Diketahui, DPR telah mengesahkan tiga Undang-undang Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua, yakni Provinsi Papua Pegunungan, Papua Tengah, dan Papua Selatan.
Kemudian, beberapa hari lalu, Rancangan Undang-undang (RUU) DOB Papua Barat Daya sudah disetujui jadi usul inisiatif DPR.
"Kalau tanah Papua itu hemat saya, ketimbang kita memakai pendekatan politik untuk pemekaran provinsi, yang lebih baik dikedepankan adalah penguatan di distrik. Jadi lebih dekat dengan masyarakat distrik," ujar Djohermansyah saat dihubungi Kompas.com, Jumat (8/7/2022).
Djohermansyah mengatakan, distrik atau setara kecamatan di Papua harus diberi kewenangan besar.
Dia menyebutkan distrik di Papua perlu diberikan personel dan uang yang banyak.
"Sehingga mereka bisa langsung deliver untuk atasi gizi buruk, tingkat pendidikan rendah. Itu lebih bisa mendorong untuk peningkatan kesejahteraan," tuturnya.
Kemudian, Djohermansyah mengatakan, distrik lebih bisa menyentuh warga di Papua daripada provinsi yang letaknya sangat jauh.
Menurut dia, resep pemekaran provinsi dan kabupaten/kota yang dilakukan di Papua selama ini kurang tepat.
Djohermansyah pun menyinggung pemekaran daerah otonom yang dilakukan di Papua dalam rentang 15 tahun, yakni sejak 1999-2014.
Dia membeberkan bahwa, dalam kurun waktu 15 tahun itu, Papua dan Papua Barat dimekarkan sampai memiliki 42 daerah otonom.
Provinsi Papua jadi memiliki 29 kabupaten/kota, sementara 13 kabupaten/kota lainnya ada di Provinsi Papua Barat.
"Nah itu bagaimana perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat? Itu bisa dilihat dari indeks pembangunan manusia (IPM), juga di tingkat kemiskinan. Nah itu kan menunjukkan bahwa Papua induk, Papua Barat pun masih di papan bawah IPM kita, tingkat kemiskinan (juga masih tinggi)," beber Djohermansyah.
Oleh karena itu, Djohermansyah menilai resep pemekaran provinsi di Papua kurang tepat karena tidak mampu mendongkrak IPM dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Djohermansyah mengatakan ada persoalan yang terjadi, sehingga kesejahteraan sulit tercapai di Papua.
Salah satunya adalah kemampuan pemerintah di sana dalam menjangkau masyarakat Papua, di mana wilayahnya sangat luas.
Padahal, kata Djohermansyah, Papua sudah diberikan dana otonomi khusus dan biaya infrastruktur yang besar.
"Jadi mestinya uang banyak, kewenangan besar pula karena dapat dana otsus. Itu kan harusnya bisa membuat tingkat kesejahteraan masyarakatnya lebih tinggi kan," imbuhnya.
https://nasional.kompas.com/read/2022/07/09/12322501/pemekaran-provinsi-dianggap-kurang-tepat-atasi-persoalan-di-papua