Salin Artikel

Jeruk "Makan" Jeruk di Musi Banyuasin: Saat Polisi Setoran ke Polisi

Ada pula polisi yang malah menjadi pencuri motor sekaligus pengguna narkoba. Kalau polisi seperti ini, disebutnya “oknum”. Baik oleh institusinya atau oleh media yang memberitakannya.

Adalah Brigadir Dian Hadianto, personel Sekretariat Umum Polres Garut yang telah dipecat karena terlibat empat aksi pencurian kendaraan bermotor, terkait penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya serta mangkir dari pekerjaannya sebagai polisi selama 256 hari.

Terhadap kelakuannya yang melanggar pidana, etika dan disiplin, Polres Garus telah memberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) Brigadir Dian Hadianto.

Sepanjang 2022 saja, Polres Garut, Jawa Barat telah menggelar enam kali sidang kode etik terhadap personelnya.

Selain PTDH, juga ada yang terkena mutasi atau demosi, penundaan kenaikan pangkat dan kesempatan sekolah serta teguran tertulis (Detik.com, 11 Juli 2022).

Dari Medan, Sumatera Utara, lima personel Satuan Reserse Narkoba Polrestabes Medan malah terlalu “kreatif” saat menggeledah rumah terduga gembong narkoba di Jalan Menteng VII Gang Duku, Kelurahan Medan Tenggara, Kecamatan Medan Denai (9 Juni 2021).

Saat penggeledahan di plafon rumah terduga ditemukan uang sebanyak Rp 650 juta. Bukannya dijadikan barang bukti, uang tersebut malah dibagi tuntas oleh oknum polisi tersebut.

Penyitaan uang ratusan juta tersebut tidak dilengkapi surat izin penyitaan dari ketua pengadilan negeri dan tanpa berita acara penyitaan. Belakangan diketahui pula, para polisi juga mengembat narkoba.

Pengadilan Negeri Medan menuntut hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 800 juta subsider tiga bulan penjara terhadap dua di antara lima polisi tersebut (Suarasumut.id, 3 Februari 2022).

Sosok polisi yang tegas, mengayomi masyarakat dan menjadi garda terdepan dalam pemberantasan kejahatan di masyarakat sepertinya tengah mengalami “degradasi” dengan cepat saat skenario pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat terkuak sedikit demi sedikit.

Sosok polisi yang tegas, hebat, bertabur prestasi dan melesat karirnya melebihi senior dan teman seangkatannya di Akademi Kepolisian bahkan dipercaya menjadi Kepala Divisi Profesi Pengamanan Polri, justru menjadi pelaku kejahatan.

Secara berjamaah, para anak buahnya seperti kerbau dicucuk hidungnya menuruti apa kemauan komandannya.

Tidak peduli ikut membunuh teman seprofesinya serta mengaburkan fakta yang terjadi sebenarnya.

Tekad Kepala Kepolisian RI Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo untuk membersihkan institusinya terus ditagih masyarakat karena sudah terlalu jengah dengan kelakuan bejat aparatnya.

Kasus Ferdy Sambo dengan segala dramanya yang hiruk pikuk belum terungkap dengan terang benderang, kini publik kembali dikejutkan dengan “kisah jeruk makan jeruk” dari Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.

Saya meminjam istilah yang begitu populer di korps baju coklat itu untuk menjelaskan kelakuan polisi yang “usil” terhadap polisi yang lain.

Pengakuan Mantan Kepala Polres Ogan Komering Uli (OKU) Timur, Sumatera Selatan, AKBP Dalizon yang menjadi terdakwa kasus suap Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palembang begitu mengungkap terang benderang “kebejatan” kelakuan, sekali lagi oknum polisi (Kompas.com, 9 September 2022).

Dalizon mengakui di bawah sumpah jika saban tanggal 5 setiap bulannya harus “setor” antara Rp 300 juta dan Rp 500 juta ke atasannya di Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Sumsel.

Saat Dalizon menjabat Kasubdit Tipikor Polda Sumsel, dirinya memaksa Mantan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori untuk “setor” juga kepada dirinya.

Dalizon mematok tarif 5 persen sebagai fee agar proses penyidikan proyek Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin dihentikan.

Tidak hanya itu, Dalizon juga pasang tarif Rp 5 miliar sebagai jasa pengamanan seluruh proyek di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.

Seperti masih kurang saja, Dalizon juga meminta 1 persen dari seluruh proyek di Dinas PUPR untuk tahun anggaran 2019. Total uang yang “dipersembahkan” para pemegang proyek kepada Dalizon mencapai Rp 10 miliar.

Seperti ingin menerapkan aturan upeti pajak yang diterapkan Vereenidge Oostindische Compagnie (VOC) di zaman penjajahan Belanda silam, para polisi tersebut saling palak-memalak.

Polisi yang satu memalak anak buahnya, sedangkan anak buahnya gantian memeras pegawai sipil.

Bisa diduga, kepala dinas akan “giliran” memerintahkan kepada pejabat pembuat komitmen untuk “memalak” kontraktor agar ada cash back atau fee dari setiap proyek yang digarap.

Dan yang terakhir, sang kontraktor akan “memalak” pemasok material bangunan dan di muara akhir justru rakyat yang harus “dipalak” kenyamanannya dalam menikmati mutu pembangunan infrastruktur.

Tarif palak terus meningkat saat Dalizon memegang wilayah, tepatnya saat menjabat Kapolres OKU. Bukan lagi Rp 300 juta, tetapi meningkat seiring dengan kenaikan inflasi rupanya menjadi Rp 500 juta per bulan.

Kasus palak dan dipalak Dalizon ini seperti meneguhkan kisah-kisah palak-memalak atau setor-menyetor yang selama ini terjadi di seputaran aparat penegak hukum.

Ibarat “kentut” baunya memang ada, tetapi siapa yang ngetut tidak ada yang mau mengakui. Konon cerita, kapospol harus setor ke kepolsek, sedangkan kapolsek ke kapolres dan kapolres meningkat ke kapolda.

Seperti sistem piramida yang akan berakhir di ujung. Sekali lagi, ini hanyalah isu dan kalau pun ada maka hanyalah oknum yang berbuat.

Menagih janji potong kepala ikan busuk

Komitmen Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk menindak tegas kelakuan “miring” anak buahnya telah terbukti bisa membalikkan pameo jika “jeruk sesama jeruk” akan saling melindungi. Kasus penembakan Brigadir Yosua menyeret puluhan personel Polri.

Tidak hanya Irjen Ferdy Sambo, tetapi juga bekas Kepala Detasemen A Biro Pengamanan Internal Divpropam Polri Kombes Agus Nurpatria, mantan Kasubbag Riksa Baggak Etika Rowabprof Divpropam Polri Kompol Baiquni Wibowo dan bekas Kasubbagaudit Baggaketika Rowabprof Divpropam Polri Kompol Chuck Putranto telah dipecat alias pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua.

Menyusul berikutnya dengan tuduhan berat obstruction of justice yang biasanya berakhir dengan PTDH, Brigjen Pol Hendra Kurniawan selaku mantan Karo Paminal Propam, bekas Wakaden B Ropaminal Divpropam Polri AKBP Arif Rahman dan mantan Kasubnit I Subdit III Dittpidum Bareskrim Polri AKP Irfan Widyanto juga menunggu persidangan Komisi Kode Etik.

Jika untuk selevel jenderal polisi bintang dua, institusi Polri berani memecat tegas, tentu seorang kapolri tidak akan sudi hanya “melindungi” atasan AKBP Dalizon yang disebut-sebut di persidangan Pengadilan Negeri Tipikor Palembang.

Nama Kombes Pol Anton Setiawan yang kerap disebut Dalizon telah menerima setoran sebanyak Rp 4,75 miliar, sementara tiga personel dengan posisi kepala unit di Ditreskrimsus Polda Sumsel masing-masing Rp 750 juta.

Kini Kombes Anton Setiawan telah dimutasi di Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri (Kompas.com, 11/09/2022).

Menurut analisis saya, besar kemungkinan Propam Mabes Polri akan bergerak menindaklanjuti kasus upeti “jeruk makan jeruk” dari Musi Banyuasin usai persidangan Dalizon menjadi semakin terang benderang.

Kini saatnya Polri membersihkan institusinya dan membuktikan tekad serta komitmen Kapolri untuk memotong ikan busuk berpangkal dari kepala ikan tidak sekedar lips service belaka.

Jika kasus “jeruk makan jeruk” Musi Banyuasin hanya berakhir sebatas “nyanyian” sumbang Dalizon saja dan melindungi atasan Dalizon, maka apatisme publik terhadap korps Bhayangkara akan terus meningkat.

Sakali lagi jangan seperti bau kentut, kasus setor menyetor di jajaran Polri sudah bukan rahasia umum lagi dan harus berani dibelejeti.

Tidak peduli setiap bulan dibuat film seperti “Sayap-sayap Patah” yang menjagokan seorang polisi idealis, tapi akhirnya gugur berkalang tanah, kepercayaan publik terhadap institusi Polri tidak bisa dibangun hanya dengan proses “ujug-ujug”.

Membangun citra Polri adalah keteguhan para pimpinannnya untuk memberi contoh keteladanan dan sikap anak buahnya yang kebal dari sogok.

Tidak semua personel Polri berlaku “njelehi dan brengsek”, justru lebih banyak yang polisi yang baik dan berkelakuan terpuji di masyarakat.

Dari info teman-teman di Polri, keberanian Kapolri dan pimpinan Polri yang lain dalam mengungkap kasus Ferdy Sambo justru sangat diapresiasi dari kalangan internal.

Kerajaan Sambo dengan Satgasusnya begitu merajalela selama ini, tanpa ada yang berani menindaknya. Kasus Sambo menjadi kotak pandora bahwa Polri telah berubah walau sekarang ini baru tahap “start”.

Lebih baik berani “membuang” anggota yang jelek ketimbang harus mempertahankan personel yang bejat.

Hilangnya puluhan jabatan personel yang terkait kasus Sambo akhirnya membuka jalan terjadinya rotasi dan promosi para perwira yang selama ini mengalami stagnasi jabatan dan karir.

Saya jadi teringat dengan mendiang kedua kakek saya yang pernah berdinas di Mobil Brigade (nama sebelum Brimob) di Malang, Jawa Timur.

Walau berpangkat rendahan, kakek saya tidak minder dengan ada dan tidak adanya bintang di pundak.

Kakek saya justru risau jika tidak ada teladan yang bisa ditinggalkan untuk anak keturunannya nanti. Kakek saya tidak bisa kaya karena menjadi polisi, tetapi kakek saya begitu bangga menjadi polisi yang baik dan jujur.

Saya percaya, suatu saat pernyataan Presiden ke-4 Indonesia Abdurrahman Wahid mengenai polisi pasti akan mengalami revisi.

Jika Gus Dur pernah berujar,”Di negeri ini hanya ada tiga polisi yang jujur. Pertama, patung polisi. Kedua, polisi tidur. Dan ketiga, polisi Hoegeng (mantan Kapolri Jenderal Hoegeng Imam Santoso),” maka suatu ketika akan ada lagi tambahan polisi jujur: polisi di eranya Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Semoga.

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/14/06000001/jeruk-makan-jeruk-di-musi-banyuasin--saat-polisi-setoran-ke-polisi

Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke