Sambo mengatakan, emosi telah menyelimuti logika berpikirnya ketika mendengar istrinya, Putri Candrawathi diduga diperkosa oleh Brigadir J.
Hal tersebut Sambo sampaikan saat membacakan nota pembelaan atau pleidoi dalam persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (24/1/2023).
Pada kesempatan itu, Sambo mengaku bersalah dan menyesal karena dilalap amarah sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa Brigadir J.
"Emosi telah menutup logika berpikir saya. Saya lupa bahwa saya seorang inspektur jenderal polisi dan pejabat utama Polri yang tidak pantas melakukan hal tersebut," ujar Sambo di ruang sidang.
Sambo mengaku menyesal karena kasus pembunuhan berencana itu menyeret banyak orang, termasuk istrinya sendiri Putri Candrawathi, ajudannya Ricky Rizal dan Richard Eliezer, serta ART Kuat Ma'ruf.
Menurut dia, mereka tidak bersalah. Apalagi, mereka dituntut atas perbuatan yang sebenarnya mereka sendiri tidak tahu.
"Penyesalan yang teramat dalam juga terhadap Kuat Ma'ruf dan Ricky Rizal sebagai orang-orang yang baik, yang telah didudukkan sebagai terdakwa tanpa tahu apa kesalahannya," kata dia.
"Juga terhadap Richard Eliezer yang harus menghadapi situasi ini," ujar Sambo.
Kemudian, Sambo menekankan bahwa dia tidak pernah lelah untuk mendedikasikan diri bagi Polri yang sangat dia cintai.
Bahkan, dalam beberapa kesempatan, sering kali Sambo meninggalkan istri dan anak untuk berdinas sebagai polisi.
"Sebagai anggota Polri, saya tidak pernah melakukan pelanggaran pidana, pelanggaran disiplin maupun kode etik, bahkan telah menerima Bintang Bhayangkara Pratama dari Bapak Presiden yang membuktikan dharma bakti saya bagi anggota Polri yang tanpa cacat dan cela selama berdinas," ujar Sambo.
Dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J ini, terdapat lima terdakwa. Mereka adalah Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, dan Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Pada pokoknya, kelima terdakwa itu dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Setelah itu, Ricky Rizal yang menjalani sidang tuntutan. Eks ajudan Ferdy Sambo berpangkat Brigadir Polisi Kepala (Bripka) itu dituntut pidana penjara 8 tahun.
Selang sehari, atau Selasa (17/1/2023), sidang tuntutan dengan terdakwa Ferdy Sambo digelar. Eks Kadiv Propam Polri itu dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup.
Berikutnya, Putri Candrawathi dan Richard Eliezer yang menjalani sidang tuntutan pada Rabu (18/1/2023). Oleh JPU, istri Ferdy Sambo dituntut pidana penjara 8 tahun.
Sementara itu, eks ajudan mantan Kadiv Propam Polri dari satuan Brimob berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada) itu dituntut pidana penjara 12 tahun penjara oleh JPU.
Dalam surat tuntutan JPU disebutkan bahwa pembunuhan itu dilatarbelakangi oleh pernyataan Putri Candrawathi yang mengaku telah dilecehkan oleh Brigadir Yosua di rumah Ferdy Sambo di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat eks polisi berpangkat inspektur jenderal (irjen) itu marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Brigadir J.
Mulanya, Ferdy Sambo menyuruh Ricky Rizal menembak Yosua. Namun, Bripka RR menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer.
Brigadir J tewas dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya eks ajudannya itu tak bernyawa, Ferdy Sambo disebut menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/24/17095351/ferdy-sambo-saya-lupa-saya-inspektur-jenderal-emosi-menutup-logika-berpikir