Sebab, pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara penyelenggara pemilu dengan DPR dan pemerintah yang lalu, Bawaslu menyatakan keberatan terhadap rancangan peraturan komisi pemilihan umum (PKPU) yang menyebtukan bahwa penyelesaian sengketa harus rampung dalam enam hari kalender.
Adapun August mengatakan, sebenarnya dalam hal penyelesaian sengketa, lama waktu bagi pihak pemohon perkara tak dikurangi.
"Akan segera dibahas dua lembaga, KPU dan Bawaslu, jadi memang harus banyak mendengarkan Bawaslu, tetapi secara prinsip urusan penyelesaian sengketa itu sebenarnya kalau urusannya hak dari para pihak tidak dikurangi sama sekali," ujar August ketika ditemui di Gedung KPU RI, Jakarta, Rabu (8/6/2022).
Ia pun mengatakan, sebenarnya terdapat beberapa alternatif yang bisa dilakukan Bawaslu untuk mempercepat proses penyelesaian sengketa, salah satunya dengan pelaksanaan sidang yang dilakukan daring atau online.
"Ini terinspirasi dari MA yang telah melakukan pengadilan digital, termasuk mungkin akan mempermudah dari sisi waktu, proses, sama-sama transparan, tetapi berkas-berkas kan sudah mulai tidak lagi dilibatkan secara konvensional sebagaimana periode-periode sebelumnya," kata August.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu rahmat Bagja memberikan masukan kepada KPU untuk menggunakan skema penyelesaian sengketa dalam 10 hari kalender.
Ia menilai, penyelesaian sengketa selama enam hari kalender sulit dilakukan.
"Kami mengusulkan untuk menggunakan skema sepuluh hari kalender untuk menyelesaikan sengketa. Sepuluh hari kalender saja, bagi kami, sebenarnya agak sulit dilakukan," ujar Rahmat seperti dikutip dari keterangan tertulisnya.
"Karena misalnya ketika register perkara tidak terpenuhi, maka pemohon hanya memiliki tiga hari kerja. Tiga hari ini tidak bisa kita potong, karena ini hak pemohon yang tidak bisa ditawar,” kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2022/06/08/21574091/masa-penyelesaian-sengketa-pemilu-belum-final-akan-dibahas-kpu-bawaslu