Salin Artikel

Voxpol: Sistem Proporsional Terbuka Lemahkan Parpol, Munculkan Caleg-caleg Artis Modal Tenar

Menurutnya, sistem yang memungkinkan pemilih untuk mencoblos nama caleg ini merusak impian atas meritokrasi partai politik, di mana calon-calon legislatif yang melenggang ke kursi Dewan memang kader terbaiknya.

"(Sistem proporsional terbuka) melemahkan proses kaderisasi partai. Yang tadinya bukan kader partai, lalu tiba-tiba bisa nyelonong jadi caleg, dapat nomor urut cantik lagi. Tokoh populis, artis, dan public figure mendapatkan tempat istimewa di partai karena caleg artis dimanfaatkan sebagai vote getter, mesin pengumpul suara," jelas Pangi lewat keterangannya pada Senin (9/1/2023).

"(Mereka) bisa menjadi caleg di partai tersebut tanpa ada bukti kerja dan tanpa melalui proses kaderisasi yang matang," tambahnya.

Fenomena ini dimungkinkan karena sistem proporsional terbuka memang membuka pintu bagi kampanye-kampanye populis.

Perilaku pemilih tidak didorong oleh kedekatannya secara ideologis maupun psikologis terhadap partai politik tertentu dan partai politik pun mengeksploitasi keadaan ini guna meraup sebanyak-banyaknya suara, demi sebanyak-banyaknya kursi.

"Sistem proporsional terbuka mengandalkan figur, artis yang tekenal bakal terpilih, mau ditaruh di 'partai bulan madu' sekalipun, kemungkinan terpilihnya jauh lebih besar," ujar Pangi.

"Apa yang terjadi apabila tidak punya kompetensi, duduk sebagai wakil rakyat, tidak bisa berbuat apa-apa. Ada 575 anggota DPR, produk undang-undang yang dihasilkan kurang berpihak ke rakyat, tidak bisa mengawal dan bersuara terhadap produk undang-undang berkualitas, sebab mereka terpilih hanya mengandalkan figur populer semata yang kemudian ketika terpilih menyimpan banyak masalah," ungkapnya.

Hanya teori

Namun demikian, argumen bahwa sistem proporsional terbuka melemahkan meritokrasi partai politik dinilai tidak begitu kuat untuk dipakai sebagai pisau analisis, membaca konteks partai politik di Indonesia.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapo) Universitas Indonesia, Hurriyah, menganggap bahwa sistem pileg proporsional tertutup baru layak diterapkan seandainya Indonesia sudah memiliki sistem partai politik yang sehat.

"Masalahnya, partai politik yang mestinya jadi instrumen utama demokrasi di Indonesia, justru saat ini dia menjadi lembaga paling tidak demokratis," kata Hurriyah kepada Kompas.com, Jumat (23/9/2022).

Hurriyah memberi contoh, dengan sistem terbuka saja, tak sedikit partai politik yang masih mencoba mencari celah untuk memegang kendali dalam pencalonan anggota legislatif--kader-kader yang "disukai" pimpinan dan memiliki privilege lah yang dapat melenggang mulus ke parlemen.

Dengan sistem tertutup, maka partai politik bakal memegang kendali penuh untuk menetapkan kader yang duduk di parlemen.

Dengan sistem kebanyakan partai politik di Indonesia yang feodal, hal ini jelas dikhawatirkan sebagai gejala kemunduran demokrasi, alih-alih memuluskan impian menuju meritokrasi partai politik.

Ia juga tak sepakat dengan anggapan bahwa sistem proporsional tertutup dapat membuat pileg bebas politik uang.

Menurutnya, politik uang bakal tetap terjadi, namun hanya berpindah tempat dari kegiatan kampanye di lapangan menjadi suap kepada pimpinan partai agar ditetapkan sebagai kader yang berhak lolos pileg.

"Ini sebenarnya potret para politisi yang sebetulnya tidak paham. Cara pandangnya menunjukkan seberapa paham mereka terhadap praktik demokrasi kita hari ini," kata Hurriyah.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/09/13054871/voxpol-sistem-proporsional-terbuka-lemahkan-parpol-munculkan-caleg-caleg

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke