Salin Artikel

"Saya Enggak Korupsi, Enggak Korupsi, tapi Dituduh Korupsi!"

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik PT Duta Palma Surya Darmadi didakwa telah merugikan perekonomian negara sebesar Rp 73,9 triliun akibat bisnis perkebunan kelapa sawit yang dilakukan perusahaannya di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau sejak tahun 2004 hingga 2022.

Dakwaan itu disampaikan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (8/9/2022). Ia didakwa bersama dengan mantan Bupati Indragiri Hulu, Raja Thamsir Rachman. 

Keduanya didakwa memperkaya diri sendiri sebesar Rp 7.593.068.204.327 dan 7.885.857,36 dollar Amerika Serikat atas usaha tersebut.

“Merugikan perekonomian negara sebesar Rp 73.920.690.300.000 atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut,” ucap JPU.

Nilai kerugian itu merupakan perhitungan Laporan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03/SR/657/D5/01/2022 tanggal 25 Agustus 2022.

Jaksa mengatakan, terdakwa telah melakukan usaha perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan menggunakan izin lokasi dan izin usaha perkebunan tanpa adanya izin prinsip dan bertentangan dengan tata guna hutan kesepakatan (TGHK) serta tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan.

Selain itu, lanjut jaksa, terdakwa juga tidak melaksanakan kewajiban membangun kebun untuk masyarakat paling rendah seluas 20 persen dari total areal kebun yang diusahakan oleh perusahaan.

"Dalam menjalankan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan, terdakwa tidak melaksanakan kewajibannya kepada negara untuk membayar provisi sumber daya hutan (PSDH), dana reboisasi (DR), dan dana penggunaan kawasan hutan," papar jaksa.

Lebih lanjut, Surya Darmadi juga disebut jaksa, melaksanakan kegiatan perkebunan kelapa sawit dalam kawasan hutan yang mengakibatkan rusaknya kawasan hutan dan perubahan fungsi hutan.

Bos PT Duta Palma tersebut juga disebut melaksanakan kegiatan usaha perkebunan dan pengolahan kelapa sawit dalam kawasan hutan menggunakan izin lokasi yang peruntukannya untuk survei lokasi dan sosialisasi.

Perbuatan tersebut, kata jaksa, juga telah merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp 4,7 triliun.

"Merugikan keuangan negara sebesar Rp 4.798.706.951.640 dan 885.857,36 dollar Amerika Serikat atau setidak-tidaknya sejumlah tersebut," papar Jaksa.

Atas perbuatannya, Surya didakwa dengan Pasal 2 Ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ia juga didakwa Pasal pencucian uang dengan Pasal 3 Ayat (1) huruf c Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan atau Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dakwaan berubah-ubah

Besarnya nilai kerugian perekonomian negara yang didakwakan JPU kepada Surya Darmadi pun turut memunculkan banyak pertanyaan. Bukan hanya karena nilainya yang besar, pada saat proses penyidikan hingga dakwaan dibacakan nilainya acapkali berubah-ubah.

Kuasa hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang mengatakan, saat kliennya ditetapkan pertama kali sebagai tersangka, disebutkan bahwa nilai kerugian perekonomian negara mencapai Rp 78 triliun. 

Nilai itu kemmudian berkembang menjadi Rp 104 triliun ketika proses penyidikan. Namun, ketika surat dakwaan disusun jaksa, nilainya justru kembali berubah menjadi Rp 73,9 triliun.

"Saya juga tidak bisa menjawab pertanyaan beliau 'Pak Juniver, anda kan lawyer, saya baca ini dakwaannya hanya 78 (halaman), kerugian negara Rp 78 triliun, kok jaksa menyatakan Rp 104 triliun, ke mana lagi?'" ucap Juniver.

Tak hanya itu, Surya Darmadi juga mempertanyakan berkas dakwaan yang dibacakan JPU yang tebalnya 78 halaman. Menurut dia, berkas yang diserahkan JPU kepada dirinya tipis.

Hal itu turut ditanyakan oleh hakim ketua, Fahzal Hendri, kepada JPU.

"Ada yang diubah sebelumnya diserahkan ke Surya Darmadi? Katanya kok tipis dakwaannya? Tolong diserahkan yang mau dibacakan," ucap Fahzal kepada jaksa dalam persidangan.

Namun, JPU menyatakan bahwa berkas yang mereka bacakan sama seperti yang diserahkan kepada Surya Darmadi melalui pengacaranya.

"Untuk yang diterima penasihat hukum itu sudah dakwaan yang akan kita bacakan hari ini, persis sama," jawab jaksa.

Bantah korupsi dan lakukan pencucian uang

Ditemui usai persidangan, Surya membantah telah melakukan korupsi dan pencucian uang dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan perusahaannya.

Ia mengeklaim, kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang lakukan perusahaannya telah sesuai aturan yang berlaku di Indonesia.

"Saya enggak korupsi, enggak korupsi, saya dituduh korupsi," kata Surya Darmadi dengan nada tinggi,

"Kebun saya (nilainya) cuma Rp 4 triliun, didenda Rp 78 triliun, terus (berubah menjadi) Rp 104 triliun, kemudian tadi dakwaan Rp 73,9 triliun, saya lihat angkanya, saya setengah gila!," ujarnya.

Dalam dakwaan, jaksa menyebutkan bahwa Surya juga melakukan pencucian uang dengan membeli lahan dan bangunan di berbagai tempat, serta mentransfer uang ke berbagai anak perusahaannya.

"Itu (pencucian uang) enggak ada, enggak. Tidak," kata Surya membantah pertanyaan wartawan tentang apakah aset yang dimiliki adalah hasil pencucian uang.

Selain itu, lagi-lagi Surya membantah telah melakukan pencucian uang tersebut bersama dengan mantan Bupati Indragiri Hulu sebagaimana dakwaan jaksa.

"Tidak, saya enggak kenal bupati! sama sekali enggak kenal!" ucapnya.

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/09/08295971/saya-enggak-korupsi-enggak-korupsi-tapi-dituduh-korupsi

Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke