Teranyar, Prima melaporkan lagi KPU RI ke Bawaslu RI pada 8 Maret 2023. Kali ini, mereka menilai lembaga penyelenggara pemilu itu melanggar administrasi pemilu.
"Dalam hukum, dikenal asas litis finiri oportet yang berarti setiap perkara harus ada akhirnya. Ini tidak dimaksudkan untuk membatasi ruang para pencari keadilan memperjuangkan haknya," kata komisioner Mochamad Afifuddin membacakan jawaban KPU RI atas pokok permohonan Prima dalam sidang perdana di Bawaslu, Selasa (14/3/2023).
"Dalam perspektif due process of law, asas litis finiri oportet justru hendak menghadirkan hukum sebagai sarana untuk menjaga kepastian, keadilan, dan kemanfaatan," ujarnya lagi.
Pria yang akrab disapa Afif itu menyinggung bahwa sudah menjadi fakta tidak terbantahkan bahwa Prima telah menempuh upaya-upaya hukum lain sebelum hari ini, termasuk ke Bawaslu pada Oktober 2022 silam.
Catatan Kompas.com, Prima pertama kali menggugat sengketa KPU ke Bawaslu RI. Proses mediasi kedua belah pihak buntu dan Pro,a dinyatakan menang dalam proses sidang.
Bawaslu memerintahkan KPU membuka kesempatan kembali bagi PRIMA melakukan verifikasi administrasi perbaikan.
Namun, Prima tetap dinyatakan tidak memenuhi syarat untuk kali kedua.
Kemudian, Prima 2 kali menggugat sengketa KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan pertama tidak diterima dan gugatan kedua ditolak.
Namun, angin berbalik bagi PRIMA di PN Jakpus, yang gugatannya dilayangkan per 8 Desember 2022. PN Jakpus mengabulkan seluruh gugatan perdata Prima yang berimbas pada putusan menunda tahapan Pemilu 2024.
Ditambah lagi, ada Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung yang dilayangkan Prima pada awal Februari 2023, atas ditolaknya gugatan di PTUN Jakarta, serta laporan pelanggaran administrasi yang kini bergulir di Bawaslu.
Total, enam kali PRIMA menempuh upaya hukum terhadap KPU RI.
"Dapat kita bayangkan akan seperti apa suatu permasalahan hukum jika tidak ada ujung pangkal penyelesaiannya," kata Afif.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/14/13462471/digugat-prima-6-kali-kpu-bayangkan-masalah-hukum-tak-ada-ujungnya