Salin Artikel

Rekonstruksi dan Lemahnya Sensitivitas Polisi terhadap Korban

Rekonstruksi dilakukan di rumah dinas Kadiv Propam Polri, Duren Tiga, dan rumah pribadi Ferdy Sambo di Saguling pada Selasa, 30 Agustus 2022.

Rekonstruksi ini dilakukan lima tersangka, yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada Richard Eliezer, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf. Kegiatan ini juga dihadiri Kompolnas, KPSK dan Komnas HAM.

Di dalam Peraturan Kapolri No 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, Pasal 24 disebutkan:

  1. Untuk kepentingan pembuktian dapat dilakukan pemeriksaan konfrontasi dengan mempertemukan saksi dengan saksi atau saksi dengan tersangka;
  2. Pemeriksaan konfrontasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyidik/Penyidik Pembantu wajib menghindarkan terjadinya konflik
  3. Dalam hal menguji persesuaian keterangan para saksi atau tersangka, Penyidik/Penyidik Pembantu dapat melakukan rekonstruksi.

Sayangnya dalam proses rekonstruksi tersebut kuasa hukum keluarga Korban tidak dilibatkan, bahkan diusir oleh Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Pol Andi Rian Djajadi.

Menurut Kamaruddin, pihaknya tidak diizinkan ke dalam lokasi rekonstruksi dan hanya dipersilakan memantau dari luar, dengan alasan rekonstruksi atau reka ulang ini untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan.

Jadi tidak ada ketentuan proses reka ulang atau rekonstruksi wajib menghadirkan korban yang sudah meninggal atau kuasa hukumnya.

Pernyataan Dirtipidum ini menujukkan mindset polisi masih klise, yaitu hanya melihat dari sisi perbuatan dan pelaku dan sama sekali telah mengabaikan kepentingan korban.

Padahal Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana.

Posisi korban telah disingkirkan oleh arogansi pejabat dengan pemikiran positivis, yaitu hanya berpegang pada penafsiran atas peraturan.

Beberapa pakar seperti Sumner sempat menyatakan “the increase in victimazation in recent time has caused a reassessment of the role of the victim in the criminal (1992:3)."

Timbulnya mindset offender-centered menurut Packer (1968:17) menyangkut masalah utama dalam hukum pidana adalah kejahatan (offence), kesalahan (guilt) serta pidana (punishment).

Pendapat ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi sehingga perhatian hukum pidana harus bergeser bukan saja offender-centered, tetapi seperti yang dikatakan Schafer (1968:4) menjadi Criminal-victim relationship, sehingga pelaksanaan hukum pidana menjadi lebih tepat dan memenuhi rasa keadilan.

Mardjono Reksodiputro (1994:91) menilai “Sistem peradilan pidana yang sekarang ini berlaku terlalu difokuskan pada pelaku dan kurang sekali memperhatikan korban".

Muladi (1972:78), juga mengingatkan, ”Hukum pidana tidak boleh hanya berorientasi pada perbuatan manusia saja (daadstrafrecht) sebab dengan demikian hukum pidana menjadi tidak menusiawi dan mengutamakan pembalasan. Apabila Hukum Pidana hanya diorientasikan pada pemenuhan unsur tindak pidana dalam perundang-undangan juga tidak benar karena hanya memperhatikan si pelaku saja (daderstrafrecht) dengan demikian penerapan hukum pidana akan berkesan memanjakan penjahat dan kurang memperhatikan kepentingan yang lebih luas, yaitu kepentingan masyarakat, kepentingan negara dan kepentingan korban tindak pidana”.

Munculnya viktimologi sebagai ilmu yang berusaha menegakkan hak-hak korban, salah satunya melalui pendekatan Criminal-Victim Relationship, maka keterlibatan korban akan berpengaruh pada tingkat kesalahan pelaku kejahatan, dan tingkat kesalahan ini akan berpengaruh pula pada aspek pertanggungjawaban pidana.

Sebesar apa kerugian yang dialami korban akan menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan.

Akan sangat berbeda ketika polisi dan jaksa hanya bermain dengan pelaku, fakta dengan mudah berubah, motif dapat diciptakan dan ujung-ujungnya adalah kepentingan pelaku.

Mindset Polisi yang terkesan offender centered, mengharuskan kita untuk memperbaiki posisi korban dalam sistem hukum agar apa yang diperolehnya tidak hanya kepuasan simbolik.

Simbolik karena kepentingan korban tindak pidana seolah telah diwakili oleh alat negara, yakni polisi dan jaksa sebagai penyelidik, penyidik, penuntut umum, namun semua ini hanya demi menegakkan hukum saja dengan target menghukum pelaku yang dengan berbagai fakta yang justru menguntungkan pelaku.

Seringkali motif menjadi salah satu argumen untuk menujukkan ada alasan yang logis atas perbuatan pelaku.

Hal ini yang dikhawatirkan banyak pihak, minset polisi yang tidak berpihak kepada korban dapat menimbulkan proses viktimisasi kriminal, menjadi korban sistem hukum yang tidak adil.

Viktimisasi ini sudah nampak dengan fakta yang dimunculkan dalam kasus Brigadir J seolah pembunuhan terjadi karena kesalahan korban.

Hak-hak korban

UU No 31 Tahun 2014 Pasal 8 (1) Perlindungan terhadap saksi dan/atau korban sejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir. Salah satu hak yang dimiliki korban adalah mendapat informasi mengenai perkembangan kasus.

Terkait dengan proses rekonstruksi sudah selayaknya kuasa hukum korban terlibat dan mengikuti seluruh proses rekonstruksi tersebut agar ada keseimbangan dalam kesaksian pelaku.

Apalagi kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J termasuk kejahatan berat, dilihat dari ancaman sanksi, yaitu hukuman mati, penjara seumur hidup atau penjara dalam waktu tertentu paling lama 20 tahun.

Membaca UU No 14 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No 6 Tahun 2013 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, pada Pasal 5 dirumuskan:

(1) Saksi dan Korban berhak:

  1. memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
  2. ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan;
  3. memberikan keterangan tanpa tekanan;
  4. mendapat penerjemah;
  5. bebas dari pertanyaan yang menjerat;
  6. mendapat informasi mengenai perkembangan kasus;
  7. mendapat informasi mengenai putusan pengadilan;
  8. mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan;
  9. dirahasiakan identitasnya;
  10. mendapat identitas baru;
  11. mendapat tempat kediaman sementara;
  12. mendapat tempat kediaman baru;
  13. memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan;
  14. mendapat nasihat hukum;
  15. memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir; dan/atau
  16. mendapat pendampingan.

Perlindungan bagi saksi/korban yang bersifat menyeluruh harus mencakup lima tahapan yang dilalui saksi/korban, yaitu: tahap pertolongan pertama (gawat darurat ketika peristiwa baru saja terjadi), tahap investigasi, tahap prapersidangan, tahap persidangan serta tahap pascapersidangan (setelah putusan akhir).

Beberapa prinsip-prinsip perlindungan bagi saksi/korban mencakup: keamanan saksi/korban harus menjadi pertimbangan utama dalam memutuskan langkah yang akan diambil oleh pihak yang menangani kasus, korban wajib mendapatkan informasi yang benar dan lengkap agar dapat membuat pilihan terbaik bagi dirinya dan tidak dibenarkan untuk mempersalahkan saksi/korban atas kejahatan yang dialaminya.

Dengan demikian, tidak seharusnya Polisi membatasi langkah pihak Korban untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang penangan kasusnya, karena hal ini adalah hak-hak korban.

Hukum pidana sudah berkembang dari Criminal Relationship ke arah Criminal-Victim Relationship sehingga mindset Polisi harus berubah dengan meningkatkan sensifitas terhadap penderitaan korban.

Tap MPR Nomor VII Tahun 2000, menegaskan keberadaan Polri sangat penting. Sebab, Polri menjadi alat negara yang punya peran dalam pemeliharaan Kamtibmas, penegakan hukum, sekaligus mengayomi dan melayani masyarakat.

UU No 2 Tahun 2002 juga mengamanatkan hal yang sama dalam fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, penegak hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.

Dalam hal ini Polisi tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap pihak korban, apalagi sekadar untuk lebih memanjakan pelaku.

Komitmen Kapolri dengan Slogan Presisi yang merupakan singkatan dari kata prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan, dapat menjadikan pelayanan kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat.

Kapolri juga menegaskan komitmennya untuk memenuhi rasa keadilan dengan membuat hukum diberlakukan secara benar.

Hukum tidak tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Rasa keadilan dilakukan dengan mengedepankan instrumen hukum progresif melalui penyelesaian dengan prinsip keadilan restoratif.

https://nasional.kompas.com/read/2022/09/02/05450081/rekonstruksi-dan-lemahnya-sensitivitas-polisi-terhadap-korban-

Terkini Lainnya

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Langkah PDI-P Tak Lakukan Pertemuan Politik Usai Pemilu Dinilai Tepat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke