Rafael Alun Trisambodo merupakan mantan pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang memiliki harta Rp 56,1 miliar.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi TPPU Rafael pada 2012.
Namun, TPPU tidak bisa diusut jika belum ditemukan pidana pokoknya.
“Ini kita cari, dalam proses klarifikasi. Jadi, buat teman-teman juga mungkin masyarakat sangat ingin tahu ini dari mana sebenarnya, aslinya, asalnya,” kata Pahala dalam konferensi pers di KPK, Rabu (1/3/2023).
Pahala mengatakan, KPK tidak mempersoalkan berapa pun nilai harta kekayaan pejabat yang dicantumkan dalam LHKPN.
Namun, besaran LHKPN tersebut menjadi persoalan lain ketika para pejabat tidak bisa mempertanggungjawabkan asal usul harta kekayaan mereka.
“Nah ini karena orang hartanya (Rafael) besar, kita cari pertanggungjawaban asalnya,” ujar Pahala.
Pahala mengungkapkan, jika dalam proses klarifikasi itu ditemukan kekayaan Rafael Alun Trisambodo berasal dari gratifikasi, data-data tersebut akan diserahkan ke Kedeputian Penindakan dan Eksekusi.
Ia mengaku Kedeputian Pencegahan tidak hanya akan mengklarifikasi benar tidaknya sumber harta sebagaimana tertera di LHKPN, melainkan menelusuri sumber kekayaan tersebut.
“Kalau asalnya dia gratifikasi pas buktinya ada, pasti kita pindahkan ke teman-teman di Penindakan,” kata Pahala.
Di sisi lain, PPATK juga telah menemukan indikasi pencucian uang oleh Rafael Alun Trisambodo pada 2012.
Sementara itu, mantan Ketua KPK Abraham Samad mengatakan, Lembaga Antirasuah harus menemukan predicate crime atau pidana pokok yang menjadi sumber pencucian uang Rafael.
Dalam kasus korupsi, predicate crime tersebut bisa berupa pemberian atau suap dan gratifikasi.
“Dicari dulu pidana pokoknya, kan begini, pencucian uang harus ada dulu pidana pokoknya,” kata Abraham Samad.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/01/19410061/ditanya-soal-dugaan-suap-dan-gratifikasi-rafael-alun-trisambodo-kpk-ini-kita