Tidak hanya tindak pidana terorisme, pendanaan terorisme juga merupakan perbuatan melanggar hukum yang akan dijerat dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pendanaan termasuk salah satu faktor utama dalam setiap aksi terorisme. Dengan begitu, penanggulangan tindak pidana terorisme harus diikuti dengan pemberantasan terhadap pendanaan terorisme pula.
Di Indonesia, perihal pendanaan terorisme diatur secara khusus dengan UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.
Berikut penjelasannya.
Pendanaan terorisme dan ancaman pidananya
Pendanaan terorisme adalah perbuatan menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud untuk digunakan atau yang diketahui akan digunakan untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris.
Dana yang terkumpul digunakan oleh jaringan teroris untuk melakukan aksi-aksi terorisme, seperti mendanai serangan bom, membeli senjata api, dan lain-lain.
Berdasarkan undang-undang ini, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan untuk terorisme, organisasi teroris, atau teroris diancam dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.
Ancaman pidana yang sama juga akan menjerat setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan pendanaan terorisme.
Jika terpidana tidak mampu membayar pidana denda yang dijatuhkan, maka denda diganti dengan kurungan paling lama satu tahun empat bulan.
Sementara itu, bagi orang yang dengan sengaja merencanakan, mengorganisasikan, atau menggerakkan orang lain untuk menyediakan, mengumpulkan, memberikan, atau meminjamkan dana, baik langsung maupun tidak langsung, dengan maksud digunakan untuk terorisme, organisasi teroris, atau teroris diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
Tak hanya individu, pemidanaan tindak pidana pendanaan terorisme juga dapat dilakukan terhadap korporasi. Pidana akan dijatuhkan terhadap korporasi atau personel pengendali korporasi.
Pidana dijatuhkan terhadap korporasi jika tindak pidana pendanaan terorisme:
Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda paling banyak Rp 100 miliar.
Selain itu, korporasi juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:
Jika korporasi tidak mampu membayar denda, maka diganti dengan perampasan harta kekayaan milik korporasi atau personel pengendali korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan.
Pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme
Selain ancaman hukuman terhadap pendanaan terorisme, UU Nomor 9 Tahun 2013 juga mengatur upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana tersebut.
Dikarenakan pendanaan terorisme bersifat lintas negara, upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan melibatkan penyedia jasa keuangan, aparat penegak hukum, dan kerja sama internasional.
Kerja sama ini diperlukan untuk mendeteksi adanya suatu aliran dana yang digunakan atau diduga digunakan untuk pendanaan kegiatan terorisme.
Menurut UU Nomor 9 Tahun 2013, upaya pencegahan tindak pidana pendanaan terorisme dilakukan melalui:
Selain itu, UU Nomor 9 Tahun 2013 juga memuat tentang mekanisme pemblokiran, pencantuman dalam daftar terduga teroris dan organisasi teroris, pengaturan mengenai penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan, serta kerja sama, baik nasional maupun internasional, terkait pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pendanaan terorisme.
Referensi:
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/25/01000091/uu-tindak-pidana-pendanaan-terorisme