JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Universitas Jenderal Soedirman Hibnu Nugroho memprediksi, sidang kasus kematian Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J yang menyeret Ferdy Sambo dan sejumlah tersangka lainnya tuntas pada Desember mendatang.
Saat ini, kasus telah dilimpahkan dari Kejaksaan Agung dan menunggu persidangan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
"(Persidangan) digelar tiga bulan waktu paling panjang," kata Hibnu kepada Kompas.com, Senin (10/10/2022).
Sebagaimana ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), majelis hakim pengadilan negeri memiliki waktu 30 hari untuk menahan terdakwa.
Jika pemeriksaan di pengadilan belum selesai, hakim dapat memperpanjang jangka waktu penahanan selama 60 hari. Sehingga, total jangka waktu penahanan 90 hari.
"Hanya 90 hari. Akhir Desember selesai karena lebih dari itu (terdakwa) harus dilepaskan," terang Hibnu.
Menurut Hibnu, berat ringannya hukuman yang dijatuhkan terhadap Sambo dan tersangka lainnya bergantung pada pembuktian di persidangan.
Hingga kini, Sambo mengeklaim bahwa motifnya melakukan pembunuhan adalah karena Brigadir J melakukan kekerasan seksual terhadap istrinya, Putri Candrawathi.
Seandainya pihak Sambo dan Putri bisa membuktikan bahwa dugaan kekerasan seksual itu benar terjadi, maka, ada kemungkinan hukuman para tersangka lebih ringan.
Sebaliknya, jika tak ada bukti kuat soal dugaan kekerasan seksual, kata Hibnu, besar peluang Sambo dan tersangka lain dijatuhi hukuman maksimal berupa hukuman mati.
"Tergantung nanti di pembuktian motifnya seperti apa. Hakim kan akan menilai nanti apakah motif itu mempunyai nilai atau tidak," ujar Hibnu.
"Kalau itu memang ada nilai buktinya ya bisa pengurangan, misalnya pidana seumur hidup atau 20 tahun," tuturnya.
Adapun menurut Hibnu, untuk membuktikan adanya tindak kekerasan seksual, keterangan dari pihak yang mengaku sebagai korban saja tidak cukup. Harus ada bukti lain yang menguatkan tudingan tersebut.
Dengan situasi saat ini, menurut Hibnu, peluang Sambo dan kawan-kawan dijatuhi hukuman maksimal masih sangat terbuka lebar.
"Masih sangat mungkin (Ferdy Sambo dijatuhi hukuman maksimal). Ini kan belum pembuktian," kata dia.
Sambo bukan satu-satunya tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Selain dia, ada empat tersangka lainnya yakni Putri Candrawathi, Richard Eliezer atau Bharada E, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma'ruf.
Kelimanya disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Tak hanya pembunuhan, kematian Brigadir J juga berbuntut pada kasus obstruction of justice atau tindakan menghalang-halangi penyidikan yang menjerat tujuh personel Polri.
Lagi-lagi, Sambo menjadi salah satu tersangka dalam perkara ini. Lalu, enam tersangka lainnya yakni Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
Para tersangka dijerat Pasal 49 juncto Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancamannya bisa 8 hingga 10 tahun penjara.
Mereka juga dikenakan Pasal 221 Ayat (1) dan 233 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan/atau Pasal 56 KUHP dengan ancaman pidana penjara 9 bulan hingga 4 tahun kurungan.
Polisi mengungkap bahwa Sambo memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E untuk menembak Yosua di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumahnya supaya seolah terjadi tembak-menembak.
https://nasional.kompas.com/read/2022/10/11/05200041/sidang-kasus-ferdy-sambo-di-pn-jaksel-diprediksi-tuntas-desember-2022