Salin Artikel

Kerumunan Tak Lagi Menakutkan

Warga tak lagi risih bersentuhan dengan orang tak dikenal. Tak ada jarak satu dengan lain.

Bahkan ada pula yang tidak pakai masker di tengah kerumunan tersebut. Dan tertawa pun menjadi lepas, tak perlu sungkan dengan orang lain.

Kebiasaan selama dua tahun pandemi dibuang jauh. Protokol kesehatan sudah kedaluwarsa. Seolah mau ditegaskan, tak perlu lagi khawatir, "Semua telah berlalu".

Benarkah sudah berlalu? Sebenarnya belum sepenuhnya berlalu. Kasus baru masih ada.

Data Kementerian Kesehatan pada Sabtu (28/5/2022), mengungkapkan kasus harian Covid-19 mencapai 279 orang per hari, jumlah ini meningkat dari hari sebelumnya.

Tampaknya bagi masyarakat, angka 279 tersebut dianggap "enteng". Bukan angka yang menakutkan sebagaimana saat varian Delta menyerang tahun lalu.

Lantas, mengapa warga sudah berani berkerumun? Sudah berani melepas masker? Sudah berani bercipika-cipiki? Sekali lagi, angka bukan lagi hal menakutkan.

Lain dari pada itu, ternyata pengalaman para filsuf bisa dijadikan rujukan kekinian. Gustave Le Bon (1841-1941), dalam bukunya The Crowds: A Study of Popular Mind, Le Bon melihat beberapa watak dari kerumunan.

Pertama, anonimity, hilangnya sifat individu. Ketika individu menjadi bagian dari massa, maka pribadinya akan lebur menjadi pribadi massa.

Kepentingan pribadi lebur ke dalam kepentingan massa. Padahal, dalam kepentingan massa ini individu acap kehilangan rasa takut atas konsekuensi.

Contoh sederhana anonimity masker. Dari rumah sudah menguatkan diri untuk tetap bermasker. Ternyata, setelah masuk kerumunan, melihat banyak yang lepas masker, maka seseorang secara tak sadar copot pakai masker.

"Ah, banyak yang enggak pake masker kok," inilah pendorongnya. Dia seolah lupa masih dalam pandemi.

Kedua, contagion, keadaan mudah meniru dan menularkan perbuatan orang lain. Anggota kerumunan, tanpa berpikir, cenderung membenarkan dan menirukan segala perbuatan anggota lain, bahkan meniru aksi-aksi yang tidak rasional.

Jika ada yang mulai cipika cipiki, sebagian yang lain ikut berbuat sama.

Ketiga, suggestibility, yakni keadaan psikologi massa mirip seseorang dalam pengaruh hipnotis. Kemampuan berpikir individu dalam massa hampir-hampir berhenti.

Sebenarnya, secara individu berniat untuk tetap menghindari kerumunan, namun begitu melihat banyak orang berkerumun, seolah terhipnotis malah ikut gabung ke dalam kerumunan.

Selain Le Bon, filsuf lain punya catatan atas kerumunan ini. Misalkan Elias Canetti, pemikir Bulgaria, yang secara tegas menyatakan di dalam kerumunan, orang akan kehilangan jati dirinya.

Seseorang akan mengambil pola berpikir dan kebiasaan kerumunan, dan tanpa disadari mencampakkan otentisitasnya. Individu itu larut dalam massa yang kehilangan akal sehat.

Akal sehat merupakan kemampuan diri untuk mempertimbangkan, apakah hidup diri kita sudah di arah yang tepat atau belum. Akal sehat juga perlu digunakan untuk mengembangkan sikap kritis.

Kita berlaku kritis sederhana saja, "Ah...ini nggak bener. Tak usah memaksakan diri untuk masuk kerumunan".

Inilah yang diperlukan oleh seseorang agar bisa menjalani prokes yang baik.

Jadi, wajar saja masih ada pihak yang khawatir melonjaknya kasus Covid-19. Pemicunya, kerumunan sulit dikendalikan.

Namun menjadi catatan bersama, di balik "kemurahan" pemerintah melonggarkan pemakaian masker di ruang terbuka, kita masih belum sepenuhnya menjadi anggota masyarakat yang baik.

Jika merujuk kepada pemikiran Driyarkara, kita jadi baik bilamana kita semua menyadari kewajiban sebagaimana manusia.

Berdasarkan pernyataan tersebut terlihat bahwa kewajiban manusia hidup dalam dunia adalah bertanggung jawab, yaitu bertanggung jawab terhadap moralitas.

Tanggung jawab, menurut Driyarkara, memang sikap untuk menegakkan moralitas karena sesuai dengan kodratnya (Driyarkara, [1966] 2006: 559).

Manusia, setelah mengetahui kodrat manusia dan tanggung jawabnya, bisa mengetahui keutamaannya. Jangan lupa, keutamaan itu adalah siap sedia melakukan semua kebaikan.

Hidup (saat masih pandemi) yang baik, merujuk pada Martin Heidegger, bukanlah gaya hidup yang tidak otentik sebagai manusia.

Maka alangkah baiknya kita kembalikan tujuan hidup yang otentik. Bukan sepenuhnya dikendalikan karakter massa, karakter kerumunan.

Tetaplah pada karakter individu bahwa sepanjang masih pandemi maka kerumunan minus prokes tetap mengkhawatirkan.

https://nasional.kompas.com/read/2022/05/29/14071511/kerumunan-tak-lagi-menakutkan

Terkini Lainnya

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke