Hal ini dikhawatirkan bakal jadi tantangan tersendiri dalam proses peradilan tindak pidana pemilu dalam Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari unsur Bawaslu, kepolisian, dan kejaksaan, yang tergolong singkat.
Dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Sentra Gakkumdu, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja berharap agar Seluruh unsur yang terlibat dalam wadah ini memiliki kesamaan pemaknaan atas ketentuan perundang-undangan berkaitan dengan pemilu.
"Undang-undang Pemilu dan Undang-undang Pilkada masih banyak membuka ruang tafsir dan bersifat ambigu termasuk dalam penegakan tindak pidana pemilu dalam Sentra Gakkumdu," kata Bagja dikutip siaran YouTube Bawaslu RI, Selasa (20/9/2022).
Ia memberi contoh soal pernyataan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari beberapa waktu lalu soal tempat pendidikan untuk berkampanye politik praktis.
Menurutnya, polemik ini timbul karena adanya perbedaan pemaknaan terhadap Undang-undang Pemilu. Bagja mengartikan, berkampanye di tempat pendidikan jelas dilarang.
"Karena dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017, sifat (larangannya) kumulatif (menggunakan frasa "dan") bukan kumulatif alternatif (menggunakan frasa "dan/atau")," ujarnya.
"Kalau kita lihat artikel pasalnya, 'tempat pendidikan, keagamaan, dan satu lagi fasilitas umum'. Bahasa penyambungnya 'dan', bukan 'dan/atau'. Ini persoalan tersendiri dalam Sentra Gakkumdu," kata Bagja.
Ia berharap, dalam beberapa bulan ke depan, Sentra Gakkumdu bisa memiliki persamaan pemahaman dan membuat tafsiran seragam hingga ke tingkat kota/kabupaten, atas beberapa ketentuan yang berpotensi multitafsir.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/20/14375201/bawaslu-nilai-beberapa-ketentuan-uu-pemilu-dan-pilkada-masih-multitafsir