JAKARTA, KOMPAS.com - Sidang putusan Komisi Kode Etik Polri (KKEP) memutuskan menjatuhkan 3 sanksi terhadap terpidana kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer (Bharada E).
Hasil sidang KKEP itu disampaikan oleh Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (22/2/2023).
"Sanksi bersifat etika yaitu perilaku pelanggar sebagai perbuatan tercela, kewajiban pelanggar meminta maaf secara lisan. Sanksi administratif mutasi bersifat demosi 1 tahun," kata Ramadhan.
Menurut Ramadhan, nantinya Richard akan menjalani sanksi demosi dengan ditempatkan pada Divisi Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri.
Richard sebelumnya merupakan anggota Korps Brigade Mobil (Brimob).
Ramadhan mengatakan, putusan sidang KKEP menyatakan Richard masih dapat dipertahankan sebagai anggota Polri.
Menurut Ramadhan terdapat sejumlah pertimbangan hukum dalam putusan sidang etik terhadap Richard.
Pertama, Richard belum pernah dihukum melakukan pelanggaran etik dan disiplin.
Kedua, Richard mengakui kesalahan dan menyesali perbuatannya.
Ketiga, Richard ditetapkan sebagai justice collaborator atau saksi yang bekerja sama untuk mengungkap kasus. Sedangkan sejumlah saksi lainnya berusaha mengaburkan fakta dengan berbagai cara merusak menghilangkan barang bukti dan menggunakan pengaruh kekuasaannya.
"Tetapi kejujuran pelanggar telah mengungkap fakta yang terjadi," ujar Ramadhan.
Kelima, Richard masih berusia muda yakni 24 tahun, dan sudah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Keenam, Richard meminta maaf ke pihak keluarga Brigadir Yosua, dan meminta maaf atas perbuatan yang terpaksa, sehingga keluarga mendiang memberikan maaf.
Ketujuh, semua perbuatan Richard dilakukan karena tidak berani menolak perintah atasan, sebab jenjang kepangkatan pelanggar dan eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo fs sangat jauh.
Kedelapan, keterangan Richard yang mengungkap fakta di balik kasus itu secara jujur menyebabkan perkara itu dapat terungkap.
Sebelumnya, Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Yosua, oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).
Sedangkan Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara pada hari yang sama dengan suaminya.
Kemudian Kuat Ma'ruf yang merupakan asisten rumah tangga dijatuhi vonis 15 tahun penjara dalam sidang pada Selasa (14/2/2023).
Lalu salah satu ajudan Sambo, Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), divonis 13 tahun penjara pada hari yang sama dengan Kuat.
Dalam perkara itu hanya Richard Eliezer yang mendapatkan vonis lebih ringan dari tuntutan. Dia divonis 1 tahun 6 bulan penjara majelis hakim, sedangkan tuntutan jaksa penuntut umum adalah 12 tahun penjara.
Dalam persidangan sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup.
Sedangkan Putri, Ricky, dan Kuat dituntut dengan pidana 8 tahun penjara.
Ferdy Sambo, Putri, Ricky Rizal dan Kuat melalui kuasa hukum masing-masing menyatakan tidak menerima vonis dan akan mengajukan upaya hukum lanjutan yaitu banding ke pengadilan tinggi.
Sedangkan Kejaksaan Agung menyatakan tidak mengajukan banding terhadap vonis Richard.
Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan Richard terbukti turut serta dalam pembunuhan berencana terhadap Yosua.
Akan tetapi, majelis hakim juga mempertimbangkan suara dari masyarakat dan para akademisi yang mengajukan surat sahabat pengadilan (amicus curiae).
Selain itu, majelis hakim dalam vonis menetapkan Richard sebagai saksi pelaku atau justice collaborator (JC), karena dia bukan pelaku utama dan berperan mengungkapkan fakta sebenarnya.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/22/18080861/tak-dipecat-bharada-e-diberi-3-sanksi-lewat-sidang-etik-polri