Salin Artikel

Febri Diansyah Kembali Pertanyakan Status "Justice Collaborator" dalam Kasus Pembunuhan Brigadir J

Dia tidak menyebut secara langsung Richard Eliezer sebagai justice collaborator.

Namun, Febri mempertanyakan apakah pantas orang yang pernah berbohong dijadikan sebagai justice collaborator.

Hal tersebut Febri lontarkan saat memberi pertanyaan kepada saksi ahli Guru Besar Hukum Pidana Universitas Andalas Elwi Danil di persidangan kasus pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Selasa (27/12/2022).

Febri juga pernah menanyakan hal serupa dalam persidangan yang digelar Kamis (22/12/2022) lalu dengan saksi ahli hukum dari Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali.

"Pertanyaan kami, apakah seeorang yang pernah berbohong dalam proses pemeriksaan pidana juga bukan sekali bohongnya, bisa lebih dari satu kali," kata Febri dalam sidang.

"Kemudian dia juga memberikan keterangan di persidangan secara tidak konsisten, apakah orang seperti ini pantas menjadi JC (justice collaborator)," kata dia.

Mendengar pertanyaan tersebut, Elwi mengatakan, penilaian seorang terdakwa menjadi justice collaborator adalah kewenangan Majelis Hakim.

"Mohon izin Yang Mulia, karena kalau seperti itu tentu bukan saya yang akan memberikan penilaian, Yang Mulia lah nanti yang akan memberikan penilaian," ujar Elwi kepada Majelis Hakim.

Elwi menyebut, meskipun seseorang diusulkan menjadi justice collaborator oleh Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK), status akhir sebagai justice collaborator tetaplah ditentukan oleh Majelis Hakim.

"Kalau seandainya Yang Mulia Majelis Hakim menolak dia untuk menjadi JC, maka dengan alasan sering berbohong, perilakunya tidak baik dan sebagainya, itu tentu dia tidak bisa diterima dan tidak layak untuk dihadirkan di persidangan sebagai JC," ujar dia.

Terkait kasus ini, Sambo dan Putri didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

Keduanya diberikan kesempatan menghadirkan saksi atau ahli yang meringankan setelah saksi dan ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) telah selesai.

Selain Sambo dan Putri, Majelis Hakim juga memberikan kesempatan tiga terdakwa lain dalam kasus ini untuk bisa menghadirkan saksi atau ahli sebelum melakukan pemeriksaan terhadap mereka.

Dalam dakwaan disebutkan, Richard menembak Brigadir J atas perintah Sambo yang kala itu masih menjabat sebagai mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri.

Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang pada 7 Juli 2022.

Atas informasi itu, Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard, Ricky, dan Kuat di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Atas peristiwa tersebut, Sambo, Putri, Richard, Ricky dan Kuat didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kelimanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.

Khusus untuk Sambo, jaksa juga mendakwanya terlibat obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J.

Eks perwira tinggi Polri itu dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 juncto Pasal 55 KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2022/12/27/16314791/febri-diansyah-kembali-pertanyakan-status-justice-collaborator-dalam-kasus

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke