Selain itu, sistem proporsional tertutup juga dinilai berpotensi menguntungkan dan menggerus parpol tertentu.
"Sistem kekuasaan yang semakin sentralistik, mudah dikooptasi oleh elite partai politik tertentu, akan memaksa caleg-caleg dengan logistik dan jaringan kuat untuk masuk ke partai-partai yang sentralistik dan memiliki party-ID (party-identification) yang kuat," kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam kepada Kompas.com, Senin (9/1/2023).
Umam menyebut pemberlakuan sistem proporsional tertutup akan menguntungkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) selaku partai pemilik party-ID yang lebih besar.
Adapun party-ID merupakan derajat kedekatan warga dengan partai yang diyakininya untuk dipilih saat pemilihan umum (pemilu) dilaksanakan.
Di sisi lain, sistem proporsional tertutup berpeluang membuat kekuatan Golkar paling tergerus signifikan karena banyaknya varian kekuatan politik di dalamnya.
"Di saat yang sama, sistem proporsional tertutup ini berpeluang membunuh PAN dan PPP karena terbatasnya party-ID dan tokoh khatismatik di dalamnya," terang Umam.
Umam juga mengatakan, sistem proporsional tertutup berpeluang semakin menguatkan stream politics atau praktik politik aliran yang selama ini kian mencair di era pasca-reformasi.
Menurutnya, menguatnya politik aliran ini akan membuat politik nasional semakin terpolarisasi.
Jika itu terjadi, praktik hoaks, hate speech atau ujaran kebencian dan character assasination atau upaya pembunuhan karakter terhadap lawan politik akan dianggap sebagai alat paling efektif untuk mengonsolidasikan sentimen dukungan elektoral partai-partai.
Di samping itu, Umam menyatakan, pemberlakuan sistem proporsional terbuka merupakan langkah modernisasi sistem kepartaian.
Sistem tersebut dinilai mempunyai esensi bahwa rakyat harus memahami siapa wakilnya yang duduk di kursi parlemen.
Dengan begitu, kata dia, wakil rakyat benar-benar representatif dan bisa dievaluasi oleh pemilihnya.
"Artinya, sistem proporsional tertutup hanya akan merampas hak rakyat untuk memiliki wakilnya yang akuntabel," tegas dia.
Umam menyoroti mengenai praktik money politics atau politik uang yang menjadi konsern utama terkait pengembalian sistem proporsional tertutup.
Menurutnya, sistem ini justru akan mengokohkan kooptasi oligarki dan hegemoni politik yang akan membuat demokrasi tidak lagi relevan di Indonesia.
"Karena evaluasi dan perbaikan memang dibutuhkan, tanpa harus mengubah sistem hingga kualitas praktis demokrasi kembali mundur signifikan," ungkap Umam.
Bergulirnya isu sistem proporsional tertutup agar diterapkan pada Pemilu 2024 bermula dari langkah enam orang yang mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke MK. Gugatan ini telah teregistrasi di MK dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022.
Keenam penggugat, yakni Demas Brian Wicaksono (pemohon I), Yuwono Pintadi (pemohon II), Fahrurrozi (pemohon III), Ibnu Rachman Jaya (pemohon IV), Riyanto (pemohon V), dan Nono Marijono (pemohon VI).
Para pemohon mengajukan gugatan atas Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017.
Dari gugatan ini pula, para pemohon meminta MK mengganti sistem proporsional terbuka yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 dan telah menimbulkan masalah multidimensi seperti politik uang.
Untuk itu, para pemohon menginginkan MK dapat mengganti sistem proporsional terbuka menjadi sistem proporsional tertutup.
Lantas, delapan parpol menolak sistem proporsional tertutup. Mereka yakni Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan, sistem proporsional terbuka yang telah dijalankan sejak Pemilu 2004 merupakan salah satu wujud demokrasi Indonesia.
??“Di mana rakyat dapat menentukan calon anggota legislatif yang dicalonkan oleh partai politik, kami tidak ingin demokrasi mundur!” tegas Airlangga saat menyampaikan sikap penolakan bersama beberapa parpol lain di Hotel Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Jakarta, Minggu (8/1/2023).
Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menyebut wacana penggantian sistem proporsional terbuka ke tertutup tak ubahnya seperti membeli kucing dalam karung.
Menurutnya, sistem proporsional tertutup justru akan merampas hak rakyat dalam memilih calon anggota legislatif.
Sebab, pemilih hanya bisa mencoblos parpol dan tak bisa memilih calon anggota legislatif yang akan duduk di parlemen.
"Jangan sampai ada hak rakyat dalam demokrasi ini yang dirampas," ujar AHY di tempat yang sama.
"Jika terjadi sistem pemilu tertutup, maka rakyat tidak bisa memilih secara langsung wakil-wakil rakyatnya. Padahal kita ingin semua menggunakan haknya dan tidak seperti membeli kucing dalam karung," tegas AHY.
https://nasional.kompas.com/read/2023/01/09/14470291/sistem-proporsional-tertutup-dikhawatirkan-bunuh-partai-tertentu