Wirdel mengatakan, bukti Priyanto tidak panik yaitu ketika dia mengambil alih kendaraan yang sebelumnya dikemudikan salah satu anak buahnya.
“Tindakan di atas sama sekali tidak menggambarkan situasi panik seperti yang digambarkan dalam nota pembelaan tim penasehat hukum terdakwa,” kata Wirdel dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Selasa (17/5/2022).
Dalam kesempatan ini, Wirdel juga menguraikan latar belakang bantahannya terhadap alasan Priyanto membuang Handi dan Salsabila ke sungai.
Wirdel yakin bahwa Priyanto tidak panik karena pada saat itu ia bisa menentukan lokasi pembuangan kedua korban.
Kemudian, terdakwa berusaha untuk menenangkan dua anak buahnya, Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko pasca-kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Bandung, Jawa Barat yang menewaskan Handi-Salsabila itu.
Priyanto juga sempat membuka aplikasi Google Maps dan menentukan lokasi pembuangan korban dan meminta anak buahnya merahasiakan kejadian ini.
Lalu, Priyanto memerintahkan salah satu anak buahnya untuk mengubah warna kendaraan yang mereka kendarai.
Terakhir, terdakwa tidak pernah melaporkan kejadian sampai Priyanto akhirnya ditangkap.
Wirdel juga menjelaskan bahwa kondisi panik yang dialami oleh seseorang tidak mungkin berlangsung sampai beberapa lama.
Menurut dia, kepanikan itu terjadi beberapa menit saja, tetapi bisa berulang.
“Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi kejiwaan terdakwa pada saat kejadian perkara sampai pada ditangkapnya terdakwa,” ucap Wirdel.
Diberitakan sebelumnya, aggota penasihat hukum terdakwa, Letda Chk Aleksander Sitepu mengatakan, Priyanto mengalami kepanikan karena Koptu Ahmad Sholeh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko terus berbicara selepas menabrak Handi dan Salsabila.
“Karena saksi dua dan saksi tiga terus berbicara kepada terdakwa maka terdakwa secara spontan mengatakan, ‘Kamu jangan cengeng, nanti kita buang saja mayatnya ke sungai’,” kata Aleksander saat membacakan pleidoi di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (10/5/2022).
Aleksander mengatakan, kehendak terdakwa untuk menghilangkan nyawa korban dalam suasana tidak tenang, dengan kata lain suasana batin terdakwa dalam keadaan panik, tegang, dan kalut.
Dalam pleidoinya, Priyanto menolak dakwaan pasal pembunuhan berencana dan penculikan terhadap Handi dan Salsabila karena tidak terbukti.
Pada kasus ini, Priyanto dituntut penjara seumur hidup. Selain itu, Priyanto dituntut pidana tambahan berupa pemecatan dari dinas kemiliterannya di TNI.
Priyanto dinilai telah melanggar Pasal Primer 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP tentang Penyertaan Pidana, Subsider Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan, jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider pertama Pasal 328 KUHP tentang Penculikan juncto Pasal 55 Ayat (1 ) KUHP, subsider kedua Pasal 333 KUHP Kejahatan terhadap Kemerdekaan Orang juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Subsider ketiga Pasal 181 KUHP tentang Mengubur, Menyembunyikan, Membawa Lari, atau Menghilangkan Mayat dengan Maksud Menyembunyikan Kematian jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
https://nasional.kompas.com/read/2022/05/17/15361841/oditur-militer-beberkan-mengapa-alasan-kolonel-priyanto-mengaku-panik-tak