JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu hal yang menjadi sorotan dalam penetapan Bharada E sebagai tersangka penembakan yang menewaskan Brigadir Nofriansyah Josua Hutabarat atau Brigadir J adalah terkait pasal yang dikenakan penyidik.
Direktur Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (3/8/2022), mengatakan, Josua dikenakan Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal 338 KUHP berbunyi: “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun."
Kemudian Pasal 55 KUHP berbunyi: "(1) Dipidana sebagai pelaku tindak pidana:
1. mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan;
2. mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu dengan menyalahgunakan kekuasaan atau martabat, dengan kekerasan, ancaman atau penyesatan, atau dengan memberi kesempatan, sarana atau keterangan, sengaja menganjurkan orang lain supaya melakukan perbuatan.
(2) Terhadap penganjur, hanya perbuatan yang sengaja dianjurkan sajalah yang diperhitungkan, beserta akibat-akibatnya."
Kemudian Pasal 56 KUHP berbunyi: "Dipidana sebagai pembantu kejahatan: 1. mereka yang sengaja memberi bantuan pada waktu kejahatan dilakukan; 2. mereka yang sengaja memberi kesempatan, sarana atau keterangan untuk melakukan kejahatan."
Pihak lain
Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menyoroti penggunaan Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP dalam perbuatan pidana yang disangkakan kepada Bharada E.
Sebab menurut Usman, dengan menetapkan pasal itu dalam sangkaan memperlihatkan penyidik meyakini ada pihak selain Bharada E yang turut andil terlibat dalam peristiwa yang berujung kematian Brigadir J.
"Kalau kita lihat lebih jauh, rujukan pasal selain pasal pembunuhan ada pasal 55 dan 56. Itu artinya polisi menempatkan perbuatan itu dalam kerangka ada yang menyuruh melakukan, ada yang ikut atau turut bersama melakukan, dan juga setidak-tidaknya membantu melakukan," kata Usman seperti dikutip dari Breaking News Kompas TV.
Usman mengatakan, jika penyidik mengenakan Pasal 55 dan 56 KUHP dalam kasus Bharada E maka membuka peluang ada pihak lain yang diduga turut terlibat.
"Kalau dikonstruksikan dalam Pasal 55 atau yang pertama tadi, siapa ikut melakukan apa bersama siapa? Siapa menyuruh melakukan apa kepada siapa? Siapa yang disuruh, siapa yang menyuruh? Siapa yang melakukan dan siapa yang ikut serta melakukan? Siapa yang melakukan, siapa yang membantu melakukan?," papar Usman.
"Nah ini artinya tersangkanya tidak tunggal," sambung Usman.
Akan tetapi, kata Usman, Bareskrim Polri nampak memilih berhati-hati dalam memaparkan kasus yang diliputi tanda tanya itu.
Bahkan menurut Usman, penetapan Bharada E sebagai tersangka sebenarnya bukan hal yang mengejutkan.
"Karena dari awal Bharada E seperti ditempatkan sebagai orang yang menyebabkan kematian Brigadir J," ucap Usman.
"Apakah itu dilakukannya karena daya paksa atau aksi bela diri atau seperti yang sekarang yaitu sebuah tindak pidana, itu hanya berbeda keterangan saja dari pihak kepolisian," ujar Usman.
Masih berkembang
Dalam jumpa pers itu Andi mengatakan, proses pemeriksaan dan penyidikan dalam kasus itu masih berjalan.
"Pemeriksaan dan penyidikan tidak berhenti sampai di sini. Ini tetap berkembang," kata Andi.
"Bahwa masih ada beberapa saksi lagi yang akan kita lakukan pemeriksaan di beberapa hari ke depan. Pemeriksaan belum selesai, masih dalam pengembangan terus," ucap Andi.
Selepas diperiksa sebagai tersangka, Bharada E langsung ditahan oleh penyidik Bareskrim Polri.
Pada hari ini, Kamis (4/8/2022), Bareskrim Polri menjadwalkan pemeriksaan terhadap Kadiv Propam nonaktif Irjen Ferdy Sambo.
https://nasional.kompas.com/read/2022/08/04/05310051/kematian-brigadir-j-dan-sinyal-bharada-e-bukan-pelaku-tunggal