Salin Artikel

Bacakan Pleidoi, Kuasa Hukum: Yayasan ACT Tak Profesional Sejak Ditinggal Ahyudin

Hal itu disampaikan penasihat hukum Ahyudin, Irfan Junaedi dalam nota pembelaan atau pleidoi kasus penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.

Irfan mengatakan, Ahyudin merupakan Ketua Dewan Pembina Yayasan ACT sejak 2019 sampai 11 Januari 2022.

“Dan sejak tanggal 11 Januari 2022 terdakwa diintimidasi dan dipaksa mundur dari seluruh organ Yayasan ACT dan seluruh organ Yayasan di bawah Yayasan ACT oleh Dewan Pengawas Syariah yaitu saksi Bobby Herwibowo dan 40 orang lainnya,” ujar Irfan dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (3/1/2023).

“Sehingga terdakwa yakin ketidakadaan terdakwa di dalam organ Yayasan ACT yang menjadi penyebab Yayasan ACT tidak profesional dan tuntas dalam menggelola dana korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610,” kata dia.

Irfan pun menjabarkan bahwa tugas dan tanggung jawab Pembina Yayasan ACT meliputi persetujuan kegiatan operasional, persetujuan anggaran, menerima pertanggungjawaban kegiatan pengurus ACT, menyetujui program-program strategis ACT, dan memberikan kebijakan-kebijakan strategis ACT.

Ia menyampaikan bahwa kliennya mendirikan Yayasan ACT sebagai yayasan bantuan sosial kemanusiaan milik bangsa Indonesia yang menjalankan fungsi memberikan bantuan kepada masyarakat atas berbagai peristiwa bencana alam, tragedi kemanusiaan, dan masalah-masalah kemiskinan baik di Tanah Air dan di seluruh dunia.

“Bahwa terdakwa mendirikan Yayasan ACT sebagai yayasan sosial kemanusiaan yang bergerak membantu korban bencana alam, korban konflik sosial, fakir miskin, baik di perkotaan dan perdesaan, kaum lansia dan disabilitas, membantu guru honorer dan kegiatan sosial lainnya,” papar Irfan.

Dengan demikian, penasihat hukum berpandangan bahwa Ahyudin sedianya dinyatakan tidak terlibat dalam pengelolaan dana Boing.

Dalam kasus ini, JPU pada Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut Ahyudin dipenjara selama 4 tahun penjara.

Ahyudin dinilai terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penggelapan dana bantuan sosial untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air Boeing 737 Max 8 nomor penerbangan JT 610.

"Menyatakan terdakwa Ahyudin telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana perbuatan penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dan diancam pasal 374 KUH Pidana,” kata jaksa dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, Selasa (27/12/2022).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun," ujar jaksa.

Ia menyebut, Ahyudin melakukan menggelapkan dana Boeing bersama Presiden ACT periode 2019-2022, Ibnu Khajar serta eks Senior Vice President Operational ACT, Hariyana Hermain.

Menurut Jaksa, Yayasan ACT telah menggunakan dana bantuan dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) senilai Rp 117 miliar.

Kemudian, Yayasan ACT telah menerima dana dari BCIF untuk keluarga korban kecelakaan Pesawat Lion Air sebesar Rp 138.546.388.500.

Akan tetapi, dana bantuan untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air itu hanya diimplementasikan sebesar Rp 20.563.857.503.

Dana BCIF tersebut, kata jaksa, digunakan oleh para terdakwa tidak sesuai dengan implementasi dari Boeing.

Sebaliknya, dana itu malah digunakan bukan untuk kepentingan pembangunan fasilitas sosial sebagaimana yang ditentukan dalam protokol BCIF.

https://nasional.kompas.com/read/2023/01/03/21375011/bacakan-pleidoi-kuasa-hukum-yayasan-act-tak-profesional-sejak-ditinggal

Terkini Lainnya

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke