Adapun gas air mata disebut menjadi pemicu Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang berakibat 132 orang.
Para korban tewas akibat berdesakan dalam keadaan sesak napas menuju pintu keluar stadion setelah ditembaki gas air mata oleh polisi setelah laga Arema versus Persebaya malam itu.
"Dengan menguji gas air mata, kita ingin melihat apa yang terkandung, zat kimia yang terkandung di sana, dan bagaimana efeknya terhadap kesehatan," kata komisioner bidang penyelidikan dan pemantauan Komnas HAM Choirul Anam, Rabu (12/10/2022).
Anam mengatakan, pihaknya telah menyelidiki langsung senjata dan gas air mata yang digunakan pada Tragedi Kanjuruhan, termasuk dokumennya.
Selain itu, ketika tim Komnas HAM mendapatkan selongsong gas air mata di Stadion Kanjuruhan, selongsong tersebut masih panas dan membuat mata menjadi perih.
Komnas HAM merasa perlu mengirim selonsong gas air mata itu ke laboratorium karena dampak terhadap korban selamat cukup mengerikan.
Sebagian penyintas mengalami kejang-kejang dan tidak bisa membuka mata berhari-hari, bahkan ada yang matanya berwarna merah kecokelatan.
Sementara itu, para korban meninggal dunia menunjukkan profil wajah berwarna biru dan mengeluarkan busa dari mulutnya.
"Kami berharap laboratorium yang kami gunakan secepat mungkin memberikan hasilnya kepada kami. Kami tidak punya kemampuan meneliti kandungannya apa. Kami tidak bisa mengidentifikasi, makanya kami bekerja sama dengan teman-teman di Malang sana termasuk laboratoriumnya," jelas Anam.
Sebelumnya diberitakan, investigasi mandiri yang digawangi sejumlah lembaga pegiat HAM, di antaranya Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Lokataru, dan Kontras menemukan dugaan bahwa gas air mata yang ditembakkan polisi kedaluwarsa.
Mereka meminta agar manifes senjata yang dipakai pada pengamanan laga Arema versus Persebaya itu diperiksa.
Belakangan, Polri mengakui bahwa sebagian gas air mata yang digunakan dalam Tragedi Kanjuruhan kedaluwarsa.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/12/16254271/komnas-ham-uji-laboratorium-selongsong-gas-air-mata-tragedi-kanjuruhan