Kasus yang paling diingat Aminah adalah kasus tersangka perempuan berinisial DFES gang terjadi di Jambi 2019 lalu.
Saat itu Komnas Perempuan mengirimkan surat pengalihan penahanan dari rumah tahanan (rutan) menjadi tahanan rumah atau tahanan kota.
DFES satu-satunya tersangka perempuan dari 59 tersangka dalam kasus konflik lahan di Batanghari.
"Kita mengirimkan surat pengalihan penahanan, (supaya) dia nggak di rutan biar tahanan rumah atau tahanan kota karena dia hamil," kata Aminah saat dihubungi melalui telepon, Rabu (7/9/2022).
Namun, rekomendasi Komnas Perempuan itu tak digubris, bahkan saat kasus sudah masuk ke tingkat kejaksaan.
Aminah menjelaskan, DFES kemudian berhasil mendapat penangguhan penahanan ketika suaminya mengajukan banding.
"Nggak lama setelah penangguhan penanganan dikabulkan, dia melahirkan," imbuh dia.
Aminah kemudian memberikan catatan kasus lainnya yang direkomendasikan agar penahanan tersangka atau terdakwa ditangguhkan.
Kasus lainnya yaitu penangguhan untuk tersangka LLD, perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) berlanjut dengan alasan harus merawat ibu kandungnya yang berusia lanjut di tahun 2021.
Kemudian penangguhan penahanan bagi Terdakwa FS, perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) dalam kondisi hamil yang menjalani penahanan di Rumah Tahanan Pondok Bambu, Jakarta Timur tahun 2020.
Keempat, penangguhan penahanan terhadap NN, Perempuan yang Dilacurkan (Pedila) di Padang pada 26 Januari 2020 yang memiliki balita
Komnas Perempuan juga mengajukan Keberatan ke Polres Samosir karena tahanan perempuan hanya diberi satu pembalut per hari ketika menstruasi, sementara keluarga dilarang untuk menjenguk.
Kemudian penangguhan penahanan terhadao SP, Terdakwa Pasal 374 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP di Bekasi tahun 2022.
Terakhir pengalihan penahanan untuk K, laki-laki yang memperjuangkan hak atas lingkungan di Watussalam, Pekalongan berkaitan dengan hak ayah untuk menemani kelahiran isterinya yang tengah hamil.
"Jadi sebenarnya ini sebagian yang masuk ke dalam pengaduan komnas perempuan, kami kirimkan rekomendasi," papar Aminah.
Untuk Putri Candrawathi dalam kasus pembunuhan Brigadir J, Komnas Perempuan dengan tegas menyebutkan tidak mengeluarkan rekomendasi apapun terkait dengan status penahanan Putri.
"Sebetulnya Komnas Perempuan tidak memberikan rekomendasi ke ibu PC untuk konteks penahanan," kata wanita yang akrab disapa Ami itu.
Aminah mengatakan, status penahanan Putri yang saat ini tidak ditahan adalah murni kewenangan dari kepolisian.
Komnas Perempuan, kata dia, hanya memberikan tanggapan dari pertanyaan awak media terkait alasan Putri tak ditahan.
"Kita hanya merespons apa yang disampaikan oleh teman-teman wartawan terkait "kok nggak ditahan?" ucap Ami.
Menurut Ami, apa yang diputuskan oleh kepolisian untuk tidak menahan Putri bisa dibenarkan dalam konteks hak asasi perempuan.
Putri disebut memiliki hak maternitas karena harus merawat anaknya yang masih balita.
Di sisi lain, Putri juga dikategorikan sebagai seorang perempuan yang berhadapan dengan hukum.
"Di aturan internasional di Rekomendasi Umum Nomor 33 Tahun 2015 (General Recommendation No 33 on Womens Access to Justice) tentang akses perempuan terhadap keadilan itu dinyatakan bahwa "Penahanan sebelum persidangan adalah upaya paling akhir (untuk perempuan yang berhadapan dengan hukum)," ucap Ami.
"Berarti kan itu (perlakuan polisi ke Putri) harus dipahami berlaku untuk semua perempuan yang berhadapan dengan hukum," sambung dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/09/05470031/catatan-komnas-perempuan-beri-rekomendasi-penangguhan-penahanan-tersangka