JAKARTA, KOMPAS.com - Jelang Pemilu 2024, partai politik mulai memanaskan mesin-mesin politiknya.
Partai politik juga mulai bergerilya mencari kader-kader potensial untuk mengeruk suara di kontestasi pemilu.
Berangkat dari sini, kemudian muncul lah fenomena politikus yang berpindah partai politik. Istilah "politikus kutu loncat" pun mencuat.
Berdasarkan Catatan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada Pemilu 2019, dari 31 anggota DPR yang memutuskan pindah parpol, 20 orang di antaranya memutuskan pindah ke Partai Nasdem.
Sebelas lainnya tersebar ke enam parpol, yakni Golkar, Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), PKS, dan Partai Berkarya.
Beberapa di antara mereka kembali menjadi anggota legislatif di Senayan. Namun, ada juga yang gagal mendulang kepercayaan dari masyarakat dan kehilangan kursi di DPR.
Terbaru, isu soal kepindahan politikus yang sedang ramai diperbincangan beberapa bulan belakangan ini adalah M Taufik dari Gerindra.
Kabar rencana kepindahan Taufik ini menguat setelah adanya pencopotan dirinya dari posisi Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta dan Wakil Ketua DPRD Jakarta.
Mencuat kabar, Taufik akan pindah ke Partai Nasdem. Partai Nasdem pun menyatakan siap menyambut.
Nah, apa yang sebenarnya terjadi? Apa alasan para politikus ini kemudian berpindah partai politik?
Bagaimana efeknya terhadap keberlangsungan partai politik tersebut dan demokrasi di Indonesia? Bagaimana membaca fenomena politikus kutu loncat ini terjadi?
Simak selanjutnya dalam percakapan dalam acara live Gaspol! yang tayang di YouTube, Facebook dan Instagram Kompas.com pada hari ini, Rabu (31/5/2022) pukul 16.00 WIB.
Kami mengundang politikus Gerindra Taufik serta Kepala Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS Arya Fernandes.
Tonton perbincangan melalui link berikut ini.
Selamat menyaksikan!
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/31/13475121/live-gaspol-hari-ini-politikus-kutu-loncat-apa-yang-dicari