Abdul Gafur merupakan terdakwa kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta perizinan di Kabupaten PPU, Kalimantan Timur tahun 2021-2022.
"Iya tentu, tidak menutup kemungkinan Andi Arief juga akan dihadirkan sebagai saksi," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Kamis, (9/6/2022).
"Karena sebelumnya juga sudah di BAP (berita acara pemeriksaaan) pada proses penyidikan," ucapnya.
Ali menjelaskan, saksi-saksi yang dihadirkan oleh jaksa KPK diperlukan untuk membuktikan dakwaan dugaan adanya penerimaan dan penggunaan uang suap dalam perkara tersebut.
Keterangan Andi dalam persidangan, ujar dia, dibutuhkan untuk menjelaskan dugaan adanya aliran uang di Musyawarah Partai Demokrat Kalimantan Timur.
Dalam surat dakwaan jaksa disebutkan Abdul Gafur diduga meminta uang Rp 1 miliar kepada Direktur Utama PT Borneo Putra Mandiri Ahmad Zuhdi untuk biaya operasional Musda tersebut.
"Saksi-saksi yang relevan tentu akan dihadirkan, termasuk alat bukti lainnya akan diperlihatkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum tersebut," ujar Ali.
"Kami pastikan jaksa KPK nanti akan buktikan surat dakwaannya di hadapan majelis hakim," ucapnya.
Dikutip dari Tribunnews, Jaksa KPK mendakwa Abdul Gafur menerima suap Rp 5,7 miliar terkait proyek dan perizinan di Penajam Paser Utara.
Suap itu diterima Abdul Gafur melalui sejumlah orang kepercayaannya dari berbagai pihak, termasuk PT Waru Kaltim Plantations.
"Melakukan atau turut serta melakukan, beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut, menerima hadiah atau janji yaitu menerima hadiah berupa uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp5.700.000.000," bunyi surat dakwaan Abdul Gafur dikutip, Rabu (8/6/2022).
Pembacaan surat dakwaan Abdul Gafur yang juga Ketua DPC Partai Demokrat Balikpapan itu berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Samarinda.
Jaksa memaparkan, uang senilai Rp 1,8 miliar diterima Abdul Gafur Masud dari seorang swasta bernama Ahmad Zuhdi alias Yudi melalui Asdarussallam dan Supriadi alias Usup alias Ucup.
Kemudian uang sebesar Rp 250 juta diterima Abdul Gafur dari Damis Hak, Achmad, Usriani alias Ani dan Husaini melalui Kepala Bidang Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Kabupaten Penajam Paser Utara, Jusman.
Selain itu, Abdul Gafur melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Penajam Paser Utara, Edi Hasmoro juga menerima Rp 500 juta dari sembilan kontraktor proyek di Dinas PUPR.
Serta uang sebesar Rp 3,1 miliar diterima Abdul Gafur melalui Plt Sekda Pemkab PPU, Muliari dari beberapa perusahaan yang mengurus perizinan usaha di Kabupaten PPU.
Abdul Gafur Masud telah menyetujui pengaturan paket-paket pekerjaan tahun anggaran 2020 dan 2021 pada lingkup Pemerintah Kabupaten PPU, yaitu pada Dinas PUPR yang telah dikondisikan Edi Hasmoro agar dimenangkan perusahaan milik Ahmad Zuhdi alias Yudi.
Kemudian pada Disdikpora yang telah dikondisikan Jusman agar dimenangkan Ahmad Zuhdi alias Yudi, Damis Hak, Achmad, Usriani alias Ani, dan Husaini.
"Serta memerintahkan Muliadi untuk meminta uang atas penerbitan perizinan yang diajukan PT Bara Widya Tama, PT Prima Surya Silica, PT Damar Putra Mandiri, PT Indoka Mining Resources, PT Waru Kaltim Plantation, dan PT Petronesia Benimel yang bertentangan dengan kewajibannya selaku Bupati Kabupaten PPU," papar jaksa.
Uang suap itu kemudian ditampung di rekening milik Bendahara DPC Partai Demokrat Balikpapan, Nur Afifah Balqis untuk biaya operasional Abdul Gafur selaku Bupati PPU dan Ketua DPC Partai Demokrat.
Salah satunya untuk kebutuhan operasional Musda Demokrat Kalimantan Timur, dimana Abdul Gafur turut mencalonkan diri sebagai ketua DPD Partai Demokrat Kaltim.
Atas perbuatannya, Abdul Gafur Mas'ud didakwa melanggar Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/09/10150361/kpk-bakal-hadirkan-andi-arief-dalam-persidangan-bupati-ppu-abdul-gafur