Salin Artikel

Tantangan Jabatan Fungsional dalam Tubuh Birokrasi

PADA pelantikan Presiden Jokowi untuk periode kedua tanggal 20 Okotober 2019, salah satu wacana yang ditegaskan dalam pidatonya adalah perihal reformasi birokrasi.

Beberapa jabatan struktural untuk eselon IV akan dihapuskan, karena dipandang tidak efektif menjalankan tugas-tugas birokrasi dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional.

Isu krusial dalam kultur birokrasi seperti rantai komunikasi yang berbelit, dinilai menjadi lambatnya proses pengambilan keputusan.

Imbasnya, pekerjaan rumah dalam tubuh pemerintahan seringkali tertunda untuk diselesaikan secara cepat karena struktur birokrasi kaku dan prosedur kerja yang sudah baku.

Proses penyederhanaan birokrasi dipandang tepat untuk mengakselerasi ritme kerja, yang diharapkan mampu mempercepat proses pengambilan keputusan strategis atas isu-isu yang menjadi masalah publik.

Namun demikian, menjadi penting juga untuk dipahami bahwa birokrasi bukanlah korporasi. Proses pendelegasian tugas dan wewenang secara hierarkis, mencerminkan level tanggung-jawab pada setiap tingkatan, sesuai dengan strata jabatan.

Berbeda dengan korporasi yang memiliki “konsituen” terbatas dalam rangka memaksimalkan profit, kebijakan publik yang ditetapkan oleh level birokrasi tertentu memiliki implikasi luas di masyarakat sehingga membutuhkan dasar pertimbangan yang jernih dan obyektif atas masalah publik.

Dengan tujuan akselerasi kerja birokrasi, Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen ASN memberikan ruang yang lebih terbuka bagi pegawai pemerintahan untuk menunjukan kinerja terbaik dalam jabatan non struktural, yakni Jabatan Fungsional.

Hal itu dipergas dalam pasal 47 bahwa jabatan PNS terdiri dari tiga rumpun, yakni Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), Jabatan Administrasi (JA) dan Jabatan Fungsional (JA).

Pijakan Teoritis

Penjelasan tentang tema sturktural-fungsional dalam pemerintahan pada artikel ini, mengadopsi dasar teoritis yang dikembangkan oleh para Sosiolog seperti Emile Durkheim (1858-1917) Max Weber (1864-1920) dan Robert K. Merton (1910-2003).

Meminjam model analisis Durkheim, birokasi merupakan sebuah keseluruhan organis yang masing-masing bagian memiliki struktur dengan fungsi tertentu.

Preposisi Durkheim ditegaskan kembali oleh Weber yang menyatakan bahwa birokrasi ideal adalah birokrasi yang rasional.

Irasionalitas dalam tubuh birokrasi harus dihilangkan agar tidak menjadi penghambat pelaksanaan fungsinya dalam pelayanan publik.

Namun Weber juga menganjurkan agar birokrasi diatur dalam sistem hirarki vertikal secara ketat dengan pembatasan komunikasi pegawai sesuai tingkatannya.

Kerangka pikir Durkheim dan Weber tentang birokrasi, disempurnakan oleh Merton dengan menekankan beberapa obyek analisis penting dalam perumusan kebijakan publik seperti tujuan (purpose), motivasi (motivation), desain (design) dan perhatian utama (primary concern).

Pijakan utama dalam teori Merton, menegaskan fungsi sebagai bentuk sistem dan fungsi sebagai tujuan organis.

Sebuah fungsi harus diuji secara empiris, sehingga dapat dijadikan dalil rasional dalam menetapkan struktur birokrasi sesuai dengan tujuan-tujuan universalnya.

Konsep Jabatan Fungsional

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) No. 45 Tahun 2013 tentang Jabatan Fungsional Analis Kebijakan (JFAK) dan Angka Kreditnya, JFAK didefinisikan sebagai jabatan yang mempunyai ruang lingkup tugas, tanggung-jawab dan wewenang untuk melaksanakan kajian dan analisis kebijakan dalam lingkungan instansi pusat dan daerah.

Pelaksanaan tugas JFAK tersebut, menekankan prinsip-prinsip profesionalisme, akuntabilitas, integritas, efisiensi dan efektifitas untuk mencapai tujuan tertentu dalam menyelesaikan masalah publik.

Secara konseptual, JFAK dituntut mampu memenuhi target angka kredit agar dapat mencapai prestasi kerja tertentu, dilihat berdasarkan satuan nilai dari tiap butir kegiatan yang harus dicapai.

Dalam tataran teknis, penetapan angka kredit JFAK mengacu pada Peraturan Kepala Lembaga Administrasi Negara (Perka LAN) No. 14 Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Kualitas Hasil Kegiatan Analis Kebijakan.

Butir kegiatan JFAK meliputi dua aspek, yakni utama dan penunjang. Aspek utama terdiri dari tiga komponen, yaitu pendidikan, kajian dan analisis kebijakan dan pengembangan profesi.

Artinya, JAFK merupakan rumpun jabatan yang tidak secara langsung ditetapkan dalam struktur organisasi tertentu dalam birokrasi pemerintahan.

Eksistensi JFAK diakui sebagai entitas jabatan berdasarkan fungsinya, bukan posisi strukturalnya.

Jabatan fungsional bertumpu pada kualifikasi profesionalitas dengan tugas yang dilandasi oleh penguasaan metodologi dan teknis analisis di bidang keahlian disiplin ilmu yang bersangkutan.

Dengan demikian, setiap pejabat fungsional dalam sebuah unit kerja pemerintahan memiliki posisi penting dan strategis.

Posisi Analis Kebijakan dalam struktur birokrasi

Dalam melaksanakan tugas dan tanggung-jawab yang digariskan oleh beberapa regulasi tersebut di atas, Analis Kebijakan memiliki peran strategis sebagai thinker dalam menganalisis permasalahan publik dari berbagai persepktif.

Rangkaian tahapan analisis melingkupi proses perencanaan, perumusan, formulasi, implementasi dan evaluasi kebijakan secara komprehensif.

Sifat pekerjaan yang dimiliki oleh seorang Analis Kebijakan, sangat menekankan sisi konseptual dari pada prosedural yang lebih bersifat teknis dan minor.

Analisis bersifat penalaran dengan metode tertentu, untuk mengidentifikasi kelemahan-kelemahan yang terjadi pada implementasi, sebagai bahan penyempurnaan pada tahap formulasi kebijakan.

Prosedur kerja birokrasi yang didasarkan pada surat perintah penugasan, masih merefleksikan kerangka struktural eselonisasi jabatan pada setiap unit kerja pemerintahan.

Dalam praktiknya, posisi seorang analis kebijakan dalam struktur birokrasi tersebut, berdampak bias karena statusnya yang di satu sisi menjadi bagian hierarkis, namun di sisi yang lain juga merupakan entitas tersendiri berdasarkan fungsinya. Sebuah dualisme peran yang sulit dihindarkan.

Seorang analis diharapkan mampu mengerjakan tugas-tugas secara mandiri tanpa harus terikat oleh struktur, menjadi tidak optimal karena diwajibkan berperan ganda, baik untuk peran struktural maupun fungsionalnya.

Para pejabat tinggi di pemerintahan pada kementerian atau lembaga negara tertentu, bukanya tidak memahami adanya dualisme peran bagi JFAK di lingkungan kerjanya.

Namun tuntutan untuk mencapai target-target kinerja yang telah ditetapkan dalam Rencana Strategis (Renstra) sebagai derivasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), menjadi perhatian utama dengan mendayagunakan SDM pegawai yang dimiliki.

Imbasnya, setiap JFAK harus bekerja ekstra memenuhi angka kredit, sekaligus mampu mewujudkan tugas-tugas organisasi dalam rangka mendukung posisi pimpinan secara struktural.

Kondisi seperti ini tentu tidak cukup ideal bagi setiap Pejabat Fungsional, khususnya Analis Kebijakan.

Seorang analis kebijakan diwajibkan mencapai angka kredit agar dapat “dinilai” berkinerja sebagaimana spirit yang terkandung dalam wacana reformasi birokrasi.

Pada saat yang bersamaan, juga harus mengerjakan tugas-tugas rutin yang seringkali lebih bersifat teknis prosedural ketimbang konseptual dan menekankan proses analisis mendalam.

Dibutuhkan suatu pembagian tugas yang lebih tegas, dengan harapan setiap JFAK dapat berfokus pada tugas-tugasnya sebagai thinker yang mendukung proses analisis dan rasionalisasi setiap agenda publik.

Melihat ke depan

Proses rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang memadai, menjadi kunci dalam menciptakan birokrasi yang sehat.

Dualisme peran JFAK dalam tubuh birokrasi, lebih disebabkan oleh keterbatasan kuantitas SDM pegawai pada setiap unit kerja, bukan karena beban tugasnya sebagaimana telah ditetapkan dalam Permen PAN-RB No. 45 Tahun 2013.

Pemetaan kebutuhan pegawai di instansi pemerintah, perlu terus dilakukan sesuai kebutuhan dan perkembangan zaman, serta didukung oleh kemampuan fiskal negara yang diharapkan semakin tangguh.

Dengan komposisi pegawai dan manajemen ASN yang lebih baik, peran JFAK akan lebih optimal dan mampu membuahkan hasil kajian yang berkualitas sebagai bahan dalam perumusan dan penyempurnaan kebijakan publik di Indonesia.

*Rusman, Analis Kebijakan – Direktorat Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan DJPI – Kementerian PUPR.

https://nasional.kompas.com/read/2022/07/19/14534641/tantangan-jabatan-fungsional-dalam-tubuh-birokrasi

Terkini Lainnya

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Polemik Kenaikan UKT Terus Jadi Sorotan, Fahira Idris: Pendidikan Tinggi Seharusnya Inklusif

Nasional
Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Menteri ESDM Soal Revisi PP Minerba: Semua K/L Sudah Siap, Tinggal dari Istana

Nasional
RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

RUU Kementerian Negara Disetujui Jadi Usul Inisiatif DPR, Bakal Segera Dikirim Ke Presiden

Nasional
Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Menolak Diusung pada Pilkada DKI dan Jabar, Dede Yusuf: Bukan Opsi yang Menguntungkan

Nasional
DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

DPR Bakal Panggil Mendikbud Nadiem Buntut Biaya UKT Mahasiswa Meroket sampai 500 Persen

Nasional
Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

Nasional
Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

Nasional
Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Kekayaan Miliaran Rupiah Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

Nasional
LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

Nasional
Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

Nasional
Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

Nasional
Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Mengadu ke DPR gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

Nasional
Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

Nasional
Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke