JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengakui masih mengalami keterbatasan akses terhadap Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU.
Padahal, Sipol menjadi instrumen dalam rekapitulasi verifikasi keanggotaan partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty mengeklaim bahwa keterbatasan ini berpengaruh terhadap kualitas pengawasan mereka dalam tahapan verifikasi keanggotaan partai politik yang belakangan diwarnai isu kecurangan.
"Kalau pertanyaannya apakah itu mempengaruhi Bawaslu? Iya. Kami harus mengatakan iya," kata Lolly dalam jumpa pers, Kamis (15/12/2022).
"Mengapa? Memang kami tidak punya keleluasaan mengakses sipol. Sehingga, data akhir untuk membaca misalnya soal keanggotaan, status akhirnya, Bawaslu tidak bisa lihat. Sehingga Bawaslu pun tidak bisa melihat apakah ada perubahan dalam proses verifikasi itu," ungkapnya.
Lolly mengeklaim bahwa pihaknya tetap berupaya keras untuk melakukan pengawasan walaupun dengan banyak keterbatasan.
Namun, kinerja Bawaslu juga dikritik oleh lembaga swadaya masyarakat yang mengaku menemukan bukti bahwa KPU melakukan manipulasi data keanggotaan sejumlah partai politik dalam proses verifikasi.
Manipulasi data ini disebut berupa diubahnya status beberapa anggota partai politik di sejumlah daerah yang seharusnya tidak/belum memenuhi syarat berdasarkan penelitian di lapangan, namun berubah jadi memenuhi syarat.
Karena mengaku terbatas dalam mengakses Sipol, Bawaslu RI menyatakan akan membuka diri atas laporan masyarakat yang mengaku menemukan manipulasi yang tak mereka temukan.
"Kalau misalkan ada masyarakat sipil yang mempunyai bukti-bukti, silakan. Memang ada keterbatasan, beberapa fitur Sipol berubah-ubah sehingga tidak bisa (diakses) dan kita juga tidak tahu karena tidak ditampilkan. Kita mau melihat apa?" ungkap Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu RI, Totok Hariyono, dalam kesempatan yang sama.
"Kami hanya bisa mengakses fitur sebagian kecilnya," ia menambahkan.
Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, mengeklaim bahwa keterbatasan akses Sipol ini tak berubah sejak tahapan pendaftaran partai politik calon peserta Pemilu 2024 pada Agustus lalu, kendati menurutnya, Bawaslu telah bersurat ke KPU untuk meminta perluasan akses.
"Pada akhir November kemarin sudah tidak bisa diakses," ucapnya.
Koalisi masyarakat sipil bentuk pengaduan independen
Sejak Minggu (11/12/2022), koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari berbagai lembaga swadaya masyarakat membentuk pos pengaduan independen untuk menghimpun dugaan kecurangan yang terjadi selama KPU melakukan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Sebelumnya, Ketua Forum Informasi dan Komunikasi Organisasi Non Pemerintah (FIK Ornop) Samsang Syamsir mencurigai adanya kecurangan dalam tahapan verifikasi, khususnya di Sulawesi Selatan.
Menurutnya, dugaan kecurangan ini tidak terlepas dari kerja-kerja KPU yang dianggap tidak transparan soal data.
Samsang mengatakan, ketertutupan data ini diklaim demi pelindungan data pribadi. Namun, menurutnya, bukan hanya data yang tidak transparan, melainkan juga proses verifikasi yang dilakukan KPU.
"Ini semakin menimbulkan banyak keresahan di kita dan spekulasi yang bermunculan. Bisa saja ada partai yang memenuhi syarat tapi tidak diloloskan dan sebaliknya. Kami anggap selain data tertutup, proses juga tertutup," kata Samsang dalam jumpa pers virtual, Minggu.
"Kami coba lakukan pemantauan di luar legalisasi sebagai kelembagaan pemantau tapi sebagai masyarakat sipil. Banyak temuan kita bahwa ada yang sangat tertutup dan ditutupi di sini," lanjutnya.
Samsang mengeklaim bahwa pihaknya menemukan hasil verifikasi yang dilakukan oleh verifikator-verifikator KPU di daerah, dalam hal ini Sulawesi Selatan, berubah ketika direkapitulasi berjenjang.
Perubahan ini disebut tak lepas dari upaya intervensi, bahkan intimidasi, atas para staf KPU yang memiliki akses atas data keanggotaan parpol yang didaftarkan. Data ini, klaim Samsang, "diperoleh secara gerilya" imbas tertutupnya akses.
"Disinyalir ada intimidasi terhadap teman-teman penyelenggara di KPU kabupaten/kota sampai provinsi. Itu data sampai berubah," ujar Samsang.
Menurutnya, intimidasi ini dilakukan dengan berbagai dalih, termasuk di antaranya ancaman mutasi, bahkan membawa-bawa institusi tertentu.
"Ada kawan kita di staf administrasi bisa bertahan karena hanya dirinya diancam, tapi ada juga yang pertahanannya runtuh karena diancam keseluruhan kawan-kawan mereka yang ada di bagian data atau staf itu dilakukan mutasi," ujarnya.
"Kami memiliki capture dari publish awal menyebutkan data yang tidak memenuhi syarat, (termasuk) nama partainya bahkan, tapi pada beberapa hari kemudian itu berubah, tidak ada data itu kembali," imbuh Samsang.
Bukan hanya kinerja KPU, Samsang juga menyoroti Bawaslu yang dianggap tak maksimal dalam melakukan pengawasan.
"Mereka punya data, mereka bisa buka sebagai pembanding ketika ada keputusan (KPU), dan itu yang tidak kami lihat peran fungsi pengawasan dari Bawaslu," pungkasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/12/15/20024791/bawaslu-sebut-akses-sipol-masih-dibatasi-kpu-tak-bisa-awasi-berubahnya