JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra mengatakan, Polri harus segera membenahi standar operasional prosedur (SOP) dan hal-hal lain, terkait dugaan penghapusan dan larangan mengunduh rekaman CCTV Stadion Kanjuruhan yang diungkap dalam laporan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF).
"Polri harus dibenahi baik dari sisi internal seperti masalah kepatuhan terhadap SOP, kualitas sumber daya, budaya kekerasan, maupun dari sisi eksternal yaitu tidak adanya pengawasan yang kuat dan independen secara eksternal terhadap institusi Kepolisian," kata Ardi saat dihubungi Kompas.com, Jumat (21/10/2022).
Ardi mengatakan, seluruh anggota Polri seharusnya menyadari kepercayaan masyarakat pada saat ini terhadap lembaga itu berada di titik nadir akibat berbagai perkara pelanggaran yang membelit sejumlah anggotanya.
Dia berharap Polri bertindak tegas secara internal buat memastikan setiap pelanggaran yang dilakukan anggotanya dihukum dan diberi sanksi sesuai perbuatan.
"Ketiadaan penghukuman (kebal hukum atau impunitas) inilah yang membuat kejadian atau berbagai pelanggaran oleh anggota Polri terus berulang," ucap Ardi.
"Kompolnas hanya sebagai 'hiasan' saja seolah-olah Polri sudah diawasi secara eksternal, tetapi sesungguhnya tidak karena Kompolnas tidak memiliki kewenangan yang cukup dan tugas pengawasan yang jelas," ucap Ardi.
Dia juga menyoroti proses hukum terhadap 6 orang yang ditetapkan menjadi tersangka dalam peristiwa maut itu. Sebab sampai saat ini polisi belum menahan satu pun dari 6 tersangka itu.
"Sehingga para pelaku atau pihak yang bertanggung jawab ini bisa bebas merekayasa dan menghilangkan barang bukti atau mempengaruhi saksi-saksi," tambah Ardi.
Para tersangka Tragedi Kanjuruhan dari kalangan sipil adalah Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (LIB) Ahmad Hadian Lukita, Ketua Panitia Pelaksana Arema Malang Abdul Haris, dan Security Steward Suko Sutrisno.
Sedangkan polisi yang ditetapkan sebagai tersangka terkait kejadian itu adalah Kabag Ops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi Brimob Polda Jawa Timur AKP Hasdarman.
Para tersangka dijerat Pasal 359 dan 360 KUHP tentang Kelalaian yang Menyebabkan Kematian dan Pasal 103 jo Pasal 52 UU RI Nomor 11 Tahun 2022 tentang Sistem Keolahragaan Nasional.
Selain itu, ada 20 polisi dinyatakan melanggar etik, terdiri atas 6 personel Polres Malang dan 14 personel dari Satuan Brimob Polda Jawa Timur.
Persoalan dihapusnya rekaman kamera CCTV Stadion Kanjuruhan dalam pertandingan antara Arema FC vs Persebaya Surabaya pada 1 Oktober 2022 lalu diungkap dalam laporan hasil investigasi TGIPF.
Sampai saat ini korban meninggal terkait Tragedi Kanjuruhan mencapai 134 orang.
Menurut TGIPF mereka menemukan adanya upaya aparat kepolisian mengganti rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur.
Upaya untuk mengganti rekaman CCTV dengan yang baru tersebut tertuang dalam dokumen laporan investigasi TGIPF setebal 136 halaman. Anggota TGIPF Akmal Marhali membenarkan dokumen laporan tersebut.
Dalam temuan ini juga TGIPF menyebut adanya rekaman CCTV di Stadion Kanjuruhan yang dilarang diunduh oleh aparat kepolisian.
“Ada juga upaya aparat kepolisian untuk mengganti rekaman (CCTV) dengan yang baru. Hal ini (berdasarkan) kesaksian dari Pak Heru selaku General Koordinator,” tulis laporan TGIPF, dikutip Kompas.com, Selasa (18/10/2022).
Selain itu, TGIPF juga menemukan rekaman CCTV berdurasi 3 jam 21 menit lebih yang dihapus.
Rekaman CCTV yang dihapus berlokasi di lobi utama dan area parkir Stadion Kanjuruhan.
Unit CCTV ini merekam pergerakan kendaraan baracuda yang akan membawa tim Persebaya Surabaya keluar dari Stadion Kanjuruhan.
Akan tetapi, pada Sabtu (1/10/2022) malam, tepatnya ketika memasuki pukul 22.21 WIB, penghapusan rekaman CCTV ini dimulai.
Sekurang-kurangnya, rekaman CCTV dihapus dengan durasi waktu selama 3 jam 21 menit 54 detik.
"Pergerakan awal rangkaian baracuda yang akan melakukan evakuasi tim Persebaya, dapat terekam melalui CCTV yang berada di lobi utama dan area parkir," tulis TGIPF.
"Tetapi rekaman CCTV tersebut mulai dari pukul 22.21.30 dapat terekam dengan durasi selama 1 jam 21 menit, dan selanjutnya rekaman hilang (dihapus) selama 3 jam, 21 menit, 54 detik, kemudian muncul kembali rekaman selama 15 menit,” sambung temuan TGIPF.
Hilangnya durasi rekaman CCTV ini otomatis menyulitkan atau menghambat investigasi TGIPF untuk mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi.
Dari laporan ini juga disebutkan bahwa TGIPF sedang mengupayakan untuk meminta rekaman lengkap ke Mabes Polri. Adapun temuan TGIPF ini telah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat (14/10/2022).
(Penulis : Achmad Nasrudin Yahya | Editor : Dani Prabowo)
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/21/15083101/rekaman-cctv-stadion-kanjuruhan-dihapus-imparsial-soroti-kepatuhan-polisi