Salin Artikel

Lagi, Eks KSAU Agus Supriatna Mangkir dari Panggilan Jaksa KPK

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) Marsekal (Purn) Agus Supriatna kembali mangkir dari panggilan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Agus sedianya akan dimintai keterangan di muka sidang terkait dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 2015-2017 dengan terdakwa tunggal Direktur PT Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh.

Jaksa KPK Arif Suhermanto mengatakan, pihaknya sedianya akan menghadirkan lima orang saksi termasuk Agus yang telah dipanggil pada pekan lalu. Namun, mereka kembali absen.

“Terus yang Agus Supriatna dan Supriyanto Basuki tidak ada informasi, Yang Mulia, tidak ada konfirmasi juga,” kata Arif di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (28/11/2022).

Adapun Basuki merupakan mantan bawahan Agus. Saat itu, ia menjabat Asisten Perencanaan dan Anggaran (Asrena) KSAU periode 2016.

Arif mengaku KPK telah mengirimkan surat panggilan tersebut ke dua alamat kediaman Agus yakni di Jalan Trikora 69, Halim Perdana Kusumah, Jakarta Timur dan Jalan Raflesia, Bogor.

Pihaknya juga telah bersurat kepada pihak TNI, termasuk Panglima dan KSAU saat ini terkait pemanggilan Agus.

“Kami juga menanyakan pada Dinas TNI tapi juga tidak ada informasi mengenai keberadaan yang bersangkutan,” ujar Arif.

Arif menuturkan, dua prajurit TNI AU lain yang dipanggil juga tidak hadir namun dengan konfirmasi.

Kepala Dinas Pengadaan AU (Kadisadaau) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) 2015-20 Juni 2016, Heribertus Hendi Haryoko, tidak memenuhi panggilan Jaksa.

Alasannya, ia sedang menghadiri anaknya wisuda. Hal ini Arif ketahui dari informasi yang diberikan Diskum TNI.

Kemudian, Sekretaris Dinas Pengadaan Angkatan udara (Sesdisadaau) Fransiskus Teguh Santosa juga absen. Berdasarkan informasi dari Diskum TNI, Fransiskus sedang sakit.

Meskipun ada surat pemberitahuan, kata Arif, surat tersebut berakhir pada 27 November atau kemarin.

“Saksi Heribertus Hendi Haryoko tidak bisa hadir alasannya menghadiri wisuda anaknya yang tertanggal 27 November,” tutur Arif.

Selain keempat orang tersebut, Jaksa juga telah memanggil Staff bagian Keuangan PT Diratama Jaya Mandiri, Angga Munggaran.

Jaksa mengaku telah melakukan upaya pemanggilan paksa dan mendatangi kediaman yang bersangkutan. Namun, Angga tidak ada di rumah.

“Sudah kita lakukan sampai tadi pagi kita datangi ke rumahya subuh-subuh, ada istri dan anaknya tapi mereka menginformasikan (dia) tidak pernah pulang, Yang Mulia,” tutur Arif.

Menannggapi hal ini, Ketua Majelis Hakim Tipikor Jakarta Pusat, Djuyamto meminta keempat saksi tersebut kembali dipanggil untuk dimintai keterangan pada sidang berikutnya.

Djuyamto juga meminta surat panggilan kepada Agus dan saksi lainnya dilakukan dengan sah dan patut. Surat itu harus dipastikan diterima pihak Agus.

Sementara, terkait Angga Munggaran, Djuyamto meminta Jaksa KPK kembali melakukan pemanggilan paksa.

“Untuk Angga Munggaran tolong dipanggil paksa lagi,” ujar Djuyamto.

Karena semua saksi yang dipanggil kembali tidak hadir, sidang kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi verbalisan, yakni dua penyidik KPK.

Sebelumnya, pada persidangan pekan lalu tidak terdapat satupun saksi yang hadir. Mereka antara lain, Agus dan tiga bawahannya serta Angga Munggaran.

Agus dan Angga tidak hadir tanpa penjelasan apapun. Sementara, Fransiskus, Hendi dan Basuki beralasan sakit.

Untuk Agus Supriatna tidak ada konfirmasi apapun mengenai kehadirannya atau tidak hari ini, belum ada,” kata Jaksa KPK kepada Majelis Hakim di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin (21/11/2022).

Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat Djuyamto meminta Jaksa kembali memanggil mereka pada persidangan selanjutnya.

Dalam dakwaan terhadap Irfan, Jaksa menduga Agus menerima jatah Rp 17.733.600.000 atau Rp 17,7 miliar sebagai dana komando dengan nilai 4 persen dari pembayaran yang dilakukan pada termin pertama.

Selain itu, Jaksa menyebut Irfan memperkaya diri sendiri 183.207.870.911,13; korporasi Agusta Westland 29.500.00 dollar AS atau Rp Rp 391.616.035.000; serta perusahaan Lejardo. Pte.Ltd., sebesar 10.950.826,37 dollar AS atau Rp 146.342.494.088,87.

Irfan juga didakwa membuat negara mengalami kerugian sebesar Rp 738,9 miliar.

Bantahan Agus

Sebelumnya, Agus melalui kuasa hukumnya, Pahrozi menyebut bahwa isi dakwaan yang disusun jaksa KPK merupakan tudingan tendensius dan pesanan. Ada dua indikator yang mendasari pernyataannya tersebut.

Pertama, kata dia, di dalam dakwaan disebutkan bila terdakwa bersama-sama dengan kliennya, salah satunya menerima sesuatu dari terdakwa. Namun, tidak disebutkan di dalam dakwaan apakah kliennya menerima atau tidak uang yang diberikan terdakwa.

“Kita bicara dakwaan, dakwaan itu kan tuduhan, dalil. Sangat tendensius. Yang kedua, patut diduga kuat merupakan pesanan,” kata Pahrozi, Kamis (13/10/2022).

Ia pun menilai bila dakwaan yang disampaikan jaksa merupakan tuduhan yang serius, melukai rasa keadilan dan merendahkan martabat purnawirawan TNI.

Ia mengklaim, Agus bahkan belum pernah melihat pengusaha itu, alih-alih menerima uang dari Irfan. “Jangankan melihat, ada janji apapun tidak pernah dengan swasta,” ujarnya.

Di sisi lain, ia juga mempersoalkan isi dakwaan lantaran sebelumnya Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan perkara ini.

Alasan tak hadir dalam sidang

Agus Supriatna menilai pemanggilan yang dilakukan oleh Jaksa KPK tidak benar. Agus sudah dua kali dipanggil tapi tidak datang.

Sebagaimana diketahui, pengadaan helikopter itu dilakukan di lingkungan TNI AU pada 2015-2017. Perkara ini menjerat terdakwa PT Direktur Diratama Jaya Mandiri, Irfan Kurnia Saleh sebagai terdakwa tunggal.

“Iya kan enggak benar itu, itu saja, iya kan? Segala sesuatu itu harusnya benar lah,” kata Agus saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa (29/11/2022).

Agus mengatakan, segala sesuatu, termasuk pemanggilan seorang saksi memiliki aturan. Hal ini, menurutnya, juga berlaku di lingkungan prajurit TNI.

Ia kemudian menyebut keberadaan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer. Ia mengingatkan produk hukum yang sudah lebih dulu terbit dari pendirian KPK itu dihargai.

“Undang-undang Peradilan Militer itu sudah lebih dulu dari 1997 sudah keluar. 1997 coba, undang-undangnya. Masa undang-undang yang lebih dulu enggak dihargai,” kata dia.

“Segala sesuatu itu baca, tanya dulu ada enggak aturannya di TNI, ada enggak kan gitu. TNI ada aturan sendiri, apa-apa pakai aturan sendiri,” ujarnya.

Catatan redaksi: berita ini telah mengalami pembaharuan pada tanggal 29 November 2022. Redaksi memasukkan hak jawab pihak Agus Priatna terkait ketidakhadirannya dalam persidangan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/11/28/17014661/lagi-eks-ksau-agus-supriatna-mangkir-dari-panggilan-jaksa-kpk

Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke