Salin Artikel

Terobosan Politik Meningkatkan Partisipasi Pemilu 2024

Pasalnya, secara sederhana isu pemilu adalah soal proses politik meraih dan merebut kekuasaan secara demokratis dan konstitusional.

Dinamika politik demokrasi Indonesia selalu lebih bergejolak ketika isu-isu pemilu mulai kembali mencuat mewarnai ruang-ruang publik.

Reaksi publik yang demikian juga merupakan penanda aktifnya partisipasi politik warga negara dalam penyelenggaraan pemilu di suatu negara yang demokratis.

Angka partisipasi politik pada pemilu-pemilu yang diselenggarakan di Indonesia sebelumnya, dari sisi kuantitatif masyarakat pemilih yang menggunakan hak pilihnya cenderung meningkat signifikan.

Pemilu 2014 partisipasi politik sekitar 75 persen, sementara pemilu 2019 meningkat menjadi 81 persen.

Namun demikian, bisa dibilang tingginya angka partisipasi politik tersebut tidak selalu berkorelasi positif dari sisi kualitas.

Dalam artian, proses penyelenggaraan pemilu belum memiliki dampak sosial-politik yang progresif secara langsung dan menyeluruh sebagai wahana pendidikan politik rakyat.

Hal tersebut dapat dilihat dari kualitas isu-isu politik yang menjadi konsumsi publik selama tahapan pemilu berlangsung.

Isu yang berkembang terkesan membabi buta tak jelas arah, jauh dari kesan “memerdekakan” dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta konsepsi yang konstruktif untuk pembangunan peradaban politik yang lebih maju.

Isu-isu politik yang mendominasi ruang-ruang publlik tersebut antara lain, isu SARA, isu politik identitas, menyerang pribadi seseorang berdasarkan sentimen tertentu, hoax dan lain-lain.

Sementara di sisi lain, isu-isu kritis seperti Hak Asasi Manusia, keadilan ekologis, atau lingkungan hidup, pendidikan dan kesehatan, teknologi dan lainnya menjadi isu pinggiran yang jarang mendapat tempat di dalam ruang-ruang publik pada setiap proses penyelenggaraan pemilu.

Isu-isu politik ofensif yang mengarah pada “black campaign” selalu mendominasi selama tahapan pemilu berlangsung.

Pada masa kampanye dimobilisasi sedemikian rupa untuk membentuk narasi destruktif terhadap lawan-lawan politik, baik secara individual maupun kelompok.

Mobilisasi isu-isu politik tersebut dapat menggerakan partisipasi politik masyarakat pemilih yang massif.

Walau partisipasi politik semacam itu sah-sah saja dalam pertarungan elektoral yang demokratis, namun mundur secara kualitas, mendidik rakyat menanam benih-benih kebencian sosial yang berkepanjangan sehingga dapat merusak karakter keberagaman bangsa.

Berbicara soal partisipasi politik dan motivasi yang melatarbelakanginya, secara teoritis, Huntington dan Nelson (1977), membagi partisipasi politik menjadi dua.

Pertama, partisipasi otonom, yaitu partisipasi politik yang didorong oleh keinginan pelakunya sendiri untuk melakukan tindakan tersebut.

Kedua adalah partisipasi mobilisasi, yaitu partisipasi yang digerakkan (mobilization) atau diinginkan oleh orang lain, bukan karena kesadaran atau keinginan pelakunya sendiri.

Oleh karena itu, sangat mungkin di tengah pandemi yang belum berakhir, pertarungan politik pada pemilu 2024 ke depan akan diwarnai oleh massifnya mobilisasi isu.

Mengingat kehadiran secara fisik dibatasi, maka peran teknologi informasi, media sosial, dan sarana-sarana informatif digital lainnya akan sangat menentukan.

Dunia gital mengalami perkembangannya sebagai ruang publik virtual yang secara bersamaan menghadirkan privasi dan publikasi.

Kegelisahan sosial masyarakat saat ini disalurkan melalui media sosial sebagai ruang publik ketika media massa konvensional tidak mampu menampungnya dalam batas-batas tertentu.

Intervensi isu

Dalam hubungan itu, pada ruang publik terdapat nilai-nilai demokrasi untuk kepentingan bersama (publik). Nilai-nilai demokrasi inilah yang menjadikan ruang publik menjadi politis (political public sphere) yang menjadi jembatan antara kepentingan publik dan negara (Habermas: 1991).

Dalam perkembangannya ruang publik menghadapi kompleksitas kehidupan dan sistem, setelah melalui hubungan dialektis terbentuk konsesus rasional, terbangunlah gagasan “demokrasi deliberatif”. Proses pemberian suatu alasan atas rumusan kebijakan publik diuji lebih dahulu oleh konsultasi publik atau melalui diskursus publik (Hardiman: 2004).

Diskursus akan terjamin bila dibangun di atas bangunan struktur politik dan hukum (Habermas: 1996).

Penciptaan ruang-ruang publik untuk mengintervensi isu-isu dalam konteks kepemiluan sangat dimungkinkan, walaupun harus melalui prosedur birokratis.

Bentuk dari intervensi isu tersebut, pertama, perangkat hukum berupa aturan teknis dari lembaga negara yang independen seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat memfasilitasinya.

Seperti, misalnya, syarat administrasi untuk menjadi calon anggota legislatif atau calon presiden dan wakil presiden harus disertakan karya tulis dengan memilih satu tema Hak Asasi Manusia, lingkungan hidup, pendidikan dan kesehatan, teknologi, atau lainnya.

Selanjutnya, pada masa tahapan kampanye baik dalam kampanye terbuka, tatap muka, maupun melalui media online karya tulis terebut kembali wajib disertakan dalam berbagai bentuknya.

Dengan space waktu yang khusus, dipublikasikan melalui frekuensi publik atau media sosial seperti Youtube, sehingga ada rekam jejak digitalnya.

Di sisi lain, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi jalannya proses tersebut baik pada masa pencalonan maupun kampanye, dan untuk memastikan apakah pada tahapan tersebut peserta pemilu tidak lalai menyampaikannya ke masyarakat pemilih tanpa mencampuri urusan yang bersifat substansi dari materi kampanye tersebut.

Dengan demikian secara otomatis partai politik peserta pemilu akan mengikuti aturan tersebut dengan menyeleksi ketat untuk menjaring caleg-caleg berkualitas.

Sebagai ilustrasi, Pemilu 2019 diikuti oleh 7.968 caleg. Bayangkan pemilu tahun 2024 caleg-caleg sebanyak itu ditambah pasangan capres dan cawapres yang bertarung, mengkampanyekan isu-isu pilihan sebagaimana yang disepakatkan dalam peraturan KPU.

Kedua, memperbaiki regulasi kampanye dan bantuan dana kepada partai politik untuk mendukung intervensi isu tersebut.

Sebagai contoh bantuan negara dalam hal kampanye di beberapa negara, secara tidak langsung berupa subsidi.

Di Chile misalnya, pada masa pemilu, pemerintah pusat menyediakan hak siar secara khusus pada partai-partai politik di televisi setempat selama 27 hari sebelum akhir periode masa kampanye.

Di Meksiko, partai politik diberikan akses permanen gratis ke radio dan TV.

Sementara di Hongaria, penyedia program media menerbitkan secara gratis iklan politik yang dihasilkan oleh organisasi dan kandidat yang mencalonkan diri pada hari terakhir kampanye pemilihan.

Contoh lain lagi, misalnya, menjadikan kesetaraan gender sebagai salah satu kriteria alokasi pendanaan publik dengan memberikan insentif keuangan bagi partai politik.

Korea, misalnya, mensyaratkan partai politik untuk menggunakan tidak kurang dari 10ri subsidi mereka untuk mempromosikan partisipasi politik perempuan.

Di Meksiko, dalam undang-undangnya mewajibkan 2ri dana publik digunakan untuk kegiatan mengembangkan dan melatih kepemimpinan politik perempuan.

Beberapa contoh di atas hanya sebagai gambaran saja meski tidak harus sama dalam kriteria isu yang akan diadopsi dalam sistem pemilu kita.

Dengan demikian, diharapkan ke depannya ruang-ruang publik di masa pemilu akan lebih berwarna, berkualitas dan berkarakter.

Bertebaran isu-isu yang berbasis data, literasi dan riset. Sehingga banyak yang akan menjadi bahan pertimbangan pemilih untuk memilih.

Dan yang terpenting diharapkan menggeser atau paling tidak bersaing dengan isu-isu politik identitas, berbau SARA atau sentimen keagamaan yang kental, isu-isu hoax yang destruktif, dan lainnya.

Bahwa pembahasan di atas hanya sedikit ide dan gagasan untuk mengintervensi isu dan memobilisasinya, yang setidaknya akan memberi sedikit warna pada penyelenggaraan pemilu.

Bahwa pemilih khususnya generasi muda saat ini membutuhkan dorongan kuat, perangsang, supporting system, jembatan fasilitas atau perangkat hukum dan politik guna mempertegas dimensi-dimensi partisipasi publik.

Sehingga diharapkan pemilu bukan hanya sekadar konsolidasi lembaga formal, suara mayoritas, menang atau kalah, persoalan prosedural teknis, namun jauh lebih dari itu, pemilu memiliki makna, lebih memiliki arti, membentuk karakter, dan yang terpenting memajukan peradaban politik bangsa.

https://nasional.kompas.com/read/2022/08/08/17222891/terobosan-politik-meningkatkan-partisipasi-pemilu-2024

Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke