JAKARTA, KOMPAS.com - Ahli hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, hasil pemeriksaan alat pendeteksi kebohongan atau lie detector terhadap para tersangka dan saksi dalam kasus pembunuhan Brigadir J tidak serta merta membuatnya menjadi alat bukti tindak pidana.
"Alat itu dan hasilnya tidak termasuk alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana)," kata Abdul saat dihubungi Kompas.com, Selasa (6/9/2022).
Abdul memaparkan, yang dimaksud alat bukti dalam Pasal 184 adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, keterangan tersangka, petunjuk (persesuaian 2 atau lebih alat bukti kecuali keterangan ahli), dan keterangan terdakwa.
Abdul mengatakan, bisa saja dalam persidangan penyidik dan jaksa memasukkan hasil pemeriksaan poligraf atau lie detector sebagai alat bukti keterangan ahli.
"Artinya bukti apapun yang tidak berkaitan dengan kejahatannya tidak relevan," sambung Abdul.
Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan seluruh tersangka dan sejumlah saksi dalam kasus Brigadir J menjalani pemeriksaan menggunakan poligraf.
Pemeriksaan menggunakan perangkat lie detector itu juga dilakukan terhadap Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawathi, yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Iya terjadwal (Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi),” kata Andi saat dikonfirmasi, Senin (5/9/2022).
Selain Ferdy dan Putri, ada juga saksi yang akan diperiksa menggunakan uji poligraf, yakni asisten rumah tangga Sambo bernama Susi.
“PC, saksi Susi dan FS. Jadwalnya sampai hari Rabu,” ucap dia.
Sementara untuk tiga tersangka lain di kasus pembunuhan berencana Brigadir, yakni Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf (asisten rumah tangga Sambo) telah terlebih dahulu diperiksa dengan menggunakan poligraf.
Andi mengatakan pemeriksaan dengan alat pendeteksi kebohongan dilakukan untuk menguji tingkat kejujuran tersangka.
“Untuk menguji tingkat kejujuran tersangka dalam memberikan keterangan,” tutur dia.
Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat meninggal dunia dengan sejumlah luka tembak di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta, 8 Juli 2022.
Hasil pendalaman tim khusus Polri mengungkapkan bahwa Brigadir J tewas akibat ditembak oleh Bharada E atau Richard Eliezer.
Penembakan itu diperitahkan langsung oleh Ferdy Sambo.
Bahkan, dalam tayangan video animasi hasil rekonstruksi yang dibuat Polri menunjukkan bahwa Ferdy Sambo ikut menembak Brigadir J saat ajudannya itu sudah tergeletak dan bersimbah darah di lantai.
Kelima tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J dijerat pasal pembunuhan berencana yakni Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan atau 56 KUHP.
(Penulis : Rahel Narda Chaterine | Editor : Sabrina Asril)
https://nasional.kompas.com/read/2022/09/06/14375101/hasil-pemeriksaan-lie-detector-di-kasus-brigadir-j-dinilai-bukan-alat-bukti