Salin Artikel

TGIPF Diminta Periksa Kapolda Jawa Timur Buntut Tragedi Kanjuruhan

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah elemen masyarakat sipil menduga bahwa tembakan gas air mata yang dilontarkan Brimob ke tribun penonton Stadion Kanjuruhan, Malang, dilakukan atas komando atasan.

Tembakan ini mengakibatkan ribuan suporter tunggang-langgang mencari pintu keluar, menyebabkan overkapasitas di beberapa pintu, sehingga terjadi kekacauan.

Para suporter berdesakan, terinjak-injak, dan kehabisan napas karena gas air mata, berujung pada sedikitnya 131 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka pada Sabtu (1/10/2022) lalu itu.

Peneliti Imparsial, Hussein Ahmad, menyoroti Kapolda Jawa Timur Nico Afinta yang memberi komentar tak lama setelah tragedi terjadi, bahwa penggunaan gas air mata "sudah sesuai prosedur".

Hussein menilai, Nico patut diperiksa oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) yang baru dibentuk pemerintah, terlebih Polda Jawa Timur yang membawahi Brimob yang ditugaskan di Stadion Kanjuruhan.

"Kapolda kan harus diperiksa itu. Brimob kan anak buah dia semua. Bagaimana mungkin anak buahnya brutal, komandannya bilang sesuai prosedur," kata Hussein dalam jumpa pers Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan, Rabu (5/10/2022).

"Kapolda bilang bahwa ini (tembakan gas air mata ke tribun) sesuai prosedur. Kalau kita baca protap pengendalian massa, ada gradasi sebelum sampai tembak gas air mata, ada situasi keadaan hijau, kuning, kemudian merah. Apa itu sudah dilakukan?" ungkapnya.

Ketua Badan Pengurus Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani juga menyoroti hal senada. Selain itu, ia mencium adanya unsur kesengajaan dalam tembakan gas air mata yang dilontarkan ke tribun penonton.

Tembakan tersebut tidak hanya terjadi di satu titik, melainkan di beberapa titik sekaligus, utamanya di tribun utara dan selatan Stadion Kanjuruhan.

Julius menilai, dari video-video yang beredar luas, gestur para anggota Brimob yang menembakkan gas air mata tak tampak seperti tindakan sporadis.

Tidak ada komunikasi antaranggota yang menembakkan gas air mata, mengindikasikan bahwa mereka bertindak sesuai perintah.

"Senjata api yang melumpuhkan pun, yang digunakan aparat keamanan kepolisian, dilarang untuk ditembakkan ke arah badan, dia harus ke kaki. Tapi kalau gas air mata langsung ke tengah badan penonton, dan di situ kita bisa lihat di antara mereka ada yang menggendong anak kecil, itu sudah jelas-jelas tujuannya bukan melumpuhkan tapi melukai," kata Julius dalam kesempatan yang sama.

"Itu ada unsur kesengajaan. Ketika dilakukan secara masif, tidak hanya di satu titik tapi di beberapa titik dan itu mengarah pada penonton, itu artinya ada unsur kesengajaan yang dikomandoi. Pertama, dia menggunakan (gas air mata), kedua diitembakkan sengaja dengan ritme yang sama. Ini yang perlu dicari (TGIPF) ke depannya," lanjutnya.

Julius juga menyinggung tren intimidasi dan teror yang diduga dilakukan aparat terhadap sejumlah suporter yang mendokumentasikan Tragedi Kanjuruhan di media sosial, yang saat ini tengah berlangsung.

Ia menyebutnya sebagai "upaya sistematis" untuk "membersihkan bukti-bukti".

"Negara harus turun, Presiden Joko Widodo harus turun, ada unsur pelanggaran HAM, tinggal diidentifikasi apakah ada komando sehingga memenuhi unsur pelanggaran HAM berat. Konteks pelanggaran HAM kuat sekali, sehingga perlu diusut," tutup Julius.

Sejauh ini, Polri mengaku telah mencopot sejumlah personal imbas Tragedi Kanjuruhan, termasuk Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat. 

Polri juga menonaktifkan 9 anggota Brimob, yakni AKBP Agus Waluyo (Danyon), AKP Hasdarman (Danki), AKP Untung (Danki), AKP Danang (Danton), AKP Nanang (Danton), Aiptu Budi (Danton), Aiptu M Solihin (Danton), Aiptu M Samsul (Danton), dan Aiptu Ari Dwiyanto (Danton).

Polri mengeklaim ada 28 personel menjalani pemeriksaan terkait Tragedi Kanjuruhan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/10/05/13505671/tgipf-diminta-periksa-kapolda-jawa-timur-buntut-tragedi-kanjuruhan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke