Akibat diviralkan, sampai-sampai membuat Hendra menjadi malas melihat pemberitaan yang ia nilai sudah mulai menjurus negatif.
Ini disampaikan Hendra saat menjadi terdakwa dalam persidangan perkara obstruction of justice atau perintangan penyidikan perkara dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (13/1/2023).
Mulanya, Hendra menyadari arah pemberitaan terhadap dirinya mulai negatif ketika namanya viral imbas melarang peti jenazah Brigadir J dibuka.
"Saya kadang lihat berita, kadang tidak. Karena di situ pemberitaan terhadap saya sudah mulai negatif," ujar Hendra.
Hendra mengaku terus-menerus disebut mengantar dan melarang peti jenazah Brigadir J dibuka.
Alhasil, dirinya jadi malas. Hendra bahkan malas untuk sekadar menonton TV.
"Jadi saya juga malas lihatnya karena saya dibilang nganter jenazah dengan peti mati. Terus saya dibilang melarang buka peti mati. Itu terus yang dibilang, saya jadi malas, Yang Mulia. Makanya saya matikan saja TV-nya," tuturnya.
Bantah bikin press realease
Selain itu, Hendra ditanya oleh pengacaranya, apakah pernah membuat press release mengenai bantahan kabar viral tersebut atau tidak menganai viralnya larangan untuk membuka peti jenazah Brigdir J.
Hendra mengaku tidak pernah membuat press release untuk meluruskan kabar itu. Padahal, kabar itu membuat gaduh.
"Terkait rentetan peristiwa hukum dari sejak peristiwa di tanggal 13 sejak terdakwa pulang dari Jambi sampai dinonaktifkan, itu tadi sudah dijelaskan karena katanya membuat gaduh. Apakah terdakwa memuat suatu pemberitaan di media massa sehingga akhirnya membuat gaduh?" tanya pengacara.
"Tidak ada," jawab Hendra.
"Kita bertanya-tanya kenapa ada 1 pemberitaan di mana yang akhirnya membuat dinonaktifkan terdakwa yang di mana ada pemberitaan terdakwa ini melarang buka peti jenazah, yang pada saat itu memang sangat viral sekali. Di mana ada jenderal bintang 1 yang melarang untuk buka peti jenazah," jelas pengacara.
"Ya itu pemberitaan saya enggak tahu dari mana. Cuman kan akibat dari saya kemudian itu terus jadi gaduh," balas Hendra.
Pengacara mencoba bertanya lagi bahwa Hendra tidak pernah berusaha meluruskan pemberitaan tersebut.
Lagi-lagi, Hendra mengaku memang tidak pernah mencoba meluruskan kabar tersebut.
Lagi pula, kata Hendra, seharusnya Divisi Humas Polri yang saat itu meluruskan kabar tentang dirinya melarang peti jenazah Brigadir J dibuka.
"Apakah tidak diperbolehkan seorang anggota polisi membuat press release sendiri bahwa untuk meluruskan berita yang ada?" tanya pengacara.
"Ya mestinya kan ada dari fungsinya ya Humas mestinya, yang bisa meng-counter," kata Hendra.
"Dari Humas saat itu tidak memberitakan bahwa untuk meluruskan berita yang ada?" kata pengacara.
"Setahu saya, seingat saya tidak pernah ada," ucap Hendra.
"Jadi akhirnya sampai dengan saat ini, beginilah framing-framing yang menyudutkan terdakwa?" ucap pengacara.
"Betul," imbuh Hendra.
Diminta akui rekayasa
Selain itu, Hendra mengungkapkan sempat diminta oleh Tim Khusus (Timsus) untuk mengakui bahwa ia ikut merekayasa penyebab kematian Brigadir J.
Hendra menyampaikan hal itu ketika menjawab pertanyaan Ketua Majelis Hakim Ahmad Suhel mengenai tindakannya setelah mengetahui ia diduga terlibat skenario yang dibuat oleh terdakwa pembunuhan berencana, Ferdy Sambo.
Ketika itu, Hendra langsung menghubungi Kepala Detasemen (Kaden) A Biro Paminal Agus Nurpatria bahwa mereka telah dibohongi oleh eks Kepala Divisi (Kadiv) Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri itu.
“Bagaimana (setelah) saudara sudah mengetahui, sebelum diperiksa saudara telepon (Agus Nurpatria) ‘kita dikadalin nih’?” tanya Hakim Suhel.
“Jadi dari Timsus, Brigjen Hotman menyampaikan ‘udah Ndra ngaku aja, Sambo udah ngaku semua, sudah cerita semua, udah ngaku aja’,” jawab Hendra menceritakan saat ia diperiksa oleh Timsus.
Saat dipaksa mengaku, Hendra mambantah mengetahui adanya skenario tembak-menembak yang disusun oleh Sambo untuk menutupi penyebab kematian Brigadir J.
Konfrontasi
Bahkan, Hendra Kurniawan meminta Timsus untuk mengkonfrontasi ia dengan Sambo guna memastikan bahwa ia sama sekali tidak mengetahui adanya skenario tersebut.
“Saya bilang ‘oh bagus dong Bang kalau gitu (Sambo sudah mengaku)’, supaya dihadirkan saja (Sambo) di sini dengan saya’,” terang dia.
"Karena saya ditunjukkan peragaan-peragaan di Paminal itu saya dibilang ikut merekayasa. Saya membantah keras, karena hal seperti itu biasa di Biro Paminal untuk melakukan pendalaman saksi terkait peran dan posisi, biasa,” papar Hendra.
“Supaya lebih jelas Pak Sambo dihadirkan supaya bisa disampaikan kalau memang dia ini sudah mengakui,” ujarnya.
Atas pernyataan Hendra tersebut, Timsus lantas memintanya untuk bertanggung jawab atas peristiwa yang telah terjadi.
Sebab, kronologi tembak-menembak yang disampaikan berbeda dengan hasil penyidikan yang menyebutkan bahwa kematian Brigadir J terjadi akibat ditembak.
"Saya tanya, mengakui bagaimana? Dijawab, ‘itu bukan tembak menembak, itu penembakan’, ‘waduh’ saya bilang begitu,” ucap Hendra kepada koleganya.
“‘Jadi nih kamu tanggung risiko’, ‘oh siap’,” lanjut Hendra dengan nada tinggi di persidangan.
(Penulis: Irfan Kamil, Adhyasta Dirgantara | Editor: Dani Prabowo)
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/14/07560151/murka-hendra-saat-diviralkan-larang-peti-jenazah-brigadir-j-dibuka