JAKARTA, KOMPAS.com - Pelaksanaan ibadah haji pada tahun ini telah usai. Namun, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memberikan sejumlah kritik terkait pelaksanaan haji di Arab Saudi.
Walaupun secara umum pelaksanaan ibadah haji tahun ini yang masih dalam suasana pandemi Covid-19 dinilai baik, tetapi menurut Kementerian Agama dan DPR terdapat sejumlah kekurangan.
Kritik itu mulai dari soal besarnya uang yang harus disetorkan pemerintah kepada Arab Saudi hingga ketersediaan fasilitas pendukung.
Di sisi lain, Arab Saudi memberikan Indonesia kuota sebanyak 100.051 jemaah haji pada tahun ini. Namun, Indonesia juga mendapatkan tambahan kuota 10.000 jemaah pada pertengahan Juni kemarin, tetapi tidak bisa dimanfaatkan karena waktu persiapan yang mepet.
Berikut ini rangkuman pernyataan dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas hingga DPR terkait kritik atas pelaksanaan haji 2022.
1. Harga tinggi, fasilitas tak sesuai
Keluhan Yaqut terkait pelaksanaan haji tahun ini adalah kenaikan biaya penyewaan fasilitas masyair atau layanan wukuf di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) untuk keperluan ibadah haji justru tak sesuai harapan.
Ia merasa harga yang ditetapkan saat ini yaitu total Rp 1,4 triliun tidak berpengaruh pada peningkatan fasilitas yang diterimanya.
"Saya mengeluh nih. Ini yang mengeluh saya, bukan jemaah. Kalau jemaah semua puas. Saya sampaikan itu ke Pak Menteri Haji (dan umrah Arab Saudi)," kata Yaqut dikutip berdasarkan laporan jurnalis Kompas TV Nitia Anisa di Jeddah, Arab Saudi, Minggu (17/7/2022).
"Yang mengeluh saya, karena dari apa yang kami bayarkan untuk Masyair dan lain sebagainya itu saya merasa belum (puas)," lanjutnya.
Ia menambahkan, pada dasarnya pemerintah Indonesia tidak akan mengeluhkan penambahan biaya apapun terhadap pelaksanaan ibadah haji.
Akan tetapi, hal itu harus diiringi dengan peningkatan fasilitas yang didapat jemaah nantinya.
"Berapapun dibayarkan untuk berangkat haji itu tidak masalah, tetapi apa yang dibayarkan harus sesuai," pungkasnya.
Secara terpisah, Yandri Susanto yang sempat menjabat sebagai Ketua Komisi VIII DPR mengatakan, pemerintah Indonesia dan Arab Saudi harus melakukan perundingan untuk mempersiapkan pelaksanaan haji tahun mendatang.
Sebab menurut dia, uang yang disetorkan jemaah haji harus sebanding dengan fasilitas yang diberikan oleh Arab Saudi.
"Sehingga, Saudi itu jangan menganggap Tanah Suci milik dia. Itu milik umat Islam. Maka, dari sisi pembiayaan pelayanan sejatinya dirembukan oleh negara yang mengirimkan jemaah haji," ujar Yandri saat ditemui di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (19/7/2022).
Yandri menyinggung tambahan dana haji sebesar Rp 1,5 triliun yang disepakati DPR bersama pemerintah.
Menurutnya, jika saat itu biaya Rp 1,5 triliun tidak dibayarkan, jemaah asal Indonesia tidak akan berangkat haji.
"Jadi jangan seperti kita ini, sudah diputuskan Pemerintah Arab Saudi. Mau diambil silakan, enggak mau diambil enggak," tuturnya.
Yandri membeberkan waktu untuk melobi Arab Saudi saat itu sudah terlalu mepet.
Sehingga, pada akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan untuk membayar tambahan biaya haji yang sudah ditetapkan.
"Ke depan mumpung waktunya masih panjang, sebaiknya Pemerintah Indonesia menginisiasi negara lain untuk mengetuk pintu Saudi Arabia agar duduk bareng, agar bisa membuat komite atau forum bersama untuk mematangkan persiapan haji masa akan datang," kata Yandri.
2. Menu buncis dan kasur tipis
Yaqut mengatakan, dengan harga yang ditetapkan saat ini, semestinya terdapat peningkatan pelayanan atau fasilitas.
Ia mencontohkan beberapa fasilitas yang dirasa tidak sesuai harapan. Semisal, menu makanan dan kasur.
"Menu makanan yang ya masih buncis, tambahin lah pakai telur dadar, telur ceplok, sambel, gitu lah kira-kira," ucap Yaqut.
Kemudian, untuk kasur yang ditempatinya, Yaqut merasa jauh dari harapan penambahan biaya fasilitas Masyair.
Ia mengaku kasur yang digunakannya sangat tipis. Ia pun mengaitkan biaya yang telah dikeluarkan untuk fasilitas Masyair sudah mahal.
"Kasurnya ya jangan tipis lah, bayarnya kan mahal, masa kasurnya sekali pakai aja itu, enggak bisa dipakai lagi. Itulah contohnya," ungkapnya.
3. Toilet perempuan minim
Yaqut juga menyoroti ketersediaan toilet bagi jemaah haji lelaki dan perempuan Indonesia di kawasan Armuzna saat pelaksanaan wukuf hingga lempar jamrah.
Menurut dia, jumlah toilet dalam pelaksanaan haji kali ini masih kurang memadai, terutama untuk perempuan.
"Padahal perempuan lebih banyak butuh waktu di toilet dibandingkan laki laki. Tapi jumlah toiletnya sama," ujarnya.
Yandri Susanto yang sempat menjabat sebagai Ketua Komisi VIII DPR turut mempersoalkan ketersediaan toilet itu.
Menurut dia, jumlah toilet yang tidak sebanding untuk mengakomodasi kebutuhan jemaah haji perempuan mengakibatkan antrean panjang yang mengganggu ibadah puncak di Armuzna.
"Kemudian antre kamar mandi terlalu panjang, terutama perempuan. Makanya, saya meminta kebutuhan kamar mandi perempuan itu mesti dua kali lipat dari laki-laki karena perempuan biasanya lama di kamar mandi," tukasnya.
"Jangan sampai saat mereka wukuf, lama antre di WC. Itu saya lihat kemarin di Arafah. Itu mungkin evaluasi mendasar, yang lain masih banyak lah ya, terkait ketaatan petugas haji, pemondokan," imbuh Yandri.
4. Petugas tidak disiplin
Yaqut juga menyoroti persoalan petugas haji Indonesia yang tidak disiplin dalam menunaikan tugas, terutama dalam melayani jemaah.
Menurut dia, para petugas haji seharusnya mendahulukan tugas ketimbang keinginan pribadi untuk bisa menunaikan ibadah haji.
"Tapi saya akan memastikan ke depan, semua yang terlibat dalam penugasan pelayanan ibadah haji, harus sesuai dengan tugas yang diberikan. Jadi harus disiplin pokoknya. Jadi harus diniatkan betul dari tanah air memberikan pelayanan, bukan untuk niat yang lain, bonusnya bisa ikut ibadah haji. Tidak dibalik," jelas Yaqut.
(Penulis : Nicholas Ryan Aditya, Adhyasta Dirgantara | Editor : Diamanty Meiliana)
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/22/16311491/evaluasi-haji-2022-dan-kritik-pemerintah-hingga-dpr