Salin Artikel

Di Depan Pemuka Dunia, Gus Yahya: Tak Perlu Ingkar, Pemahaman Agama Masih Jadi Pembenaran Konflik

NUSA DUA, KOMPAS.com - Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Yahya Cholil Staquf berharap agar para pemuka agama di berbagai belahan dunia dapat menemukan cara mengurai pertentangan antarumat, sebagaimana yang berlangsung sejak dulu hingga sekarang.

Hal itu ia ungkapkan dalam forum agama G20 "Religion 20" (R20) di Hotel Grand Hyatt, Nusa Dua, Bali, di hadapan ratusan partisipan mewakili kelompok agama dan sekte di dunia.

"Kita tidak perlu mengingkari, bagi sementara kelompok beragama, berdasarkan pemahaman agama masing-masing, masih mengandung elemen-elemen, unsur-unsur yang dapat dijadikan pembenaran bagi konflik, pertentangan kelompok yang berbeda," ungkap Yahya di atas podium.

"Kita perlu melakukan upaya-upaya untuk mengurai keadaan saling mengunci, karena deadlock (jalan buntu) ini lah yang terus-menerus menjadi abu dalam sekam, sehingga di mana pun, kapan pun, muncul dorongan untuk munculnya pertentangan di antara kelompok agama yang berbeda," jelasnya.

Lebih lanjut, Gus Yahya menyinggung soal gejala-gejala sosial-politik keagamaan di Afrika Barat, Asia Tenggara, hingga Amerika, di mana berbagai kelompok agama masih terjebak dalam hubungan antagonis berbasis keagamaan.

Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari sejarah-sejarah pertentangan antarkelompok agama yang telah berlangsung sejak lama hingga kini telah menjadi suatu kemapanan persepsi, seakan antarkelompok tersebut memang tak dapat berbaur.

"Unsur-unsur yang ada di dalam keagamaan masih dengan mudah bisa digunakan untuk mendorong hubungan yang semakin memburuk di antara kelompok agama yang berbeda-beda," kata Yahya.

Salah satu kunci yang perlu disadari bersama adalah, menurutnya, para pemuka agama dunia perlu menyepakati nilai-nilai yang dapat disetujui sama lain, menilik banyaknya pengikut di balik punggung mereka.

Mengakui bahwa pemahaman masing-masing agama masih menyisakan ruang untuk konflik, menurut Yahya, bukan hal yang tabu, melainkan dari sana lah justru upaya positif di masa depan harus dimulai.

"Kita tahu dan tak perlu mengingkari bahwa masih ada unsur-unsur dalam nilai masing-masing agama yang mungkin bisa digunakan sebagai pembenar untuk hubungan yang antagonis di antara umat yang berbeda," tegasnya.

Tafsir kontekstual

Yahya juga mengungkit pentingnya rekonstektualisasi tafsir atas teks-teks suci masing-masing agama sebagai salah satu bentuk peninjauan ulang atas wawasan keagamaan masing-masing umat untuk mengakhiri masalah ini.

Ia mengungkit upaya Gereja Katolik yang dianggapnya telah berhasil mendorong penghargaan atas keragaman hari ini dan lebih mampu menerima kehidupan bersama tanpa pertentangan melalui Konsili Vatikan kedua.

Ia juga menjadikan sebagai contoh konferensi nasional ulama di Jawa Barat yang digelar NU pada 2019  di mana kategori "nonmuslim, kafir, dan infidel" dinyatakan tak relevan untuk masa kini karena setiap WNI sama di mata hukum.

Perbedaan latar belakang agama tidak boleh dijadikan pembenaran bagi diskriminasi.

"Kita juga mengetahui pada 2016, satu komunitas Yahudi yaitu Yahudi Masorti, telah menyelenggarakan suatu forum di antara para rabi, yang menghasilkan dokumen sangat inspiratif dalam hal menjamin hubungan yang lebih harmonis di antara umat beragama, yaitu keputusan yang kemudian disebut sebagai dokumen Teshuvot/Teshuvah," ujar Yahya.

"Yang dengan jujur dan berani melihat ke dalam wawasan Yudaisme untuk mendorong agar paham ini dikembangkan dengan lebih menerima atas kesetaraan antara umat dan harmoni di antara kelompok yang berbeda," sambungnya.

Yahya meyakini bahwa bila agama-agama di dunia telah mencapai titik ini, maka agama memiliki posisi yang kuat untuk masuk dalam struktur global, baik politik maupun ekonomi, bersamaan dengan nilai-nilai moralnya.

"Apakah ini mungkin? Lebih dari 77 tahun yang lalu di Jakarta, tokoh-tokoh pemimpin dari berbagai kelompok, dari spektrum yang sangat luas, mulai dari kelompok islamis sampai komunis, liberalisme Barat hingga yang menuntut tradisionalisme Indonesia, semua pemimpin agama berkumpul dan berembuk mencapai satu kesepakatan yang bisa menjadi dasar bagi semua orang yang berbeda-beda agar hidup dalam satu bangsa," tutup Yahya.

https://nasional.kompas.com/read/2022/11/02/23444851/di-depan-pemuka-dunia-gus-yahya-tak-perlu-ingkar-pemahaman-agama-masih-jadi

Terkini Lainnya

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Gunung Raung Erupsi, Ma'ruf Amin Imbau Warga Setempat Patuhi Petunjuk Tim Penyelamat

Nasional
Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Cak Imin: Bansos Cepat Dirasakan Masyarakat, tapi Tak Memberdayakan

Nasional
Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke