Saya tidak perlu menanggapi secara serius karena pokok permasalahan adalah hubungan profesional antara Aspri saya YAR dan YAM sebagai lawyer dengan kliennya Sugeng," kata Eddy.

Merespons laporan Sugeng ke KPK, asisten pribadi Eddy kemudian melaporkan Sugeng ke Bareskrim Mabes Polri.

https://nasional.kompas.com/read/2023/03/20/16171291/wamenkumham-sebut-asprinya-tidak-dibayar-negara-sudah-melekat-sebelum-jadi

Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke