JAKARTA, KOMPAS.com - Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi meminta maaf kepada segenap anggota Polri yang terdampak kasus yang menjeratnya.
Hal itu disampaikan Putri di hadapan sejumlah anggota Polri dari Polres Metro Jakarta Selatan yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi.
Diketahui, sebagian dari mereka mendapatkan sanksi etik lantaran dinilai melakukan tindakan yang tidak profesional dalam penanganan kasus pembunuhan Brigadir J.
"Saya menyampaikan kepada anggota Polri, saya dan keluarga memohon maaf kepada bapak-bapak anggota Polri yang hadir hari ini sebagai saksi. Mereka harus menghadapi semua ini karena harus mendapatkan hambatan dalam berkarier," ucap Putri dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022).
Dalam sidang ini, jaksa menghadirkan sembilan orang saksi.
Mereka adalah mantan Kepala Satuan Reserse Kriminal (Kasat Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit, eks Anggota Unit Identifikasi Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Bripka Danu Fajar Subekti dan Eks Kasubnit 1 Reskrimum Polres Metro Jaksel, AKP Rifaizal Samual.
Kemudian, pembantu Unit-1 Reskrimum Polres Jaksel, Martin Gabe Sahata; eks Kasubnit I Unit I Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan, Arsyad Daiva Gunawan.
Selain itu, Anggota Polri lainnya bernama Teddy Rohendi, Sullap Abo, Endra Budi Argana, dan Reinhard Reagend Mandey yang turut dihadirkan Jaksa sebagai saksi.
Dalam persidangan ini, Ridwan Soplanit sempat menyampaikan keluhannya ke Ferdy Sambo saat tengah bersaksi.
Sebab, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan itu turut terkena dampak dari rangkaian kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J yang menjerat Ferdy Sambo.
Ridwan dikenakan sanksi berupa demosi delapan tahun oleh Komisi Kode Etik Polri (KKEP) lantaran dianggap tidak profesional dalam penanganan kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Setelah dicopot dari posisi Kasat Reskrim, ia kini dipindahkan ke Kesatuan Pelayanan Markas (Yanma) Mabes Polri.
"Pertanyaan saya ke pak Sambo, kenapa kami harus dikorbankan dalam masalah ini?" ujar Ridwan saat persidangan.
Majelis Hakim kemudian meminta tanggapan dari Ferdy Sambo diungkapkan setelah keterangan saksi lainnya selesai didengar.
"Nanti dijawab," kata hakim.
Diketahui, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama-sama dengan Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Dalam dakwaan disebutkan bahwa Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo.
Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi usai Putri Candrawathi mengaku dilecehkan Brigadir J di Magelang. Kemudian, Ferdy Sambo marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir J yang melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.
Akhirnya, Brigadir J tewas di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Atas perbuatannya, Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Keduanya terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau selama-lamanya 20 tahun.
Tak hanya kasus pembunuhan berencana, aksi Ferdy Sambo tersebut membuat banyak anggota kepolisian terkena sanksi bahkan menjadi terdakwa kasus obstruction of justice karena diduga merintangi penyidikan kasus pembunuhan Brigadir J.
Untuk kasus obstruction of justice atau perintangan proses penyidikan pengusutan kasus kematian Brigadir J, Ferdy Sambo dijerat dengan Pasal 49 juncto Pasal 33 subsider Pasal 48 Ayat (1) jo Pasal 32 Ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau Pasal 233 KUHP subsider Pasal 221 Ayat (1) ke 2 jo Pasal 55 KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2022/11/29/18152751/putri-candrawathi-minta-maaf-usai-bikin-karier-anggota-polri-terhambat