JAKARTA, KOMPAS.com - Ibunda Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Rosti Simanjuntak, hadir dalam sidang putusan lima terdakwa kasus pembunuhan berencana putranya.
Selama tiga hari menghadiri persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rosti selalu membawa foto Yosua dan mendekapnya erat-erat.
Pakar gestur dan mikroeskpresi Monica Kumalasari menilai, gestur itu seolah menunjukkan bahwa ibunda Yosua ingin "menghadirkan" putranya di persidangan.
"Yang harusnya bisa mewakili, tahu kondisi yang sebenarnya kan adalah Yosua," kata Monica dikutip dari video dari platform Helo, Rabu (15/2/2023).
"Kita juga amazed (terkagum-kagum) bahwa beliau (Ibu Yosua) hadir di sana, di kursi di depan, dengan membawa foto dan ini dihadapkan ke depan seakan-akan merepresentasikan perasaannya bahwa kamu (Yosua) hadir menyatakan kebenaran," tuturnya.
Video wawancara analisis gestur Ibu Yosua bersama pakar analisis Monica bisa dilihat di sini.
Menurut Monica, foto Brigadir J yang selalu dibawa sang ibunda juga mewakili perasaan terdalam dan suasana kebatinan keluarga Yosua.
Sementara, dilihat dari raut wajahnya, ibu Yosua seolah menyiratkan kesedihan. Namun, keluarga Yosua juga terlihat bahagia ketika hakim memutuskan hukuman para terdakwa sesuai harapan mereka.
"Jadi ada kesedihan tetapi ada juga kebahagiaan," jelas Monica.
Monica mengatakan, dari semua gestur, wajah menjadi yang paling dominan menentukan ekspresi seseorang.
Emosi tidak berdiri sendiri secara tunggal. Terkadang, emosi satu belum selesai, langsung disusul oleh emosi lain.
Inilah yang ditunjukkan oleh ibu dan keluarga Brigadir J selama sidang tiga hari terakhir, sedih sekaligus bahagia menyimak putusan hakim terhadap lima terdakwa pembunuhan Yosua.
"Sedih sama bahagia muncul secara bersamaan, emosi ada rasa syukur, dan sebagainya," tutur Monica.
Dalam perkara ini, hakim menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang memintanya dihukum penjara seumur hidup.
Hakim juga telah menjatuhkan vonis terhadap Putri Candrawathi berupa pidana penjara 20 tahun. Vonis ini juga lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta istri Ferdy Sambo itu dipenjara 8 tahun.
Terdakwa lain yakni Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara. Hukuman ART Ferdy Sambo itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni 8 tahun penjara.
Kemudian, vonis 13 tahun pidana penjara dijatuhkan terhadap Ricky Rizal. Sebelumnya, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman 8 tahun penjara terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo itu.
Sementara, terhadap Richard Eliezer, majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa meminta Richard dipidana penjara 12 tahun.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Kasus pembunuhan Brigadir J sendiri dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
https://nasional.kompas.com/read/2023/02/15/16324651/dekap-foto-selama-sidang-ibu-brigadir-j-seakan-ingin-hadirkan-putranya